Hits: 18
Maryam Mazaya / Sherenika Azalia
Pijar, Medan. Elex Media Komputindo menyelenggarakan acara yang bertemakan Pahlawan Perempuan Nasional di Indonesia melalui platform Zoom meeting pada (5/11) pukul 19.00 WIB. Webinar ini berdekatan dengan Hari Pahlawan yang bertepatan pada tanggal 10 November, yang mana setiap tahunnya kita peringati. Hari Pahlawan dilatarbelakangi oleh sebuah pertempuran heroik di Surabaya, saat bangsa ini mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1945 lalu.
Dalam acaranya, Elex Media Komputindo bekerjasama dengan Magdalene.co yaitu sebuah media berbasis online yang berisikan artikel dan juga podcast mengenai perempuan. Menghadirkan beberapa narasumber yang kaya akan pengetahuan sejarah, seperti Andi Achdian (Sejarawan dan Dosen FISIP UNAS) dan Ita Fatia Nadia (Peneliti dan Penulis Sejarah Perempuan). Acara kali ini dibawakan oleh Farah Rizki selaku Editor Non Fiksi Elex Media.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009, pahlawan nasional diartikan sebagai sebuah gelar yang diberikan kepada orang tertentu yang dahulu semasa hidupnya berjuang melawan penjajah demi kesatuan dan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jumlah pahlawan perempuan di Indonesia terhitung sebanyak 7,5% dari 173 dari total pahlawan Nasional dengan rentang waktu dari tahun 1964 sampai 2019.
Berbagai kepustakaan sejarah mencatat bahwa semua peristiwa besar terkait dengan Indonesia sebagai sebuah bangsa, bersifat maskulin dan sangat didominasi oleh narasi laki-laki.
Tidak ada sedikitpun ruang bagi perempuan untuk hadir di dalamnya. Seakan sejarah Indonesia adalah sejarahnya laki-laki, padahal jika penelitian kritis dilakukan maka perempuan seperti halnya laki-laki mempunyai narasi masa lalu yang tidak kalah penting. Perempuan hadir dan memberi arti bagi perkembangan sejarah bangsa. Hal inilah yang absen dalam historiografi Indonesia. Kuatnya bias gender di dalam historiografi Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kuatnya budaya patriarki di dalam kehidupan masyarakat.
Selama ini studi tentang kebangsaan terlalu didominasi oleh ilmu politik (yang maskulin), sehingga pemahaman tentang kebangsaan selalu mengarah pada aktivitas politik perempuan di ranah kekuasaan negara. Aktivitas politik perempuan itu memperjuangkan adanya kebijakan negara yang adil gender terhadap perempuan. Perjuangan untuk kebijakan itu telah dilakukan sejak masa pemerintahan kolonial sampai Indonesia merdeka dan hasilnya terlalu kecil, bahkan untuk mengubah aspek persamaan hak dalam undang-undang. Dalam acara webinar ini, para narasumber membahas mengenai seberapa besarkah perjuangan pahlawan perempuan Indonesia dan ditulis dalam buku “Her Story”.
Besarnya peran perempuan di era sejarah, tidak begitu terbuka layaknya pahlawan laki-laki. “Sejarah perempuan adalah sejarah perjuangan kelas perempuan untuk merebut ruang-ruang yang selama ini sudah direbut oleh maskulinitas. Sejak orde baru, seksualitas dan sejarah perempuan sudah dihilangkan dari narasi sejarah Indonesia. Sudah waktunya untuk kita kembali memanggil dan menyuarakan suara-suara perempuan yang dibungkam untuk kembali ditulis, agar bisa dibaca oleh perempuan generasi muda sekarang,” ucap Ita Fatia Nadia sebagai salah satu narasumber dari acara Pahlawan Perempuan di Tepi Sejarah.
Dengan adanya webinar mengenai Pahlawan Perempuan di Tepi Sejarah dan kita juga lebih banyak membaca buku mengenai sejarah pahlawan perempuan di masa reformasi, diharapkan perempuan generasi muda saat ini dapat menyuarakan kembali dan melanjutkan perjuangan para pahlawan perempuan. Hal tersebut guna menyetarakan gender dan membuat wanita memiliki ruang dalam berpendapat serta mempunyai kedudukan di ranah publik.
(Editor: Erizki Maulida Lubis)