Hits: 56
Salsabila Sagala
“Baik. Jika tidak ada lagi pertanyaan kita cukupkan pelajaran untuk hari ini,” ucap Pak Sasno sebagai dosen Filsafat Negara yang terkenal akan kepintarannya.
Aku menghela nafasku dan menutup layar laptop dengan cepat, ya benar. Kuliah online sedikit membuat mata menjadi rentan lebih cepat lelah.
“Kayaknya ada beberapa tugas yang belum selesai, deh,” celetukku ketika aku hendak tertidur. Aku memutuskan untuk kembali membuka laptop, dan asyik berkutat di dalam Word untuk menyelesaikan tugas.
Namun tiba-tiba suara berisik dari dapur menganggu konsentrasiku. Aku langsung terdiam, jemariku tidak lagi berada pada keyboard laptop, kutatap lurus ke arah meja makan. Pasalnya hari ini hanya aku sendiri yang berada di dalam rumah. Keheningan menyelimuti indra pendengaranku. “Ah apa aku salah dengar? Ya, sepertinya salah dengar,” gumamku. Aku harus kembali fokus mengerjakan tugas ku yang akan dikumpulkan esok hari.
“BAK!” Seketika aku terkejut ketika mendengar suara yang amat sangat besar dan membuat ku menoleh ke sumber suara. Benar suara itu berasal dari dapurku. Sekadar informasi saja, aku anak yang sangat menyukai cerita mistis, spiritual, dan sejenisnya. Jadi untuk kasus seperti ini, sangat mustahil untuk aku berpikir bahwa itu hanya angin. Aku mulai membayangkan semua hal menyeramkan di kepalaku, sedikit takut tapi aku tetap memberanikan diri untuk sedikit mengintip ke arah sumber suara.
Tak lupa ku keluarkan ponsel untuk merekam bukti bahwa ada beberapa bunyi di dapur yang membuat aku tak nyaman, yang nantinya akan kuberitahu kepada orang tuaku pastinya. Kali ini benar-benar bukan halusinasiku. Aku menyalakan kamera ponselku dan merekamnya sedikit jauh dari posisi dapurku. Suara itu benar-benar ada. Suara berisik seperti barang beradu dan seperti barang berjatuhan jelas memenuhi seisi rumah. Aku terdiam, aku tak tahu harus apa selain berdiam diri sambil merekam kejadian aneh ini.
Pikiran anehku semakin meluas. Apa nantinya akan ada sosok makhluk yang keluar kemudian mengejar-ngejarku? Bukannya berhenti, suaranya semakin berisik. “Wah udah gak bener, sih ini!” Aku langsung mengambil kembali laptopku dan berlari secepat kilat menuju kamarku. Terserah apa yang terjadi aku hanya perlu untuk melarikan diri.
Ketika memasuki kamar, suara-suara keras yang tadinya mengangguku sekarang sudah sirna bahkan tak terdengar sedikitpun. Aku mulai merasa tenang dan dapat melakukan aktivitas lagi tanpa rasa cemas, tetap mengerjakan tugas dan akhirnya rasa kantuk pun memenangkan pertarungan. Aku memilih untuk istirahat dengan tidur siang.
“Tuk Tuk Tuk!” Aku tersadar ketika suara itu memasuki indra pendengaranku. Seperti suara kaca jendela yang diketuk. Oh, aku rasa kakakku sudah pulang, jadi dia mengetuk jendela untuk minta dibukakan pintu. Dengan mata terpejam aku sedikit berteriak, “Masuk aja pintunya gak aku kunci,” ucapku harap-harap suaraku terdengar sampai luar.
Ketukannya hilang. Sepertinya suaraku terdengar namun aku tersadar, aku mengernyitkan dahi sambal berpikir, “Oh tidak! Kamarku kan di lantai 2!”
Aku langsung membuka mataku. Pikiranku sepenuhnya sadar. Siapa yang mengetuk jendela kamarku barusan? Aku menolehkan kepalaku ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 3 sore. Aku menarik nafasku dalam, aku harus tenang. Ini masih sore, tidak ada setan berkeliaran di jam segini dan mungkin saja ketukan tadi berasal dari mimpiku.
Berpikir membuatku lapar. Aku memberanikan diri untuk turun ke dapur. Namun di ruang keluarga, langkahku terhenti melihat sosok perempuan yang berdiri di dapur membelakangiku. Rambutnya tergerai panjang dan dia hanya diam saja tanpa melakukan apapun.
Dalam seumur hidupku, aku tak pernah merasa setakut ini. Bahkan ketika belajar sepeda untuk yang pertama kalinya rasa takutku pada detik ini jauh lebih besar. Tapi mungkin saja itu kakakku, dilihat dari tubuh dan rambutnya yang tergerai itu memang mirip dengan dirinya.
“Kak…” aku berusaha memanggilnya dan dia hanya diam saja. Jangankan untuk menyahuti panggilanku, sosok di dapur itu benar-benar diam tidak bergerak. Kemudian kurasakan ponselku bergetar. Tulisan “Kak Dira” tercantum jelas di ponselku. Aku diam. Demi apapun aku tidak berani melakukan gerakan sedikitpun. Rasa-rasanya perempuan yang berdiri di dapur akan langsung mengejarku kalau aku membuat sedikit saja pergerakan.
“Sudah tahu, ya?” dia berbicara sembari menolehkan kepalanya kearahku.
TANG!!
Aku tersentak. Nafasku sesak dan tubuhku berkeringat. Semua terasa nyata tapi di sinilah aku, terbaring di atas tempat tidurku sembari mengatur ulang nafasku. Syukurlah hanya mimpi.
Tapi suara berisik yang membangunkanku barusan masih terdengar jelas. Sepertinya keadaan di bawah cukup ramai. Aku mengambil ponselku dan perlahan turun ke bawah. Berjaga-jaga kalau saja mimpiku barusan menjadi nyata. Namun yang kulihat sekarang adalah pemandangan dapur yang berantakan dan tingkah heboh dua perempuan yang tengah menggeser kursi dan berlarian. Ya, kakak dan ibuku seperti tengah berperang di sana.
“Ngapain sih?” ucapku sambil menghampiri mereka. Ibuku dengan sapunya melihatku dan berkata, “Dek, ada tikus, dek! Buruan liatin!”
Aku tertawa terbahak-bahak. Sepertinya tidak ada lagi hal yang perlu kukhawatirkan dan aku tak perlu lagi berimajinasi aneh-aneh tentang hal yang menimpaku tadi siang. Semua ini adalah ulah si tikus.