Hits: 85

Hannysa

Pijar, Medan. Perempuan sering kali tidak bisa menyuarakan ambisi mereka. Bahkan, mereka memilih diam hanya karena tidak mendapatkan kesempatan dalam pengambilan keputusan maupun menyuarakan perbedaan. Fenomena ini kerap kali terjadi pada kehidupan sehari-hari, salah satunya dalam lembaga pendidikan. Terkait hal itu, Kemendikbud melalui Pusat Penguatan Karakter bersama dengan Publicis Communication Singapore menggelar webinar internasional dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional.

Webinar yang bertajuk “The Power of Unreasonable” dilaksanakan pada Senin (15/03) dan dimulai pada pukul 13:00-15:00 WIB. Acara berlangsung melalui Zoom meeting yang menghadirkan Bapak Nadiem Makarim sebagai narasumber dan Lou Dela Pena seorang CEO Publicis Communications Singapore sebagai pembawa acara.

Penyampaian materi oleh Nadiem Makarim di Webinar The Power Of Unreasonable Women (15/03) via Zoom. (Sumber Foto:  Dokumentasi Pribadi)

Membahas pentingnya kesetaraan gender dalam lembaga pendidikan, membuat Nadiem mengaku bahwa ia sangat menyukai tema tersebut. “Saya memiliki tiga anak perempuan. Saya berharap anak-anak kelak bisa menjadi unreasonable women, karena mereka memiliki mimpi yang besar,” ujarnya.

Perempuan yang memiliki kapasitas besar, biasanya mendapatkan label unreasonable atau memaksa. Pandangan seperti inilah yang harus diubah. Selain itu, dunia pendidikan juga harus berperan untuk dapat menghilangkan pandangan tersebut dan mulai mewujudkan kesetaraan gender.

Menurut Nadiem, kita tidak bisa membuat buku tentang kesetaraan gender, yang dibutuhkan adalah role model. Sebagian besar guru di sekolah juga perempuan. Maka, anak perempuan akan menjadi inovatif jika gurunya inovatif. Selain itu, guru perempuan juga harus menunjukkan sikap independen dan mendukung imajinasi untuk menggeser persepsi buruk terhadap perempuan. Kemudian, Nadiem menjabarkan 6 kompetensi yang diperlukan anak-anak untuk bisa survive dalam lembaga pendidikan. Yang mana diantaranya adalah spiritualitas etika dan moralitas, kreativitas, inovasi, memahami etika, dapat berpikir kreatif, dan memiliki hard skill. Menurutnya, hard skill ini penting dalam menjalankan team work.

“Perempuan harus sejajar dengan laki-laki bukan tentang kompetisi, tetapi untuk menghilangkan stereotype terhadap perempuan yang ada di masyarakat karena kita tidak hanya memerangi bias gender, tetapi juga radikalisasi, kekerasan seksual, dan perundungan dalam pendidikan,” jelas Nadiem sebagai penutup.

(Editor: Erizki Maulida Lubis)

Leave a comment