Hits: 1190

Citra R Ginting

Pijar,Medan. Kebudayaan Sumatera Utara tidak terlepas dari berbagai suku dan bangsa yang mendiaminya, kebudayaan yang terdiri dari sub-sub budaya menjadi identitias asli dari berbagai daerah. Namun, tidak sedikit juga yang sudah membaur dan menghasilkan pola-pola kebudayaan baru.

Seperti halnya dengan suku karo yang merupakan sub suku dari Sumatera Utara, salah satu hal yang menarik dari budaya suku karo adalah adat Ngosei orang tua. Ngosei orang tua secara arti umumnya adalah mengganti pakaian, namun mengganti pakaian merupakan konotasi dari ungkapan rasa syukur kedua orang tua terhadap anak-anaknya yang telah menikah semua. Kedua orang tua berharap agar kesialan dan musibah seperti penyakit dan lainnya tidak menimpa ke anak-anak maupun ke cucunya.

Prosesinya meliputi, kedua orangtua dimandikan oleh anak-anaknya ketika  matahari belum terbit. Saat dimandikan oleh anaknya-anaknya, saat itulah orang tua sudah merasa pasrah dan siap jika suatu hari nanti mereka akan dipanggil oleh Sang Maha Kuasa.

Selanjutnya, kedua orang tua dipakaikan baju yang bagus dan didudukkan berdua seperti layaknya sepasang pengantin yang akan menikah. Acara sakral Ngosei dihadiri oleh anak, cucu, keluarga istri (kalimbubu), dan kerabat lainnya.  Lalu anak cucu satu persatu menyuapi kedua orangtua mereka, yang bermakna bahwa mungkin saja itu suapan terakhir kepada orang tua mereka. Tentu saja hal ini dapat membuat isak tangis sang anak, maupun kedua orang tua di saat proses acara sakral tersebut.

Setelah selesai acara menyuapi orangtua, kemudian acara makan bersama dan dilanjutkan dengan pidato, di pidato tersebutlah disampaikan nasihat dari orang tua kepada anak-anaknya untuk selalu akur.

Dalam hal ini, kedua orang tua meminta kepada Tuhan agar kesulitan anaknya ditimpakan kepada orang tua saja. Hal ini sebagai bentuk rasa cinta kedua orang tua yang teramat besar kepada anak-anak dan cucunya. Isi pidato biasanya mengungkapkan rasa terima kasih anak-anak atas jasa yang diberikan oleh orang tua mereka selama ini.

Budaya yang telah ada sejak ribuan tahun lalu ini, konon merupakan bentuk permintaan orang tua kepada anak-anaknya untuk menjalankan acara sakral tersebut. Ketika anak-anak mereka telah menikah semua, kemudian memiliki cucu, orang tua tidak ingin jika suatu hari nanti anak maupun cucunya pergi mendahului sebelum dirinya.

Filosofi Ngosei mengajari setiap orang, bahwa kasih orang tua memang sepanjang masa. Bahkan, mereka tidak ingin jika anak-cucu mereka sampai mendahului mereka menuju Sang Maha Kuasa.

(Redaktur Tulisan: Viona Matullessya)

Leave a comment