Hits: 24
Hanina Afifah
Pijar, Medan. Sebagian besar orang, mungkin tidak asing lagi dengan makanan khas Jawa Barat, yang terbuat dari tepung aci atau dikenal pula dengan sebutan tepung tapioka. Makanan tersebut dapat berupa cireng, bakso aci, cimol, cilok, cilor, dan berbagai olahan aci lainnya. Masing-masing dari olahan tersebut memiliki ciri khas tersendiri, sebab nama dari tiap olahan mengandung singkatan dari bahan baku serta cara pembuatannya, begitu pun dengan cireng isi.
Cireng sendiri merupakan akronim dari ‘aci digoreng’. Awal pembuatannya dimulai dari mengadon aci hingga kalis dan dipipihkan terlebih dahulu. Selanjutnya, adonan pipih dapat diisi dengan berbagai pilihan rasa seperti ayam suwir, keju, sosis, bakso, kornet, ataupun ati ampela. Lalu, adonan dibentuk sedemikian rupa sesuai keinginan dan digoreng hingga kecokelatan. Setelah siap disajikan, cireng isi dapat dinikmati dengan cocolan saus, bumbu kacang, ataupun bubuk pedas.
Sensasi dari teksturnya yang renyah di luar dan kenyal di dalam, menjadi alasan di balik mengapa cireng isi disukai oleh banyak orang. Hal ini tak terlepas pula dari rasanya yang gurih dan lezat, sehingga makanan yang satu ini dapat menjadi pilihan jika kamu sedang mengidamkan camilan asin, loh!
Namun, di samping membicarakan betapa lezatnya cireng isi, perlu diperhatikan juga bahwa jenis gorengan yang satu ini mengandung lemak trans dan kandungan tepung yang tinggi. Mengutip dari hellosehat.com, lemak trans dapat meningkatkan risiko tingginya kadar kolestrol. Walaupun cireng isi memiliki cita rasa yang sedap, sangat penting untuk tetap memperhatikan dan memilah makanan yang sehat dan bergizi bagi tubuh kita, salah satunya dengan tidak mengonsumi secara rutin.
Melansir dari goodnewsfromindonesia.id, asal-usul lahirnya cireng diawali ketika Bandung dijuluki sebagai kota melting pot, sebab kota tersebut menjadi tempat berkumpulnya berbagai latar belakang budaya mulai dari Belanda, Jepang, dan China. Secara tidak langsung, itu menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Bandung untuk mendapatkan akses makanan pokok seperti beras, gandum, dan roti yang diimpor dari Belanda. Oleh karenanya, mereka pun berinisiatif untuk menciptakan makanan khas sendiri, agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengonsumsinya.
Mengingat pula tanaman singkong lebih mudah untuk tumbuh daripada tanaman padi, sehingga olahan dari sari pati singkong khususnya tepung tapioka dapat dengan mudah diproduksi oleh masyarakat lokal. Adapun makanan ini divalidasi mulai muncul pada tahun 1970. Hal ini tidak terlepas dari riset seorang pakar wisata warisan budaya dan gastronomi Indonesia, yakni Dewi Turgarini bersama dengan Chef R. Wawan G. Martasasmita, pencetus dari Asosiasi Kafe dan Restoran Bandung.
“Saya masih inget itu, waktu kecil makan itu (cireng) tahun 1970-an,” ujar Dewi melalui wawancaranya bersama tim GNFI (Good News From Indonesia).
Ketika mulai diedarkan kepada publik, awalnya makanan ini kerap diperjualbelikan kepada anak-anak sekolah dasar. Oleh karena itu, cireng isi mudah sekali ditemukan di area sekolahan kota Bandung dan sekitarnya. Karena rasanya yang lezat dan bahan bakunya yang mudah untuk dijangkau, kini cireng isi telah dikenal dan dapat ditemui di berbagai pelosok daerah Indonesia.
Jika kamu ingin merasakan nikmatnya cireng isi, tetapi sayangnya belum dapat ditemukan di daerah sekitar tempat tinggalmu, maka tidak perlu khawatir. Saat ini, cireng isi telah banyak dijual pada situs belanja daring dan dapat dikirim ke seluruh wilayah Indonesia tanpa harus takut basi, lho! Sebab, para penjual telah mengatur jasa pengiriman beserta material pembungkus yang tepat untuk mengirim makanan dalam jarak jauh. Menarik bukan?
(Redaktur Tulisan: Hana Anggie)