Hits: 236
Jenni Sihombing
“Mencoba menangkap minat pembaca tanpa lead yang baik sama dengan mengail ikan tanpa umpan ” (Halaman 21)
Pijar, Medan. Bagaimana cara menulis suatu tulisan berita atau feature yang menarik dan tidak membosankan bagi pembaca? Apalagi di zaman yang modern ini rasanya membaca suatu berita adalah hal yang kurang digemari. Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat ditemukan di buku berjudul Seandainya Saya Wartawan Tempo karya Goenawan Mohamad yang dengan apik memaparkan garis besar sebuah berita keras (hard news) yang sangatlah berbeda dengan menulis feature.
“Feature adalah sebuah artikel kreatif yang kadang subyektif yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan,” begitu Goenawan mendefinisikan apa itu menulis feature.
Feature merupakan salah satu senjata utama di majalah harian Tempo karena sifatnya yang awet atau jangka panjang. Sifatnya yang awet menyebabkan feature akan selalu enak dibaca walaupun sudah melalui beberapa dekade. Oleh karena itu, mau dibaca setelah beberapa lama pun feature tetap tidak akan cepat pudar oleh waktu.
“Akurasi merupakan mahkota profesionalisme seorang wartawan“. (Halaman 15)
Di samping menjelaskan mengenai teknis-teknis penulisan feature, secara tidak langsung buku ini juga memberikan gambaran profesionalisme seorang jurnalis. Hal itu bukan berarti tak apa-apa, sebab jurnalisme adalah sejarah yang ditulis hari ini. Jadi, kesalahan akurasi tulisan akan menyesatkan sejumlah orang yang menjadikan tulisan kita sebagai rujukan.
Dari sekian banyak penjelasan teknis penulisan feature, kunci sebuah tulisan yang baik terletak pada paragraf satu atau lead dalam sebuah tulisan. Lead sebuah tulisan akan menentukan apakah penulis berhasil menarik minat baca seorang pembaca. Sebab, mencoba menangkap minat pembaca tanpa lead yang baik sama dengan mengail ikan tanpa umpan.
Jadi seorang penulis feature adalah seorang “empu” yang melukis dengan kata-kata. Seorang jurnalis berperan penting dalam menghidupkan imajinasi pembaca dan menarik pembaca untuk masuk ke dalam cerita seorang penulis. Pada posisi ini penulis juga harus mampu menjaga minat baca para pembaca dengan pemilihan kalimat yang tepat namun tidak bertele-tele.
Buku Seandainya Saya Wartawan Tempo dengan tebal 94 halaman ini bercerita tentang teknis-teknis penulisan berita yang dikemas dengan gaya penulisan feature. Memang tidak membutuhkan waktu lama untuk membacanya tetapi Goenawan berhasil mengemasnya dengan sangat baik yang mudah dimengerti dan dilengkapi dengan contoh-contoh kasus. Intinya Goenawan Mohamad mampu menjelaskan secara to the point dan padat akan informasinya yang ketat, berdasarkan data dan fakta yang ada.
Dalam buku ini kita juga akan menemukan kesalahan-kesalahan kecil yang sering kita abaikan dalam penulisan sebuah feature serta kaidah yang seharusnya kita pakai. Satu hal yang menarik dari buku ini yaitu, Founder Tempo tersebut berhasil menuliskan pemikirannya seperti air yang mengalir. Penulis lengkap menjelaskan dengan pemilihan diksi yang indah serta alunan kata-kata yang nikmat untuk dibaca. Dengan itu pembaca akan merasa terpana dan terarah mengikuti setiap lembaran alur pikiran penulis.
Awalnya buku ini memang hanya dijadikan sebagai panduan untuk intern Tempo saja. Tetapi, sekarang buku ini resmi dipublikasikan untuk para peminat jurnalisme pada umumnya. Dengan buku ini, diharapkan yang dapat ditularkan bukan sekedar keterampilan menulis, melainkan juga jiwa yang bebas. Begitu pesan penulis dalam buku ini.
Buku yang berisikan kaidah-kaidah penulisan feature ini sangat direkomendasikan bagi mahasiswa yang menggeluti bidang jurnalistik. Selain itu, buku ini juga cocok bagi jurnalis pemula maupun bagi mereka yang ingin mendalami lebih lanjut mengenai penulisan feature. Terakhir, tidak menutup kemungkinan jika buku ini layak dikonsumsi oleh khalayak umum yang hobi menulis.
(Editor : Lolita Wardah)