Hits: 754
Rais Sihombing
Pijar, Medan. Dunia memang kejam bukan? Bagaimana bisa seorang anak kecil yang masih polos diajarkan untuk membenci seorang teman hanya karena dia keturunan Yahudi. Mungkin sudut pandang inilah yang ingin disampaikan dalam film The Boy in The Striped Pajamas.
Film ini adalah hasil adaptasi dari novel karangan John Boyne yang terbit di tahun 2006 dengan judul yang sama. Disutradai oleh Mark Herman, film ini rilis di Britania Raya pada tanggal 12 September 2008.
Mengambil set pada saat perang Dunia II berlangsung, film ini menyoroti peristiwa Holocaust yang sedang panas-panasnya dilakukan oleh Nazi. Seperti yang kita tahu bahwa peristiwa Holocaust adalah pembantaian besar-besaran kelompok Nazi Jerman dan kaki tangannya terhadap enam juta orang Yahudi di Eropa dari tahun 1933 hingga tahun 1945.
Cerita bermula ketika Bruno (Asa Butterflied) pindah menuju kamp konsentrasi tempat ayahnya dipromosikan menjadi komandan Nazi. Karena tidak ada teman dan merasa kesepian, akhirnya dia bertemu dengan Schumel, salah seorang anak keturunan Yahudi. Mereka akhirnya pun sering bermain bersama walau dipisahkan oleh jeruji kawat pembatas kamp konsentrasi.
Bruno dan kakaknya, Gretel dicekoki paham antisemit juga propaganda Nazi. Gurunya mengajari mereka dengan buku-buku yang berisi mengapa Jerman membenci orang-orang Yahudi. Gretel pun menelan paham tersebut bulat-bulat. Terlihat dari bagaimana kamarnya dipenuhi oleh poster Nazi dan Adolf Hitler.
Bruno memiliki pemikiran yang berbeda. Bagaimana semua orang Yahudi bisa dilabeli seperti itu padahal ada Schumel, temannya yang kala itu sangatlah baik kepadanya. Bruno pun merasa kebingungan yang pada akhirnya memicu pergolakan batin untuk memilih antara paham yang diajarkan kepadanya atau pengalaman yang dirasakannya secara langsung.
Film ini menceritakan kepolosan karakter seorang Bruno yang tidak termakan oleh paham dan pendidikan antisemit yang diajarkan kepadanya. Bruno melihat bagaimana Schumel yang baik kepadanya padahal dia adalah seorang yahudi. Gambaran ini menjadi sindiran bagaimana banyaknya anak-anak di zaman itu baik dari keturunan Yahudi maupun Nazi yang dipaksa dan didoktrin untuk membenci hanya karena polemik peperangan yang saat itu sedang berlangsung.
Akhir cerita film ini pun terlihat menyindir sisi kemanusiaan kita, bagaimana keegoisan manusia bisa berdampak buruk ke banyak pihak. Seperti Schumel sendiri yang direnggut masa kanak-kanaknya dan juga karakter Pavel yang disiksa dan dipukuli tanpa memandang bahwa dia adalah seorang manusia yang punya hak untuk hidup dengan baik tanpa adanya kekerasan dari pihak lain.
Hingga kini, banyak anak-anak di luar sana yang masih merasakan hal yang sama. Masa kecil yang indah harus terenggut karena konflik berkepanjangan di negara sendiri. Ada yang kehilangan tempat tinggal hingga kehilangan kedua orangtua. Kecamuk politik oleh pihak yang bersangkutan malah mengorbankan banyak pihak.
Dari film ini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa perang dan konflik hanya memberikan dampak buruk. Oleh karena itu, ada baiknya kita bersama-sama membangun dunia yang lebih baik untuk anak cucu kita di masa depan.
Film ini sukses mendulang pendapatan sebesar 44,1 juta dollar. Film ini juga mengantarkan Vera Farmiga, yang berperan sebagai Ibu Bruno, menyabet penghargaan di kategori Best Actress di ajang penghargaan British Independent Film Awards. Buat kamu yang tertarik untk menonton, film The Boy in Striped Pajamas dapat dinikmati melalui platform streaming Netflix.
(Redaktur Tulisan: Tasya Azzahra)