Hits: 31

Elora Shaloomita Sianto, Universitas Multimedia Nusantara

“Dunia dalam genggaman” menyoroti realitas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini yang menawarkan kemudahan mendapatkan hingga menyebarluaskan informasi melalui gawai. Selain itu, era digital melahirkan fenomena jurnalisme warga atau yang dikenal sebagai citizen journalism, menawarkan pemandangan segar untuk kemajuan kegiatan jurnalistik, terutama dalam pemberitaannya. 

Menurut Shayne Bowman dan Chris Willis (2003) melalui We Media: How Audiences are Shaping the Future of News and Information mendefinisikan citizen journalism sebagai partisipasi warga mengikuti proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarkan berita informasi. 

Kehadiran jurnalisme warga melahirkan ruang berpendapat bagi masyarakat. Tak dapat dipungkiri, partisipasi masyarakat dalam memberitakan suatu kejadian berdampak terhadap kebijakan pemerintah. Dengan demikian, partisipasi warga akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penciptaan peluang-peluang hidup baru melalui aspirasi yang disampaikan. 

Lalu, apakah porsi jurnalisme warga berdampak? Apakah jurnalisme warga menghidupkan angan masyarakat yang terkubur? Apakah jurnalisme warga merupakan bentuk inovasi sempurna dari produk jurnalistik? Melalui tulisan ini, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab. 

Sebagai “Anjing Penjaga” Bukan “Anjing Peliharaan” 

Indonesia merupakan negara demokrasi, membutuhkan peran masyarakat untuk mengontrol kekuasaan pemerintah. Apabila tidak, oknum-oknum pemerintah akan bertindak menyeleweng dan semena-mena dalam menciptakan kebijakan.

Oleh karena itu, jurnalisme warga hadir untuk menggebrak perubahan (agent of change) untuk kepentingan publik. Kompas.com menjelaskan kehadiran jurnalisme warga menciptakan “a new more democratic world.” Dengan demikian, jurnalisme warga memainkan peran penting dalam menceritakan sebuah peristiwa tanpa memedulikan pihak yang mengikat. 

Namun, tak jarang “gonggongan” masyarakat acap kali diabaikan oleh pemerintah sehingga muncul peran partisipasi publik untuk memproduksi informasi serta berkontribusi mengawasi kinerja aparat pemerintah. Adapun, perilaku tersebut dikenal dengan sebutan anjing penjaga atau watchdog

Jurnalisme warga berperan sebagai “anjing penjaga” untuk menghidupkan kembali angan masyarakat yang terkubur lamanya. Dengan demikian, pemberitaan diutamakan untuk kepentingan publik guna menjaga kedaulatan rakyat, mengkritisi kebijakan pemerintah atau “penguasa” agar tidak membabakbelurkan dan menekan masyarakat. Tentunya, jurnalisme warga menolak untuk menjadi “anjing peliharaan” yang dengan mudah dininabobokan dengan janji manis penguasa. Apabila sikap tersebut subur di kehidupan masyarakat Indonesia, tentunya kemajuan hanyalah mimpi indah semata. 

Melansir melalui antaranews.com, Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah menyampaikan bahwa citizen journalism itu positif untuk kontrol pemerintah. Menurutnya, masyarakat dapat menyebarkan jalanan rusak, pungutan liar di sekolah dan rumah sakit agar selanjutnya mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut. 

Hal ini dibuktikan melalui kejadian yang sempat viral beberapa pekan lalu yang melibatkan salah satu daerah yaitu Provinsi Lampung. Masyarakat berbondong-bondong menginformasikan kepada publik kejadian faktual yang terjadi yaitu infrastruktur Lampung yang jauh dari kata layak melalui media sosial. 

Media sosial merupakan media utama jurnalisme warga untuk menyebarluaskan informasi. Data We Are Social menunjukkan pengguna media sosial terdapat di angka 167 juta atau 60,4% masyarakat bermain Facebook, Instagram, TikTok, dan lainnya. Maka, media sosial mempermudah penyebaran, selain itu pengguna dapat berkomentar, memberikan pendapat, dan kritiknya terhadap pemerintahan Lampung. 

Melalui konten yang viral, terlihat warga Lampung berkeluh kesah menyampaikan ketidaklayakan infrastruktur terutama jalan yang mempersulit masyarakat untuk melakukan aktivitas keseharian hingga mandeg-nya jembatan perekonomian warga setempat. 

Kejadian tersebut menimbulkan keresahan publik di media sosial dan turut menyita perhatian Presiden Jokowi Widodo serta Menteri Perdagangan untuk terjun langsung ke lokasi kejadian. Melansir dari kemendag.go.id, Jokowi meminta agar kondisi jalan rusak di Lampung segera diperbaiki. Menurutnya, infrastruktur jalan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, jurnalisme warga berhasil mengubah kebijakan pemerintah untuk mengalihkan pengadaan perbaikan infrastruktur yang akan diambil alih oleh Kementerian PU. 

Melahirkan Jurnalisme Warga yang Beretika 

Keberhasilan jurnalisme warga untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui perannya sebagai watchdog tidak akan lepas dari etika dalam pemberitaannya. Walaupun, jurnalisme warga terdiri dari masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan dasar jurnalistik. Namun, ditekanan kembali bahwa etika jurnalistik. 

Melalui Kompas.id, Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho menjelaskan bahwa demokrasi tidak membatasi kebebasan berpendapat di internet. Namun, demokrasi butuh kedewasaan dan kecerdasan pengguna internet. Oleh karena itu, jurnalisme warga tetap harus mengutamakan etika untuk mencegah disinformasi, peredaran hoaks, hingga kesalahan menginterpretasi pemberitaan.

Dewasa ini, jurnalisme warga senantiasa mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Selain itu, juga melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran untuk kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Pada akhirnya, jurnalisme warga sebagai salah satu bentuk baru dari produk jurnalisme sudah sepatutnya mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan mengabdi kepada kepentingan publik.

 

(Artikel ini merupakan karya Juara 3 dari acara Pijar Grand Competition and Workshop 2023)

Leave a comment