Hits: 125
PrayerNugraha / Star Munthe
“Hewan juga memiliki jiwa, aku melihatnya di mata mereka.”
Pijar, Medan. Matahari sudah terbenam, bulan menemukan posisi yang tepat untuk bergantung di kertas cakrawala. Malam itu bintang terlihat sangat banyak, ikut terkagum bersama seorang anak lelaki dan seekor harimau bengal yang diam terpana menatap laut bercerita melalui pantulan cahaya rembulan.
Anak berbadan kurus itu bernama Piscine Molitor Patel, tokoh yang diilustrasikan sebagai sosok yang memiliki rasa ingin tahu akan segalanya. Ia ingin dipanggil Pi, tapi teman-temannya memanggil Pissing (kencing), karena kata Piscine rentan diplesetkan menjadi demikian.
“ ? (pi) merupakan huruf ke-enam belas dari alfabet yunani, juga digunakan dalam matematika untuk mewakili rasio setiap diameter suatu lingkaran, bilangan untuk menyatakan panjang tak terbatas dan biasanya dibulatkan dalam tiga digit angka yaitu 3,14,” jelas Pi kepada teman-teman sekolahnya, saat ia diminta memperkenalkan diri. Hal itu juga dilakukannya demi meredam plesetan pada namanya. Tapi usahanya tidak berhasil, ia tetap dipanggil Pissing, nama yang empuk menjadi bahan ejekan.
Di atas sekoci berwarna putih, Pi dan sahabatnya Richard Parker berusaha melawan nafsu dan insting saling menerkam. Sejak kecil, Pi percaya kalau semua hewan juga memiliki jiwa. Kedua orangtuanya selalu membantah argumen tersebut, dan menganggap Pi sebagai anak yang pembangkang. Hal tersebut selaras dengan alasan yang waras karena Pi memang lahir di tengah keluarga yang tidak percaya akan keberadaan Tuhan.
Pi sudah berada di tandukan maut, sebab suplai makanan telah ditelan samudra yang lapar. Tapi ia percaya, ia memilih untuk tidak menyerah. Ia berdoa kepada 3,3 juta dewa agama Hindu, kepada Yesus Kristus yang pernah ditemuinya di salah satu perbukitan, dan kepada Allah yang memanggilnya saat adzan berkumandang. Ia percaya Tuhan benar adanya, dan dia meyakini Tuhan bekerja dengan cara yang misterius.
Pi adalah teladan bagi kita. Ia meyakini semua Tuhan adalah benar, dan semua agama mengajarkan kebaikan. Oleh sebab itu ia meletakan keyakinan kepada semua agama yang dikenalkan kepadanya. “Kau perlu masuk tiga agama lagi, Piscine. Dan liburanmu akan habis untuk beribadah,” sebut ayah Pi sambil menyinggung Pi karena berdoa sebelum menyantap makan malam.
Pi di tengah samudra. Mengambang diterjang ombak. Dihantam badai. Diserang angin. Belum lagi ancaman hiu dari bawah laut, atau kapan saja harimau bengal yang kelaparan itu bisa menerkam Pi. Namun ia percaya, sebuas apapun Richard Parker, ia memiliki jiwa. Itu tampak dari matanya. Dan karena itu, Pi berusaha menjadikan Richard Parker sebagai temannya melewati rintangan sampai menemukan daratan.
Keajaiban itu muncul dengan cara yang tak terduga. Pi dan Richard Parker menemukan daratan yang penuh melimpah ruah kekayaan nabati dan hewaninya. Itu bisa saja menjadi surga bagi mereka. Tapi surga hanyalah ucapan di siang hari. Kala malam menyambut, pulau itu akan mengambil semua yang diambil daripadanya.
“Aku melihat bagaimana hidupku berakhir jika aku memutuskan tinggal di pulau itu. Sendirian dan dilupakan. Aku harus kembali menggapai dunia, atau mati saat mencobanya.”
Dengan persiapan penuh amunisi untuk bekal bertahan hidup, Richard Parker siap berlayar bersama Pi untuk menemukan peradaban. Ombak menyeret dan angin menuntun mereka. Laki-laki kurus dan harimau bengal itu akhirnya menemukan hamparan pasir pantai sehangat kasur di kamar. Arus telah membawa mereka menginka daratan Mexico. Tepat di bibir pantai, ada hutan yang menunggu Richard Parker. Pi yang terjatuh hanya bisa menyaksikannya pergi. Perpisahan adalah hal yang membuat air mata bergeming. Pi tak sanggup berdiri, dan Richard Parker menuju hutan tanpa menoleh sedikitpun kepada sahabatnya.
Beberapa jam setelah itu, ia ditemukan oleh warga sekitar. Ia menangis, bukan karena ia bahagia telah diselamatkan, melainkan karena ia merasa ditinggalkan oleh sahabatnya dalam bertahan hidup. Richard Parker bahkan tidak menoleh saat memasuki hutan, ia hanya terpaku akan hijau dan sejuknya oksigen.
“Aku menangis karena Richard Parker meninggalkanku. Dia mematahkan hatiku. Bahkan aku tidak sempat mengucap selamat tinggal setelah semuanya.”
Kisah gemilang Pi dan Richard Parker di tengah samudera yang berjuang menemukan peradaban sukses memberi warna bagi perspektif realitas. Bagi Ang Lee (Sutradara), Life of Pi adalah film tersulit yang pernah ia tukangi. Namun, film adaptasi novel karya Yan Martel tersebut sukses menjadi salah satu film terbaik di dunia setelah berhasil mendominsai Oscar 2013 silam dan penghargaan film bergengsi lainnya.
(Redaktur Tulisan: Intan Sari)