Hits: 14

Samuel Sinurat

“Marilah betul-betul menjadi sahabat anak dalam keluarga, bukan menjadi komandan atau bos yang main perintah, intruksi, tetapi juga bisa mendengar isi hati anak.”- Seto Mulyadi

Pijar, Medan. Hari Anak Internasional atau dikenal Internasional Children Day merupakan peringatan yang telah dimulai sejak tahun 1950 di seluruh negara di dunia. Kesepakatannya pun resmi terjadi dalam konvensi International Women Democratic Federation di Moskow, Rusia 1949. Dalam pertemuan itu dibahas mengenai persoalan anak-anak di seluruh dunia, yaitu mengenai keberlangsungan hidup anak-anak. Sehingga secara resmi memutuskan menentapkan 1 juni sebagai hari anak demi menghormati anak-anak, mulai dari hak hidup, pendidikan serta kesehatan anak-anak.

Anak-anak pada umumnya harus memiliki kehidupan yang layak, dapat belajar dan bermain. Sebab di usia merekalah masa-masa seperti itu harus tercipta. Tetapi nyatanya, banyak anak-anak di berbagai belahan dunia yang di rampas kehidupannya. Hak anak-anak yang dirampas, pertama yaitu hak untuk hidup. Banyak anak-anak menjadi korban dari konflik kelompok antar suku, agama, dan bangsa. Selain itu, anak-anak yang hidup di daerah konflik sering direkrut menjadi pasukan oleh kelompok bersenjata, diculik atau dijadikan korban kekerasan seksual.

Kedua, hak untuk belajar dan mendapatkan pendidikan yang layak. Namun nyatanya, kini banyak anak-anak mengalami putus sekolah. Hal itu terjadi karena sekolah mereka ditutup setelah adanya konflik daerah. Selain itu, alasan lain anak-anak tidak melanjutkan pendidikan karena adanya diskriminasi pendidikan. Sehingga banyak anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu menjadi sasaran diskriminasi yang terjadi akibat mahalnya biaya pendaftaran dan uang sekolah.

Direktur Eksekutif Yayasan KKSP (Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak), Muhammad Jailani mengatakan kondisi ini merupakan pelanggaran pada hak anak dalam pendidikan. Semestinya UUD 1945 dan Konvensi Hak Anak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan juga UU Sistem Pendidikan Nasional menjamin untuk tidak ada diskriminasi dalam pendidikan.

Ketiga yaitu hak untuk bermain. Namun nyatanya, masih saja banyak anak-anak yang di eksploitasi dengan berkerja menjadi pengemis dan pengamen demi mendapatkan uang. Anak-anak tersebut pun tidak dapat melewati hari-hari mereka dengan bermain seperti para anak-anak yang lainnya.

Kini kasus yang merampas hak-hak anak-anak pun semakin banyak. Contoh lain yaitu kasus dari konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel di jalur Gaza. Kasus ini telah berlangsung lama dan masih belum ada kesepakatan damai antar kedua belah pihak. Akibat dari konflik tersebut banyak anak-anak dari Palestina menjadi korban konflik antara Israel dan Palestina. Bahkan data terbaru menujukkan, bahwa ada 65 jiwa anak merenggang nyawa akibat dari konflik tersebut. Padahal anak-anak memiliki hak untuk hidup dengan bebas tanpa adanya ancaman dari pihak tertentu.

Dengan banyaknya kasus pelanggaran terhadap hak anak-anak di seluruh dunia serta dengan adanya Hari Anak Internasional, seharusnya dapat menyadarkan kita bahwa sudah saatnya hak pada anak-anak dikembalikan seperti semula. Karena masa depan dunia ini berada di tangan anak-anak. Oleh karena itu, diharapkan para orang tua, pemerintah, dan juga negara wajib menjamin hak anak-anak, sebab anak-anak adalah tanggung jawab bersama.

(Editor: Erizki Maulida Lubis)

 

Leave a comment