Hits: 357

Nadila Tasya Tanjung

Cerita ini bermula ketika aku masih libur semester. Karena liburnya cukup panjang, ini menjadi kesempatan untukku pergi memanjakan diri bermain game di warnet tanpa perlu pusing memikirkan kegiatan kampus.

Suatu hari, datang seorang laki-laki. Baim, berusia 30 tahun mengendarai moge alias motor gede warna merah, mengenakan baju kantoran lengkap dengan dasinya. Ia masuk ke dalam warnet dan mulai bermain PB. Kupikir lucu juga melihat orang yang fisiknya tampak dewasa dan matang, tapi masih suka main game.

Keesokan harinya aku datang lagi ke warnet untuk bermain. Rupanya Baim itu juga datang dan main PB lagi. Karena game PB itu banyak cengceremen (istilah bagi mereka penggemar PB tapi tidak punya uang untuk bermain, sehingga hanya menonton mereka yang sedang main PB), maka Baim pun langsung mendapat tempat di hati mereka.

Ternyata Baim ini senang sekali ngemil. Di meja dan di lantai sekelilingnya banyak terlihat sampah. Mulai dari botol minuman kaleng, plastik, snack, piring, gelas, segala jenis bungkus rokok, dan masih banyak lagi. Aku jadi bertanya-tanya, kira-kira berapa pengeluarannya per hari untuk ngemil, sedangkan billing di warnet saja cuma Rp 2.000/jam, jauh lebih murah dari harga bungkus rokok.

Seminggu telah berlalu. Baim masih tetap setia datang ke warnet tiap hari sepertiku. Kalau aku main, biasanya hanya 3-5 game atau sekitar 5 jam-an, setelah itu aku stop billing. Sedangkan Baim masih saja main dan ngemil-nya juga benar-benar tak bisa di rem. Bahkan bisa dibilang semua isi warung dia beli.

Suatu ketika Baim ini datang ke warnet bersama seorang temannya, Budi. Dilihat dari penampilannya, sepertinya dia seorang mahasiswa. Ia juga hobi bermain PB dan juga hobi ngemil. Sehingga bisa ditebak sampah pun semakin banyak berceceran di meja mereka.

Hingga akhirnya liburan semesterku habis. Akupun mulai sibuk kembali dengan kegiatan di kampus. Tak terasa sudah sebulan lebih aku tidak main ke warnet. Ternyata kedua laki-laki, Baim dan Budi masih suka datang ke warnet. Sekilas sempat kulihat mereka berdua mengenakan kaus oblong, celana pendek, dan motor mereka masih terparkir di luar.

Dan aku juga tahu dari anak-anak kalau mereka berdua sudah seminggu menginap di warnet. Konyolnya, ketika mereka mengantuk, billing tidak mereka stop dulu, sehingga billing tetap jalan saat mereka tertidur, sayang sekali. Nah, pas mereka tertidur itulah, para cengceremen memainkan billing mereka. Sampai saat itu belum ada tanda-tanda kedua orang itu akan kehabisan uang.

Tapi menurut kabar ternyata si mahasiswa itu hutangnya sangat banyak. Aku tahu tentang hal ini dari anak-anak yang suka datang ke warnet itu. Bayangkan saja, dia sudah kehabisan uang tapi memaksakan diri untuk terus main game, padahal untuk sekadar makan mie instan rebus saja kadang minta dibayari dulu ke temannya, dan hutang billing-nya banyak sekali. Tidak heran, soalnya sekali bermain bisa 100 jam sampai 150 jam.

Hari Minggu itu, pagi-pagi aku datang ke warnet. Kulihat Budi si mahasiswa itu sudah rapi sekali dan menenteng sebuah koper besar. Dia mau pulang ke rumah orangtuanya dengan naik pesawat. Tapi, walaupun hutang-hutangnya cukup banyak, yang kutahu dia sudah bayar lunas semua billing dan makanannya. Ternyata dia meminjam uang kepada Baim sebesar 1,7 juta untuk melunasi hutang-hutangnya itu.

Bulan berikutnya lagi, si PB mania ini masih melanjutkan main game dengan billing yang baru. Padahal aku dengar dari anak-anak warnet, keuangan si Budi ini sudah habis-habisan. Dia main game nonstop, sedangkan uang untuk jajan, makan dan minumnya dia dapat entah dari mana, yang jelas keadaannya saat itu saja sudah sangat semrawut. Pakaian tidak pernah ganti, mandi di warnet juga tidak bersih soalnya airnya sering macet dan tidak mau mengalir.

Hari-hari berikutnya, sudah tidak terlihat lagi sampah sisa-sisa makanan di mejanya, motor juga tidak tahu kemana, pakaiannya pun hanya menempel di badan saja.

Nah, suatu ketika aku sempat duduk dan ngobrol-ngobrol dengan anak-anak warnet. Menurut cerita dari operator warnet, ternyata hutang Budi bahkan bukan cuma itu saja. Ada hutang rokok sebesar 600 ribu lebih, dan hutang billing sebelumnya sebesar 900 ribu lebih belum dilunasi.

Keadaan Baim juga sama saja dengan Budi, sangat aneh dan sama semrawutnya. Badan mereka bertambah kurus, raut mukanya pucat bagaikan kurang gizi, dan kulitnya seperti terkena alergi atau mungkin karena jarang mandi, di beberapa bagian tubuhya muncul bentol-bentol merah. Masalah hutang, sudah pasti sang pemilik warnet menagihnya terus menerus. Dari situ baru ketahuan kalau dia sedang menunggu transfer dana dari istrinya yang menurut pengakuannya bekerja sebagai TKW di Arab.

Baim memang sudah benar-benar keterlaluan, istrinya susah payah bekerja menjadi TKW di Arab, tetapi ia malah kecanduan main game di kampung halaman. Ternyata Baim hanyalah seorang pengangguran, ia hanya berpura-pura memakai pakaian rapi agar orang-orang percaya bahwa ia adalah pegawai kantoran.

Di awal bulan ini, Baim terpaksa harus menghentikan billing-nya dengan durasi hampir mendekati 600 jam atau sekitar 1,2 juta-an rupiah, karena sudah tidak mampu membayar, dan dia sudah di black list oleh si pemlik warnet sehingga tidak bisa berhutang lagi.

Sekarang dia menjadi cengceremen, kegiatannya di warnet hanya menonton orang lain main game sambil menggaruk-garuk tubuhnya yang bentol-bentol merahnya semakin banyak. Dan yang lebih menyedihkan, ketika dulu dia masih punya uang banyak, dia suka mengobral billing-nya ke orang lain. Kini ketika dia sudah tidak punya uang sama sekali, tak ada seorangpun yang mau memberikan dia kesempatan untuk main.

Aku terkadang heran, bagaimana mungkin ada orang yang sampai bisa diperbudak oleh game. Aku bahkan sempat mencoba menghitung akumulasi dia dari awal main di warnet sampai sekarang, berapa banyak waktu yang terbuang sia-sia. Padahal waktu adalah sesuatu yang mahal, sangat tak ternilai. Bayangkan saja, dengan 600 jam kita bisa melakukan apa dan mendapatkan apa.

Leave a comment