Hits: 293
Tiara Al Medina
Pijar, Medan. The Pursuit of Happyness adalah film bergenre biografi drama yang diadaptasi dari kisah nyata seorang pebisnis bernama Chris Gardner. Film berdurasi 117 menit yang rilis pada tahun 2006 ini dibintangi oleh Will Smith, Jaden Smith dan Thandiwe Newton. Disutradarai oleh Gabriele Muccino, film The Pursuit of Happyness digarap oleh rumah produksi Columbia Pictures.
Berlatar di Kota San Fransisco, California pada tahun 1981, film ini bercerita mengenai kegigihan Chris Gardner yang pantang menyerah dalam menghadapi jatuh bangun kehidupan hingga akhirnya ia berhasil mencapai puncak kesuksesannya menjadi seorang pialang saham.
Chris tinggal di sebuah rumah sederhana bersama anaknya, Christopher (Jaden Smith) yang berusia lima tahun dan istrinya Linda (Thandiwe Newton). Di usia 30-an tahun, Chris memutuskan untuk menghabiskan seluruh tabungannya demi membuka bisnis penjualan alat pemindai (scanner) kepadatan tulang.
Pada awalnya, Chris mengira bisnis alat medis yang dibangunnya ini akan berjalan dengan sukses karena alat yang dijualnya itu dipercaya sebagai terobosan mutakhir yang memiliki kualitas lebih unggul dibandingkan mesin X-Ray pada umumnya. Namun, sangat disayangkan, ternyata alat yang dijual Chris kurang laku di pasaran karena dianggap terlalu mahal dan tidak begitu dibutuhkan.
Alih-alih meraup keuntungan, Chris justru kesulitan untuk menjual produknya itu. Chris harus menjual paling tidak dua mesin scanner dalam sebulan untuk bisa membayar sewa rumah dan kebutuhan keluarganya sehari-hari. Namun, yang menjadi masalah di sini adalah Chris belum berhasil menjual satu mesin pun akhir-akhir ini.
Kehidupan keluarga yang hanya bertumpu pada uang hasil penjualan Chris dan Linda yang hanya bekerja sebagai buruh laundry membuat keluarga Chris harus menghadapi kesulitan ekonomi. Ditambah lagi biaya sewa rumah yang sudah menunggak selama tiga bulan dan pajak yang belum dibayar menyebabkan keluarga Chris harus bertahan di tengah kencangnya tiupan badai kehidupan.
Beban hidup yang kian terasa berat serta tagihan-tagihan yang tak kunjung dilunaskan membuat Linda merasa tertekan, sehingga ia memutuskan untuk pergi meninggalkan Chris ke New York untuk tinggal dan bekerja dengan saudaranya di sana.
Usai kepergian Linda, Chris dan anaknya terpaksa pindah ke motel kecil dengan biaya sewa yang lebih murah. Perjuangan hidup yang ditempuhnya kini menjadi semakin berat karena sekarang Chris harus merawat anaknya sendirian.
Chris yang mempunyai mimpi menjadi seorang pialang saham pada saat itu mencoba peluangnya dengan mengikuti program pelatihan di sebuah perusahaan pialang saham bernama Dean Witter Reynolds. Demi mewujudkan impiannya itu, Chris harus berjuang mati-matian untuk menyeimbangkan antara pekerjaannya di tempat magang, merawat, dan mengantar jemput putranya dari tempat penitipan anak sambil terus menjual sisa mesin scanner yang dimilikinya demi bisa menyambung hidup.
Dari kisah inspiratif Chris kita dapat belajar bahwa jangan pernah sekali pun menyalahkan keadaan ataupun orang lain ketika berada dalam kesulitan. Seperti yang dilakukan oleh Chris, seberapa besar masalah dan cobaan hidup yang menimpanya, Chris tak pernah sekali pun mencari alibi untuk semua kesengsaraannya. Justru dari keterpurukannya itulah Chris semakin termotivasi untuk berusaha bangkit demi mencapai kesuksesan.
Film ini mengajarkan kita untuk terus mengejar impian dan keinginan yang kita punya walaupun orang-orang di sekitar kita menganggap remeh dan tidak yakin kalau kita mampu menggapai hal tersebut. Seperti yang pernah dikatakan oleh Chris kepada putranya dalam salah satu dialog pada film ini.
“Jangan pernah biarkan orang lain mengatakan padamu bahwa kau tidak bisa melakukan apa pun. Termasuk Ayah. Jika kau punya impian kau harus menjaganya. Orang yang tidak dapat melakukan apa pun untuk dirinya sendiri mereka akan mengatakan padamu bahwa kau tidak bisa melakukannya. Jika kau menginginkan sesuatu, gapailah itu. Titik.”
(Redaktur Tulisan: Tasya Azzahra)