Full Metal Jacket – Drama Humanis Peperangan

Hits: 639

Full Metal Jacket (1987) bercerita mengenai perang antara Amerika melawan Vietnam. Namun, film ini bukan hanya menyajikan kekejaman perang saja, melainkan juga kekonyolan dari para tentara dalam menyikapi perang itu sendiri. Foto : http://ibnuinterest.blogspot.com/2013/02/full-metal-jacket-1987-review-movie.html.

The dead know only one thing: it is better to be alive” – Pvt. Joker Davis

Pijar, Medan. Film merupakan sebuah karya seni yang sudah ditemukan pertama kali sejak abad ke-12, ditandai dengan ditemukannya kamera Obscura.  Dengan munculnya alat perekam gerak tubuh tersebut, para seniman atau pembuat film yang sebelumnya merupakan seorang yang bekerja dalam dunia teater, mulai beralih ke industri film. Salah satu pembuat film yang cukup terkenal pada saat itu adalah  Lumierre Bersaudara, Louis dan Auguste Lumierre pada tahun 1895 di Lyon, Prancis. Mereka adalah pembuat film sekaligus juga pembuat alat untuk merekam atau kamera film yang bernama Cinématographe.

Dilihat sudut pandang manapun, film dan sejarah manusia mempunya hubungan yang berkesinambungan. Dengan adanya karya seni berbentuk film, para sutradara dan sejarawan dapat membuat atau merekam kejadian yang tercatat sebagai sejarah suatu Negara atau kelompok ke dalam sebuah film. Sehingga, walau bagaimanapun film tersebut sangat berguna sebagai proses pembelajaran sejarah pada generasi mendatang kelak. Jadi, dapat dikatakan film merupakan karya seni  yang sangat penting bagi umat manusia.

Beberapa film perang yang mempunyai peran dalam sejarah dan berhubungan dalam sejarah seperti Schindler List (1993), Apocalypse Now (1979), Army of Shadows (1969),  The Deer Hunter (1978), Saving Private Ryan (1998), Das Boot (1981), Black Hawk Down (2001),  The Pianist (2002), dan Downfall (2004)

Dalam membicarakan antara sejarah dan film, ada sebuah film yang bernama  Full Metal Jacket (1987), yang sedikit membahas tentang sejarah kelam, antara Amerika dan Vietnam dalam perang Vietnam pada tahun 1957 sampai 1975. Film ini, menceritakan tentang pengalaman para tentara  Amerika yang dikirim ke Vietnam, namun di film ini tidak hanya terus menggambarkan kekejaman perang. Ada beberapa adegan yang memperlihatkan kekonyolan para tentara dalam menyikapi perang itu sendiri. Ini adalah sebuah film sejarah bertemakan perang Vietnam, yang sedikit dibumbui oleh drama. Tetapi ini bukan film perang biasa, ada sesuatu yang membuat film ini berbeda pada umumnya.

Film ini dimulai dengan perekrutan para anggota tentara muda, yang terdiri dari Private Joker Davis (Mathew Modine), Pvt. Leonard “Gomer Pyle” Lawrence ( Vincent D’Onofrio),  dan Pvt. Cowboy (Lee Howard).  Ketiga tentara muda tersebut menjalani pelatihan perang di pusat pelatihan tentaran di Pulau Pariss. Pelatihan yang sangat keras dengan di komandoi oleh Sersan Gunney Hartman ( Lee Erney) membuat beberapa perwiran tentara kesusahan, seperti yang dialami oleh Pvt. Leonard. Sehingga  pada suatu ketika, ada kejadian yang membuatnya tertekan dan tidak terkendali sehingga dia membunuh Sersan Gunney, lalu bunuh diri setelahnya. Film ini tidak hanya menawarkan adegan-adegan yang gelap seperti itu, terkadang ada kelucuan-kelucuan sering terjadi, seperti ketika para tentara menyanyikan lagu-lagu popular namun beberapa liriknya dirubah menjadi kata-kata kasar lelucon khas Amerika.  Selanjutnya, adegan berpindah fokus pada Pvt. Joker Davis, yang menjadi reporter perang bersama seorang fotografer, Rafterman (Kevyn Major Howard) di Vietnam.  Dia menjadi reporter koresponden pada siaran War and Stripes. Kemudian, Joker dan Rafterman dikirim ke Phu Bai, untuk meliput para tentara yang sedang berperang. Pada saat itu lah, dia berjumpa Pvt. Cowboy (Lee Howard) teman satu kamp pelatihan di Paris, dan para marinir lainnya seperti  Animal Mother (Adam Baldwin), Eightball (Dorian Harewood), dan  Crazy Earl (Kieron Jecchinis), yang langsung menumpahkan perasaan mereka mengenai perang yang sedang berkecamuk di negara tersebut.

