Hits: 2492
Tasya Nandita
Pijar, Medan. Ketika sebuah karya musik menjadi medium pelampiasan rasa di hati, wujudnya pun berubah menjadi sebuah pesan istimewa. Balutan peristiwa nyata tanpa sekat atas refleksi kehidupan dengan improvisasi melodi-melodi yang tak biasa, Hindia menuangkan isi kepalanya melalui senandung lagu bertajuk “Rumah ke Rumah”.
Hindia yang kala itu terjebak dalam sebuah swalayan, berkutik dengan waktu selama setengah jam, akhirnya bisa menorehkan kata demi kata untuk lirik lagu “Rumah ke Rumah”. Rangkaian kata tersebut berisi tentang pengembaraan cinta seorang lelaki yang kepada perempuan yang dianggapnya sebagai ‘rumah’.
Awal kisah dari cinta masa muda, terpuruk patah hati, bertemu teman istimewa, hingga di ujung persinggahannya, akhirnya mendapatkan ‘rumah’ baru sebagai tempat hatinya bermukim. Melalui “Rumah ke Rumah”, Hindia seolah mengajak kita berkelana menyusuri lorong waktu hati Baskara, dalang di balik Hindia.
Tak hanya satu ‘rumah’ yang Hindia singgahi. Barisan wanita yang pernah dijadikannya ‘rumah’ itu pun tertuang dalam bait-bait lagunya. Dua belas wanita dengan beragam eskalasi kisah kasih, Hindia melantunkan lagunya seraya meminta maaf dan merayakan perpisahan. “Menyesal, tak kusampaikan cinta monyetku ke Kanya dan Rebecca”.
Bukan hanya sekadar ‘pamer mantan’, “Rumah ke Rumah” juga menjadi karya istimewa yang dipersembahkan untuk Ibunya Baskara (Hindia). Ibunya yang akhirnya menjadi ‘rumah dari segala rumah’ untuk setiap perjalanan kehidupannya. Tutur terima kasih Baskara ucapkan kepada Ibunya, seorang wanita yang menjadi cinta sejatinya melalui penggalan lirik “Kadang kulupa akanmu, Amalia, siap sedia tiap kubercerita, ku beruntung jadi anakmu, Bunda”.
Perjalanan hati dari “Rumah ke Rumah”, berhasil Hindia ceritakan kepada penikmat karya musik di Indonesia. Banyak dari pendengarnya memiliki cerita yang serupa, seakan-akan lagu ini terciptakan khusus bagi mereka. 37 juta pendengar musik di Spotify dan 17 juta penikmat tayangan video musik di YouTube merayakan patah hatinya bersamaan dengan lagu ini.
Kesuksesan “Rumah ke Rumah” digapai Hindia dengan mengorbankan privasi dan dimensi personalnya tentang kehidupan cintanya untuk saling membasuh satu sama lain. Hindia bercerita secara nyata kepada pendengar lagunya, agar mereka dengan kisah yang sama bahkan lebih buruk pun merasa tak sendiri terpuruk dan saling membersamai untuk sembuh. Hindia menempatkan posisinya sebagai musisi yang memiliki tujuan khusus itu di kancah musik negeri ini.
“Gua percaya kalau cerita pribadi punya kekuatan yang jauh lebih kuat, yang entah kenapa bisa menggerakkan orang lebih jauh dibanding wejangan umum. Karena kadang-kadang orang baru terbuka, bercerita dan merasa disembuhkan kalau dia punya kedekatan dengan orang yang ngobrol sama dia. Lo harus membuka diri buat orang lain supaya orang tersebut juga mau membuka diri, dan dalam percakapan itu akhirnya lo saling menyembuhkan,” tutur Baskara (Hindia), seperti yang dilansir dari pophariini.com.
Lagu “Rumah ke Rumah” bisa menjadi salah satu dari sekian banyak obat sebagai penyembuh hati yang terluka. “Rumah ke Rumah” tak mengajarkan kita untuk balas dendam akan rasa sakit tetapi bagaimana cara kita lebih menghargai perpisahan itu sendiri. Karena sejatinya, masa-masa sulit manusia adalah tabungan kebahagiaan di masa yang akan datang. Hiduplah dengan baik selagi menunggu waktu bahagiamu.
Selain “Rumah ke Rumah”, karya-karya Baskara yang digarap melalui Hindia, acap kali mengangkat dan menyebarkan hal-hal yang seirama dengan kehidupan masa kini. Kegelisahan sehari-hari, satir politik, hingga hal-hal tabu yang tak lepas dari perbincangan di masyarakat seperti pelecehan seksual dan kesehatan mental sedemikian rapi ia bungkus dalam karya-karya lagunya. Hal itu tak lain untuk memastikan bahwa ‘kita gak sendirian’, ‘semua akan bahagia pada waktunya’, ‘dan kita layak dicintai sebagai manusia’ sebagai harapan baik bagi pendengar musiknya.
(Editor: Widya Tri Utami)