Hits: 36
Patrycia Gloryanne Pasaribu / Trisha Permata Lidwina Lumbangaol / Theresia Elva Mutiha Napitupulu
Seperti yang kita ketahui, partisipasi generasi muda khususnya mahasiswa memegang peranan krusial dalam pemilihan umum. Terlebih pula, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 27 November mendatang. Tentunya, para pasangan calon menyusun strategi jitu dengan cara menyasar pemegang suara terbanyak, yakni generasi muda. Oleh karena itu, media online menjadi opsi terbaik dalam menggaet suara terbanyak.
Dilansir dari BijakMemilih.id, sebanyak 107 juta pemilih dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 didominasi oleh generasi muda. Angka ini menunjukkan bahwasanya generasi muda sangat berandil besar dalam menentukan masa depan negara. Sangat disayangkan apabila generasi muda justru bersikap acuh terhadap peristiwa tersebut.
Adiesty Aininaya, mahasiswi Universitas Sumatera Utara (USU) Stambuk 2022 turut membagikan pandangannya mengenai kondisi terkini. Ia melihat bahwa media online berperan besar dalam membingkai pemberitaan pemilihian kepala daerah (Pilkada) tahun ini dengan persebaran informasi yang sangat cepat dan dinamis. Hal ini mampu mempermudah masyarakat dalam mengikuti perkembangan terbaru.
Namun, maraknya hoaks dan informasi yang kurang kredibel menjadi penghalang. Pola konsumsi informasi yang terlalu bergantung pada linimasa media online membuat masyarakat rentan terhadap manipulasi hingga akhirnya menjadi fanatik oleh pilihannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meninjau ulang sumber informasi secara mandiri guna mendapatkan perspektif yang lebih objektif.
Selain itu, media online pastinya sangat mempengaruhi pilihan suara mahasiswa di Pilkada 2024. Generasi muda, khususnya Gen Z, dikenal sebagai generasi yang cenderung bersikap tidak ingin ketinggalan terhadap informasi tertentu (FOMO atau Fear Of Missing Out). Dengan linimasa media online yang bergerak cepat, informasi politik sering kali dikonsumsi secara instan tanpa adanya verifikasi yang memadai. Hal ini menyebabkan mahasiswa sering kali terpengaruh oleh tren di internet walaupun tidak semua informasi yang beredar benar-benar akurat atau objektif.
“Media online memang menjadi sumber utama bagi saya dalam pencarian informasi tentang calon pemimpin daerah. Salah satu pertimbangan utama saya adalah rekam jejak digital para calon, seperti berita yang marak akhir-akhir ini terkait jejak digital. Dengan era keterbukaan informasi seperti sekarang, banyak hal yang bisa digali dari jejak digital calon, baik dari sisi visi-misi politik maupun kepribadian mereka. Selain itu, platform media online memudahkan kita untuk membandingkan program dan inovasi di masa depan, serta mengevaluasi komitmen calon terhadap isu-isu yang terkait di masa sekarang, seperti pendidikan, lingkungan, dan teknologi,” jelas Adiesty.
Beragam kemudahan yang disuguhkan oleh media online terhadap generasi muda pasti akan beriringan dengan tantangan dalam mencari informasi faktual. Sehingga, mahasiswa harus bersikap kritis dan berhati-hati dalam menyerap pesan yang disajikan.
Adiesty mengatakan, “Mahasiswa harus berhati-hati dan kritis dalam menyaring berita yang beredar, karena banyak informasi yang dikemas secara provokatif, namun tidak didukung oleh fakta yang jelas. Selain itu, platform seperti TikTok yang lebih mengutamakan konten pendek dan visual seringkali membuat mahasiswa kurang menyerap kebenaran dari konten tersebut. Oleh karena itu, mahasiswa harus berupaya untuk mencari informasi dari sumber yang lebih mendalam dan terpercaya, seperti portal berita resmi atau situs pemerintahan.”
“Harapan saya kedepan adalah media online dapat lebih berperan dalam mendorong keterlibatan politik yang lebih kritis dan mendalam, terutama di kalangan anak muda. Di era video pendek seperti yang kita lihat di platform TikTok, ada fenomena yang disebut “Short Attention Span“, dimana kita terbiasa mengonsumsi informasi yang cepat dan dangkal. Hal ini membuat kita cenderung malas untuk membaca dan memahami isu secara komprehensif. Kedepannya, saya berharap generasi muda bisa lebih termotivasi untuk melakukan riset lebih mendalam dan menggunakan media online sebagai alat untuk berdiskusi dan menggali informasi yang lebih kritis, bukan hanya mengikuti tren atau pendapat mayoritas di linimasa,” tutup Adiesty.