Hits: 500

Star Yeheskiel Munthe/Lucky Andriansyah

Judul buku                              : Animal Farm

Penulis                                     : George Orwell

Penerbit                                   : Sumbu (Yogyakarta)

Jumlah halaman                    : 109 halaman (edisi Indonesia)

ISBN                                         : 979-96448-2-8

 

“Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengonsumsi tanpa meghasilkan. Ia tidak memberi susu, ia tidak bertelur, ia terlalu lemah menarik bajak, ia tidak bisa berlari cepat utuk menangkap terwelu. Namun, ia adalah penguasa atas semua binatang. Manusia meyuruh binatang bekerja, manusia mengembalikan seminimal mungkin hanya untuk menjaga supaya binatang tidak kelaparan, sisanya untuk manusia sendiri. Tenaga kami utuk membajak tanah, kotoran kami untuk meyuburkan tanah, tetapi tak satupun dari kami memiliki tanah seluas kulit kami.”

(George Orwell, Animal Farm)

PIJAR, Medan. Sebuah kesan yang sangat fenomenal bila mendengar ada sekumpulan hewan ternak yang melakukan kudeta terhadap penguasa bumi, manusia. Novel karya George Orwell satu ini merupakan salah satu novel klasik dunia yang sangat direkomendasikan dan mendapatkan rating yang sangat baik dalam situs goodreads.

Animal Farm tidak bercerita tentang kehidupan para ternak atau bagaimana manusia mengolah sumber daya ternak untuk mendapat suatu keuntungan belaka. Tetapi buku ini menceritakan tentang kekuasaan dan kepemimpinan.

Cerita bermula pada suatu malam, Mayor Tua (seekor babi yang disegani) mengumpulkan para binatang di pertanian manor milik Sir Jones. Si Mayor Tua menceritakan tentang mimpinya dan ide pemberontakan binatang untuk lepas dari eksploitasi manusia. Dia menyampaikan gagasan tentang pertanian yang dikelola sendiri oleh binatang, tanpa intervensi manusia, kemudian binatang-binatang mempunyai kebebasan untuk hidup dalam keamanan dan keharmonisan.

Dalam perspektif Mayor Tua, manusia digambarkan sebagai parasit. Manusia ada hanya untuk memperbudak hewan, menguras tenaga mereka lalu mencampakkannya tanpa peduli dan lupa berbagi hasil secara adil kepada mereka. Hal inilah yang membuat Mayor Tua bermimpi tentang kehidupan tanpa manusia di muka bumi ini. Tak lama setelah bercerita tentang mimpinya, tiga hari kemudian Mayor Tua meninggal.

Sepeninggal Mayor Tua, kekosongan kekuasaan langsung diambil alih oleh dua ekor babi, Snowball dan Napoleon. Mereka langsug megubah mimpi Mayor tua menjadi paham politik sesungguhnya. Pada suatu malam saat hewan-hewan kelaparan, mereka melakukan pemberontakan kepada Sir Jones dan keluargannya.

Keberhasilan misi politik menghantarkan mereka pada suatu tatanan, peternakan itu kemudian mereka namakan sebagai “Peternakan Hewan”.

Keberhasilan dalam melakukan kudeta atas peternakan tak membuat Snowball dan Napoleon merasa yakin keamanan dan keharmonisan akan terwujud. Maka mereka menciptakan tujuh hukum falsafah baru hewanisme yang dituliskan pada dinding bangsal supaya semua hewan bisa membacanya. Ada satu hukum yang sangat penting, yakni “Semua binatang adalah sama.”

Secara tidak langsung, sebenarnya buku ini menggambarkan kisah sejarah bagaimana kudeta yang dilakukan oleh kekaisaran Prusia dan melahirkan sebuah negara besar bernama Uni Soviet. Negara ini kemudian memiliki asas sosialisme yang artinya semua manusia sama (penghapusan kelas-kelas dalam masyarakat).

Bagimana kejeniusan seorang George Orwell dapat menggambarkan kisah besar sebuah sejarah ke dalam buku setebal 109 halaman memang layak diberikan apresiasi besar. Buku yang secara tidak langsung  mengajarkan para pembacanya mengenai apa itu kepemimpinan dan kekuasaan dalam dunia politik.

Banyaknya konflik dengan sudut pandang yang dikemas secara apik menjadikan para pembacanya terus penasaran dan tidak bisa berhenti membaca buku yang satu ini. Pro dan kontra yang disuguhkan George Orwell dapat mengobrak-abrik emosi para pembacanya.

Banyak sekali pesan yang dapat diambil dalam buku ini. Salah satunya adalah tidak selayaknya manusia bersikap sombong dan bertindak semena-mena kepada makhluk lain yang dianggap lemah.

(Redaktur Tulisan: Viona Matullessya)

 

Leave a comment