Hits: 519
Ulfa Rahmani Afrila
Pijar, Medan. Buku Rindu, satu lagi karya persembahan Tere Liye yang ke 20 setelah beberapa judul buku sebelumnya seperti Bumi, Sunset Bersama Rosie, Rembulan Tenggelam di Wajahmu dan lain sebagainya. Seperti biasa ciri khas penulis bernama asli Darwis ini selalu mengangkat hal-hal sederhana namun sarat pesan dan makna.
“Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya,kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yg seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yg seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”
Itulah sepenggal paragraf berisi renungan dari salah seorang tokoh dalam kisah buku ini. Buku Rindu ini berisikan tentang kisah klasik mengenai perjalanan haji yang dilakukan pada era tahun 1938. Era dimana Indonesia masih kental dengan namanya pemerintahan kolonial Belanda. Cerita ini diawali dari pelabuhan Makassar, tempat dimana kapal yang sudah ditunggu sebegitu lamanya oleh para penumpang yang akan menaikinya. Kapal itu Blitar Holland namanya, merupakan kapal kargo uap terbesar di zaman itu. Berlayar mengelilingi hampir seluruh dunia. Kapal yang dibuat di Eropa tahun 1923. Dimiliki oleh salah satu raksasa perusahaan logistik dan transportasi besar asal Belanda, Koninklijke Rotterdam.
Kapal Blitar Holland inilah yang akan menampung berbagai kisah yang terjadi kepada para penumpangnya nanti saat perjalanan haji berlangsung. Bukan dalam wktu singkat perjalanan itu akan berlangsung, melainkan berbulan bulan lamanya. Penuh perjuangan, penuh air mata keharuan penuh air mata keinsyafan. Mengorbankan waktu, harta, bahkan dalam banyak kasus, jugs nyawa. Jamaah yang berangkat haji ini, membawa pertanyaan masing masing. Baik yang menyadari benar apa pertanyaannya, atau hanya tersirat dalam doa doa.
Kisah dalam buku ini adalah tentang pertanyaan pertanyaan tersebut. Ada lima pertanyaan yang dibawa oleh lima orang penumpang dengan latar belakng masing masing yang berbeda dalam kapal Blitar Holland tersebut. Pertanyaan hidup yang disimpan oleh seorang penumpang perempuan muallaf berusia empat puluh tahun, yang merupakan seorang guru mengaji anak anak. Pertanyaan oleh seorang laki laki yang tampak luarnya memiliki hidup yang bahagia, punya harta, punya nama baik, pendidikan, istri yang cantik dan shalehah serta anak anak yang pintar dan menggemaskan. Pertanyaan oleh seorang kakek tua yang ditinggal pergi oleh istri yang amat sangat ia cintai karena meninggal dunia saat perjalanan haji berlangsung. Pertanyaan oleh seorang pemuda pelaut yang berusaha lari dari suatu kejadian menyakitkan hatinya, kemudian menjadi kelasi kapal yang pendiam di kapal tersebut. Pertanyaan terakhir adalah dari seorang alim ulama besar yang bijak dan luas ilmunya. Seorang ulama yang secara bijak berhasil menjawab empat pertanyaan dari penumpang lain, namun tak mampu menjawab pertanyaanya sendiri.
“Lihatlah kemari wahai wajah gelap malam. Lihatlah seorang yang selalu pandai menjawab pertanyaan orang lain, tapi dia tidak pernah bisa menjawab pertanyaannya sendiri.”
“Lihatlah kemari wahai lautan luas. Lihatlah seorang yang selalu punya kata bijak untuk orang lain, tapi dia tidak pernah bisa bijak untk dirinya sendiri.”
Perjalanan panjang yang dialami oleh para penumpang kapal dari hari kehari, dari minggu ke minggu dan dari bulan kebulan. Lambaat laun akan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang ditanyakan tersebut. Jawaban yang didapatpun bukan hanya serta merta sekedar sebuah jawaban biasa melainkan jawaban yang penuh dengan kebijakan hidup yang bisa menjadi acuan bagi diri.
“Kita tidak bisa melakukan itu Upe. Tidak bisa. Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. uilailah dengan damai menerima masa lalu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjdi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya, perlahan lahan dia akan memudarsendiri. Disiram oleh waktu dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia.”