Hits: 163
(Data dihimpun melalui liputan bersama yang dilakukan oleh Kelompok 1: Zain Fathurrahman, Aqillah Syahza Non, Zian Nabilla Barus, Nur Jamiah Nasution, Alya Rizky Fitriani, Umniyatiy Nurul Atqiya, Annisa Nurul Faiza, dan Tahara Amelia Pratiwi)
Pijar, Medan. Dewasa ini, tempat wisata favorit bagi khalayak muda terpusat pada cafe ataupun mal. Padahal, masih banyak tempat-tempat edukatif yang tak kalah seru, salah satunya Museum Negeri Sumatera Utara.
Terletak di Jalan HM. Joni no. 51, Kecamatan Medan Teladan, Kota Medan, museum ini terdiri dari dua lantai dengan luas 10.468 m2. Jam operasional dimulai dari 09.00-16.30 WIB pada hari Senin hingga Kamis, 09.00-17.00 WIB pada hari Jumat, 09.00-16.00 WIB pada hari Sabtu, dan 09.00-15.00 WIB pada hari Minggu.
Museum yang telah diresmikan sejak tanggal 19 April 1982 ini memiliki berbagai koleksi sejarah yang sangat beragam. Mulai dari sejarah zaman megalitikum, zaman kolonial, hingga kebudayaan dari suku-suku yang ada di Sumatra Utara. Tujuh ribu koleksi yang tersimpan ini dapat mengedukasi dan memperkenalkan sejarah kepada pengunjung, sekaligus menjadi sarana penelitian dan rekreasi.
Ruangan-ruangan dalam museum dibagi sesuai tema koleksi. Dari koleksi peninggalan sejarah nenek moyang, peradaban prasejarah, megalitik, sampai masa sebelum masyarakat mengenal agama. Peti mati dari Nias dan patung petinggi atau kepala daerah termasuk dalam kekayaan budaya yang dipampang.
Koleksi peninggalan sejarah Islam, sejarah perjuangan masa kolonialisme Sumatra Utara, sejarah kebudayaan Sumatra Utara kuno, sejarah perlengkapan penunjang kegiatan sehari-hari sampai sejarah jurnalistik juga menghiasi kotak kaca di gedung itu. Terdapat pula koleksi foto-foto pahlawan nasional dan tokoh-tokoh penting yang berasal dari Sumatra Utara.
Isi museum yang sangat variatif dan kaya akan budaya tersebut ternyata masih belum dapat menarik minat khalayak muda, khususnya Generasi Z, untuk mau mengunjungi dan mempertimbangkan museum sebagai salah satu tempat wisata.
Biliater Situngkir, Kepala Seksi Koleksi dan Edukasi Museum Negeri Sumatera Utara menerangkan bahwa pengunjung yang datang kebanyakan dari kalangan pelajar saja. “Kebanyakan pengunjung hadir karena kunjungan sekolah, tetapi di luar itu sangat sedikit sekali,” ucapnya.
Irmayani, salah satu siswi SMP Negeri 4 Medan yang sedang melakukan kunjungan study tour, memberikan kesannya terkait kunjungan pertamanya ke museum ini. Ia baru mengetahui bahwa ternyata museum tidak hanya memamerkan koleksi arca Macara, tetapi juga koleksi sejarah-sejarah yang sangat kaya.
“Saya sangat senang karena bisa mengunjungi museum ini. Dari sini saya jadi lebih mengerti tentang sejarah karena sudah belajar juga di sekolah. Ditambah mengunjungi museum ini, ternyata di dalam banyak sekali,” ungkapnya.
Biliater mengatakan bahwa Museum Negeri Sumatera Utara sudah melakukan banyak usaha untuk menarik minat dan kecintaan masyarakat, khususnya Generasi Z terhadap sejarah-sejarah lokal. Namun, di masa sekarang masyarakat sudah mulai melupakan dan menganggap bahwa budaya sebagai hal yang kuno. “Dapat dilihat misalnya dari masyarakat Toba yang sudah mulai menghapus marga dari nama mereka,” sesalnya.
“Saya berharap bahwa kita dapat mulai menanamkan kecintaan akan budaya-budaya milik kita. Mulai dari lingkungan keluarga, yang didukung dengan kurikulum dari pendidikan formal agar masyarakat bisa lebih menghargai sejarah dan mau mengunjungi museum-museum yang ada di Indonesia,” ujar Biliater terkait harapannya terhadap ketertarikan Generasi Milenial untuk mengunjungi museum.
(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)