Tema drama perang yang dibalut black comedy membuat Full Metal Jacket begitu menarik ditonton. Foto : http://thefilmsof.blogspot.com/2012/04/films-of-stanley-kubrick.html.

Tema dalam film ini adalah sebuah drama perang namun dibalut black comedy. Tetapi  peperangan tersebut, hanya menjadi pelengkap dan tidak menjadi bumbu utama dalam film ini. Hal ini terlihat ketika Kubrick, memperlihatkan dari awal film bentuk penderitaan para tentara baru di kamp pelatihan. Dalam melihat film ini, saya kira Kubrick lebih berpusat pada pengambilan cerita sisi humanis para tentara.  Tidak semua para tentara atau marinir tersebut dapat menahan tekanan dan ketakutan ketika berada pada kamp tentara, juga pada saat di medan perang. Hal tersebut terlihat pada satu adegan,  yang dimana salah satu tentara tersebut tidak dapat menahan tekanan sehingga membunuh komandannya juga dirinya sendiri. Sisi humanis dari seseorang tentaralah yang di eksplor olah Kubrick dalam film ini, yang dimana para sutradara lain belum melihat akan peluang tersebut.

Dalam pendalaman dan pemilihan tokoh atau karakter yang akan diperankan Kubrick juga tidak mencari aktor terkenal saja. Menurut beberapa informasi, Kubrick melakukan audisi  di dua  negara yaitu Amerika dan Kanada, dimana dari 3000 para pengikut audisi, hanya beberapa terpilih. Sering juga Kubrick langsung melakukan audisi ke pusat ketentaraan.

Soundtrack dapat membuat sebuah film menjadi lebih hidup dan berwarna. Terkadang, sebuah soundtrack dapat memengaruhi mood penonton dan mendramatisir sebuah adegan. Dalam film ini, musik dengan khas drum tentara sering terdengar. Juga, Kubrick tidak asal memilih pengiring suara, ia hanya memilih beberapa pengisi musik pengiring yang jenius, seperti  Johnnie Wright – “Hello Vietnam”, The Dixie Cups – “Chapel of Love”, Sam the Sham & The Pharaohs – “Wooly Bully”, Chris Kenner – “I Like It Like That”,  Nancy Sinatra – “These Boots Are Made For Walkin'”, The Trashmen – “Surfin’ Bird”, Goldman Band – “Marines’ Hymn”, dan juga The Rolling Stones – “Paint It, Black”.

Film yang disutradarai oleh Stanley Kubrick ini, merupakan sebuah film adaptasi yang berasal dari sebuah novel karya Gustav Hasford pada tahun 1979, yang berjudul  The Short-Timers and Stars. Dalam film ini, Kubrick ingin menggambarkan sisi lain dari para tentara Amerika yang dikirim berperang. Kubrick tidak hanya mengeksplorasi dari segi drama dan aksi peperangan saja. Namun, dia juga sekaligus ingin menggambarkan kengerian dan kemunduran yang ditimbulkan dari perang itu sendiri. Selain itu juga, Kubrick bermaksud memperlihatkan cara kerja para reporter perang, yang bisa saja meninggal ketika melakukan liputan.

Akhir kata, seperti yang saya  jelaskan sebelumnya film adalah sebuah produk seni dan sejarah. Film-film adalah sebuah bentuk manifestasi sejarah dari sebuah negara. Alangkah hebatnya, Kubrick dapat membuat sebuah film yang bertemakan perang namun mengemasnya dengan suatu cara yang hebat dan jenius. Terimakasih Kubrick atas karya seninya. (yi)

Leave a comment