Hits: 96
Danau Toba merupakan danau yang terbentuk akibat letusan gunung purba yang sangat besar (Supervolcano) bernama Gunung Toba. Dilansir dari National Geographic Indonesia, gunung purba yang berada di atas pulau Sumatera ini diperkirakan telah meletus pada 74.000 tahun yang lalu. Letusan ini menjadi yang terdahsyat di muka bumi dan menyebabkan hampir sepertiga bagian dari bumi tertutup oleh abu vulkanik, serta terganggunya iklim dunia. Tidak berhenti di situ, abu vulkanik dari gunung ini pun menghalangi pancaran cahaya matahari ke bumi dan mengakibatkan kematian beragam jenis flora dan fauna. Di balik keganasan dari letusan Gunung Toba ini, terciptalah danau vulkanik yang indah dan kita kenal dengan nama Danau Toba.
Dengan luas yang diperkirakan mencapai 1.130 km², danau ini dikelilingi oleh tempat-tempat wisata yang sangat bervariasi dan memiliki banyak sekali kejutan seperti pemandangan danau toba dari setiap destinasi wisata, kelezatan kuliner, dan masih banyak lagi. Beberapa destinasi wisata yang terkenal di Danau Toba seperti Bukit Holbung, Menara Pandang Tele, Bukit Gibeon, Air Terjun Efrata, Desa Wisata Tomok, dan masih banyak lagi.
Pemerintah sendiri sudah melihat peluang wisata yang sangat besar di sekitaran Danau Toba. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, memiliki rencana besar untuk membuat Danau Toba menjadi destinasi pariwisata dengan potensi yang menjanjikan, baik dari sisi budaya maupun sejarah yang ada di dalamnya. Upaya ini pun semakin dipertegas dengan ditetapkannya Kawasan Danau Toba sebagai satu dari lima Destinasi Super Prioritas (DSP). Pembangunan dan pembenahan infrastruktur pun digenjot, guna merealisasikan program kerja pemerintah di wilayah Danau Toba.
Tentu saja rencana besar tersebut tidak dapat dikerjakan oleh satu pihak saja. Masyarakat di sekitaran Danau Toba pun harus turut bahu-membahu guna mensukseskan rencana ini. Namun sangat disayangkan, temuan yang kami dapatkan mengungkapkan bahwa masyarakat yang tinggal Kabupaten Samosir dinilai masih belum siap untuk turut andil dalam rencana besar pemerintah ini. Bukan hanya kami, bahkan sosok Tetti Naibaho, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Samosir, pun mengiyakan tantangan yang mereka hadapi.
Sebagai contoh, masyarakat, wisatawan, hingga pelaku usaha dinilai masih abai dengan masalah kebersihan, keasrian, dan keamanan destinasi wisata. Tentu saja ini sangat bertolak belakang dengan langkah pemerintah pusat yang hendak menggaungkan sertifikasi CHSE, yang berasal dari singkatan Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan), dan Environment Sustainability (kelestarian lingkungan). Padahal upaya pengadaan sertifikasi ini dianggap sebagai suatu standar penilaian untuk kelayakan suatu usaha, sekaligus menjadi rekomendasi bagi para wisatawan untuk memilih lokasi wisata yang dianggap layak dan aman untuk dikunjungi. Atas dasar inilah, saya bersama rekan akademisi lainnya, yakni Fatma Wardy Lubis dan Munzaimah Masril, merancang penyuluhan Sertifikasi CHSE kepada para pelaku usaha di Kabupaten Samosir.
Pengabdian yang bertajuk “Penyuluhan Peningkatan Kualitas Pariwisata Berbasis CHSE di Kabupaten Samosir” bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Samosir. Proses pengabdian ini sendiri dilakukan di Desa Sigaol Simbolon dan turut mengundang pelaku usaha dari Kabupaten Samosir. Diskusi juga dihadiri oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang merupakan sebuah komunitas dengan tujuan peningkatan kualitas dan potensi wisata di daerah Kabupaten Samosir. Tujuan dari pengabdian ini untuk menyosialisasikan kiat-kiat memperoleh sertifikat CHSE yang nantinya berguna untuk menunjang kualitas tempat wisata. Tidak berhenti pada penyuluhan CHSE saja, kami juga menghadirkan praktisi pemasaran media sosial untuk memberikan pelatihan singkat kepada para pelaku usaha.
Mengawali rangkaian kegiatan pengabdian, kami melakukan Focus Group Discussion (FGD). Banyak sekali masalah dan tantangan yang kami temukan dari para pelaku usaha selama proses diskusi terfokus berlangsung. Banyak dari mereka yang masih belum mengetahui apa itu CHSE dan bagaimana pengurusan sertifikasi CHSE tersebut. Kendala pun mereka alami dari masayarakat sekitar yang masih banyak menormalisasikan pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya dan kurang peduli terhadap kesehatan, dengan tidak memakai masker pada masa pandemi Covid-19. Padahal CHSE dibuat untuk menambah rasa percaya dan aman para wisatawan yang ingin berlibur selama masa pandemi Covid-19.
Banyak harapan yang dilontarkan oleh para pelaku usaha selama proses FGD berlangsung. Harapan tersebut tidak hanya terbatas kepada kami selaku kalangan akademisi saja, melainkan kepada jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Samosir. Salah satu anggota dari komunitas Pokdarwis memberikan harapan kepada akademisi agar selalu membantu memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta pelaku usaha sehingga memajukan pariwisata Kabupaten Samosir. Mereka juga berharap kepada pemerintah agar dapat memberikan perhatian lebih kepada destinasi wisata di Samosir, karena banyak dari desa-desa yang ada di wilayah Danau Toba masih belum merasakan dampak dari program pariwisata yang dicanangkan oleh pemerintah di tingkat daerah maupun pusat.
Tidak hanya sekadar menyerap aspirasi masyarakat melalui diskusi terfokus, kegiatan ini pun semakin lengkap dengan kehadiran Jontiner Sinabutar selaku Kepala Bidang Usaha Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Samosir dan Sheella Tan yang merupakan praktisi pemasaran media sosial di salah satu agensi media kreatif ternama di Sumatera Utara. Jontiner banyak memberikan pengarahan dan juga topik seputar CHSE. Ia sebagai perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Samosir pun berjanji untuk semakin meningkatkan pembinaan dan upaya kolaborasi bersama para pelaku usaha di Kabupaten Samosir. Proses penyuluhan pun semakin lengkap dengan kehadiran Sheella Tan yang mendorong dan mengedukasi para pelaku usaha untuk semakin melek dengan digitalisasi terhadap bisnis yang dijalankan oleh para pelaku usaha. Sheella mengingatkan bahwa proses promosi tersebut tidaklah sulit; hanya dengan menggunakan media sosial dan beberapa analisis target pasar yang sederhana, akan memberikan potensi besar untuk para pelaku usaha menjangkau pelanggan yang lebih luas lagi.
Kami berharap masyarakat Kabupaten Samosir dapat mengambil ilmu yang kami bagikan sehingga kedepannya pariwisata Danau Toba dapat meningkat dan secara khusus banyak dari Usaha Pariwisata, Destinasi Wisata dan Produk Wisata yang bisa menerima Sertifikat CHSE. Tentu saja keberhasilan dari pelaksanaan penyuluhan ini tidak terlepas dari peran aktif mahasiswa yang terlibat dalam pengabdian ini, di antaranya Mickhael Rajagukguk, Madela Dikarli Sembiring, Puvut Bethanya Br. Surbakti, Luis Halim, Raymond Putra Pratama Silalahi, dan Sifa Selica Elsa Putri.
Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos., M.Si.
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP USU