Hits: 14
Hidayat Sikumbang
Pijar, Medan. Seluruh penonton mendadak histeris saat film “Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot” berakhir. Riuh tepuk tangan yang sahut-menyahut tak henti-hentinya ditepukkan. Untuk kali pertama, Indonesia memiliki Universe miliknya sendiri, tak jauh berbeda dengan Marvel ataupun DC. Kita boleh berbangga, sebab ada banyak dongeng lewat komik lawas yang akan diterbitkan menjadi sebuah dunia pahlawan super. Sempurna? Bisa jadi, film Gundala sang pahlawan petir yang tayang perdana pada (29/8) berhasil memupuk asa.
Film ini menceritakan tentang Sancaka (Abimana Aryasatya), sosok di balik Gundala yang memiliki kekuatan kilat. Kekuatannya ia dapatkan dari sambaran petir. Dari sinilah, Sancaka memiliki rasa takut yang luar biasa dengan petir. Namun, petir tersebutlah yang memberikannya kekuatan, kesempatan, untuk menjadi pahlawan super dan melawan penindasan.
Masa hidup Sancaka di masa kecil terbilang menyedihkan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Ayahnya mati di hadapannya dan setahun setelah itu ibunya pergi meninggalkannya juga. Bak film pahlawan super lainnya, Gundala sudah memenuhi spesifikasi. Sang pahlawan harus ditindas terlebih dahulu dan ditinggal orang yang ia sayangi.
Tangan dingin Joko Anwar sebagai Sutradara juga tidak perlu dipertanyakan lagi. Bumilangit dengan totalitas luar biasa memilih orang-orang yang sudah mumpuni di bidangnya. Tak perlu diragukan lagi, Pengkor (Bront Palarae) sebagai dalang kejahatan di dalam ini sukses membuat emosi menjadi semakin berkecamuk. Kecerdasan Joko Anwar dalam hal pemilihan latar pun teruji. Ia ingin menyelamatkan film ini agar ramah bagi para milenial yang terlanjur mencintai film-film pahlawan super asing. Ia pun memilih latar waktu masa kini dan tentu saja akan sedikit melenceng dari komik. Berhasilkah? Hanya penonton yang bisa menilai ini.
Sebagai contoh, Gundala pada komik bukanlah sebagai petugas keamanan. Ia merupakan ilmuwan yang juga berprofesi sebagai insinyur. Ia juga mengakui bahwa ini merupakan hasil olah cerita yang ia kreasikan sendiri. “Kebetulan, kami tidak mendasarkan film dari 1981. Saya nonton filmnya dan suka. Tapi kalau kami bikin superhero dari origin-nya, kami menggabungkan dari komik dan catatan dari Pak Hasmi,” tutur Joko Anwar saat diwawancarai seperti yang tertulis pada laman tirto.id
“Latarnya akan memakai tempat di Jakarta, tapi tetap dengan semangat dan jiwa masih Gundala Putra Petir yang sama seperti komiknya, kalau pakai latar komik sudah tidak up to date, jadi dikasih yang saat ini,” tutur pria yang juga menahkodai film Pengabdi Setan ini seperti yang dikutip dari CNN Indonesia. Gundala sebagai film pembuka dari Bumilangit Cinematic Universe memberikan sajian yang cukup apik. Film ini juga berhasil menembus Toronto International Film Festival, salah satu festival film sarat gengsi dari seluruh penjuru dunia.
Gundala memang lahir pada masa yang tepat. Ketika para pecinta film pahlawan super di Indonesia tengah dibuat berkabung oleh pahlawan super pabrikan luar negeri, Sancaka dan pasukan-pasukannya memberi asa, bahwa pahlawan super nusantara tak bisa dipandang sebelah mata.
Sejenak kita bisa berbangga bahwa kita telah memiliki pahlawan super baru. Film ini akan memberi nafas baru bahwa Indonesia juga bisa punya kekayaan super setara dengan luar negeri. Apa gunanya membanding-bandingkan film Gundala dengan pabrikan Marvel atau DC, toh pada akhirnya kita sebagai orang awam datang ke bioskop untuk menikmati hiburan, bukan mengkritisinya.
(Redaktur Tulisan: Intan Sari)