Hits: 22
Ade Purna Puspita
Sudah satu jam lebih dua puluh menit,
Bahkan dua cangkir tehnya sudah dingin.
Namun sepenggal kata masih kelu diucap sepasang,
Sang Adam menghela napas, Sang Hawa menunduk gugup.
Elegi jingga mendominasi cakrawala sore,
Gradiasi warna ibarat sanubari kalut dua insan itu.
Pertemuan ini bukanlah sekedar teman biasa,
Namun percakapan dua hati yang mencoba menjadi nahkoda.
Sang Adam buka suara,
Pikirku rembulan mengakui kalau kita duduk disini,
Tertawa menghadap dua orang dungu yang sibuk membisu.
Mana cibirmu? Malukah mereka menghampiriku?
Sang Adam terbungkam lagi,
Mari bersantai, satu meja berdua, dan membicarakan kehidupan.
Hanya aku dan kamu.
Dipalingkan wajah, disibaklah surai indahnya,
Ditangkupnya segenggam khawatir di kepalan tangan.
Sang Hawa menangkap manik Adam dalam cermin mata,
Tawa candamu belum terdengar. Kemana ya mereka?
Sang Hawa jeda sejenak,
Pikirku nyamanmu tak lagi rumah singgah.
Disini hanya ada satu meja dan dua cangkir teh,
Sudikah kubuat teh hangat kita berikutnya?