Hits: 21
Chairunnisa Asriani Lubis
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Namun, sangat payah untuk aku membangkitkan diri dari tempat tidur. Tempat tidur yang tak terlalu empuk, tetapi seperti mempunyai magnet yang selalu berusaha menarik badanku untuk kembali berbaring.
Setelah berleye-leye selama 10 menit, aku pun bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk menjalani rutinitasku.
“Oke Tara. Harus semangat kerja hari ini. Kan udah naik gaji, masa mau malas-malasan” kataku kepada diri sendiri di depan cermin sambil membenahi hijab.
Ya, atasanku memang baru saja menaikkan gajiku selama satu minggu ini. Katanya aku bekerja sebagai karyawan yang cukup baik di perusahaan yang dikelolanya.
Setelah bersiap-siap, aku pun mengambil kunci mobil dan mengeluarkan mobil dari garasi. Karena waktu sudah pukul 06.30, aku memutuskan untuk sarapan di kantin kantor saja. Lalu aku segera berangkat dan dalam waktu 40 menit aku sudah tiba di kantor.
Saat aku sedang mengerjakan berkas-berkas yang ada di meja kerjaku, tiba-tiba telepon di ruangan kerjaku berdering.
“Tara, jam 10 nanti kamu ke lantai 3 ya. Tolong temui orang yang mau ngelamar kerja disini. Nanti kamu bimbing dia ke ruangan saya,” kata atasanku, Pak Rudi melalui telepon.
“Baik Pak. Nanti akan saya temui,” balasku kepada Pak Rudi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Aku menekan tombol lift dan turun ke lantai 3. Aku turun karena ruangan kerjaku berada di lantai 4. Sementara ruangan Pak Rudi berada di lantai 6. Begitu pintu lift terbuka, aku sudah melihat sesosok wanita sedang duduk di kursi tunggu.
“Halo, selamat pagi. Mbak yang mau ngelamar kerja di perusahaan ini ya?,” tanyaku dengan senyum kepada wanita berkemeja putih dan rok hitam selutut itu. Tetapi anehnya, ia hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
“Boleh tau nama mbak siapa?,” tanyaku lagi. Lalu ia menatapku dengan ekspresi yang datar lalu berkata, “Anterin saya ke atas ya.”
Aku sedikit bergidik ngeri dengan wanita tersebut. Tatapannya yang aneh dengan wajah sedikit pucat membuatku merasa agak takut. Namun aku berusaha tenang dan membawanya ke arah lift untuk menuju ke ruangan Pak Rudi. Selama di dalam lift, suasana terasa sangat mencekam. Tak ada obrolan ataupun kontak mata antara aku dengan wanita itu. Aku pun berusaha mencairkan suasana yang tegang tersebut.
“Mbak, pilihan mbak buat ngelamar kerja disini tepat sekali loh. Perusahaan ini sangat bagus. Atasannya juga baik banget. Semoga mbak keterima ya,” kataku. Lagi-lagi tak ada jawaban. Ia hanya menatap ke arah depan tanpa menoleh sedikit pun ke arahku.
Sampai di depan ruangan Pak Rudi, aku mempersilahkan wanita itu untuk langsung saja masuk ke ruangan Pak Rudi.
“Mbak, ini ruangannya. Mbak masuk saja langsung ya. Pak Rudi sudah menunggu. Saya permisi,” kataku dengan senyum tipis tetapi tak ku pungkiri aku sedikit merasa deg-degan dan takut. Kemudian aku kembali menuju lift dan kualihkan pandanganku dari wanita aneh itu.
Sampai di ruangan kerjaku, aku sedikit menghela napas karena keanehan seorang wanita yang baru saja ku temui. Dengan rasa takut yang masih ada, tiba-tiba telepon di ruanganku berdering dan membuatku sedikit kaget.
“Iya halo, selamat pagi,” jawabku berusaha tenang. Ternyata panggilan itu dari Pak Rudi.
“Tara, sudah jam 10.20. Kenapa belum kamu antar orang yang mau ngelamar kerja itu ke ruangan saya? Tolong segera diantar,” tanya Pak Rudi.
Jleb… Aku langsung kaget mendengar perkataan Pak Rudi. Aku hanya bisa terdiam dan mulai berpikir. Bukankah sudah jelas tadi aku mengantarkan wanita itu ke depan ruangan Pak Rudi? Tetapi mengapa pak Rudi bilang belum ada? Lantas siapa wanita misterius di lantai 3 itu?