Jejak Berkah dari Produksi Rumahan

Hits: 8

Seorang pekerja sedang menjahit dalam proses pembuatan sepatu. Foto : Artha Arihta

Pijar, Medan. Siapa sangka keahlian yang didapatnya selepas bekerja disebuah pabrik sepatu membawa berkah berkelanjutan bagi pria berusia 30 tahun ini . Bermodalkan tekat yang kuat pada tahun 2005 Anton membuka kios kecil-kecilan dibilangan HM. Joni, Medan, Sumatera Utara.  Kios sederhana miliknya menawarkan beragam model dan jenis sepatu dan sendal untuk pria dan wanita.

Namun, pria bertubuh mungil ini lebih memfokuskan produksi barangnya terhadap sepatu dan sendal untuk  pria karena sepatu pria lebih mendapatkan tempat di pasaran dan  paling banyak diminati oleh konsumen yang datang ke kiosnya. Seluruh produk yang berjejer di toko sepatu bernama UD HB Berkah tersebut merupakan hasil dari tangan dingin pria kelahiran 17 Agustus 1982 ini. Dalam satu hari , ia bersama empat orang pekerjanya mampu menghasilkan enam sampai tujuh pasang sepatu atau sendal. Namun jumlah produksinya bisa meningkat dua kali lipat menjelang hari besar seperti Hari Raya , Natal dan Tahun Baru.

Pada kesempatan kali ini, tim Pijar berkesempatan untuk mengunjungi langsung tempat produksi dimana Anton dan pekerja lainnya menghasilkan sepatu yang setara dengan hasil buatan pabrik tersebut. Namun, hal yang harus anda ketahui adalah mekanisme pembuatan sepatu buatan UD HB Berkah ini. Semua proses dilakukan dengan cara manual menggunakan alat seadanya.

Jika anda mengunjungi langsung ke tempat produksi, anda tidak akan menyangka bahwa sepatu atau sendal-sendal tersebut diproduksi di rumah kontrakan sederhana di salah satu gang kecil di Jalan HM. Joni. Hanya ada dua buah rak tempat mengonggokkan sepatu yang belum  atau hampir jadi dan sebuah mesin jahit di salah satu sudutnya. Ada banyak bahan-bahan dasar bergantungan di sisi-sisi dinding, atap dan pintu yang terletak tidak beraturan. Jika beruntung, anda akan disambut dengan ramah oleh sang empunya usaha.

Dengan lugas, Anton menjelaskan perjalanan usaha yang dirintisnya sejak tujuh tahun yang lalu. Demi membuka lapak untuk berjualan, dirinya harus bekerja keras mengumpulkan modal selama tiga tahun sebagai penjual sepatu/sendal keliling milik toko tempat ia bekerja sebelumnya. Kemudian, dirinya berusaha mencari pinjaman ke bank untuk menyokong usaha rumahan yang akan dibangunnya pada saat itu. “Modal 90 juta rupiah saya dapatkan dari kerja keras, usaha dan kesabaran saya waktu itu” tukasnya.

Bahkan, dirinya tidak menyangka bahwa produknya bisa menembus pasar luar kota seperti Aceh dan Batam. Pria berusia 30 tahun ini juga mengakui ketidakpercayaan produknya berhasil menembus Pulau Sumatera ditengah ketatnya persaingan produk sejenis,  apalagi pasar didominasi dengan produk luar negeri.

Namun begitu dirinya optimis bahwa produk buatannya dapat diterima dan menembus pasar nasional dengan kualitas yang patut dipercaya. Berbicara soal kualitas, Anton tak ingin main-main. Baginya, kepercayaan dan kepuasan konsumen merupakan sesuatu yang berharga dan tidak boleh dianggap remeh. Sehingga dirinya sangat selektif memilih bahan baku untuk produknya. Supaya mendapatkan bahan yang berkualitas dirinya harus membelinya dari Tangerang dan Garut demi menjadikan produknya 100% Indonesia.

Disela-sela proses wawancara, Anton mengajak Tim Mediapijar.com untuk melihat pembuatan sepatu dan sandal miliknya. Mulai dari selembar kulit yang merupakan bahan dasar dibentuk  menjadi pola kemudian pola-pola tersebut di serahkan kepada ‘Tukang Mukaan’ yaitu tahap pembentukan bagian luar sepatu (mal)  dan dilanjutkan oleh ‘Tukang Bawahan’ yaitu merupakan tahap pemasangan alas sepatu yang terbuat dari Texon kemudian pada tahap ini dilakukan penyatuan antara Mal dengan Texon dan selanjutnya sepatu mengalami proses finishing. Sehingga sepatu-sepatu tersebut siap untuk dipakai.

Dengan proses pembuatan yang dilakukan secara sederhana dan manual seperti itu tampaknya tidak terlalu rumit untuk menciptakan sepasang sepatu. Tetapi ia menegaskan bahwa pembuatan sepatu tidak dapat dilakukan sembarangan maka untuk terjun dibidang ini dibutuhkan keahlian serta ketelitian.

Sementara itu, salah seorang pekerja menuturkan kesannya selama bekerjasama dengan Anton. “Sejauh ini,dia cukup bertanggung jawab terhadap para pekerjanya” ujarnya sambil mengerjakan tugasnya sebagai tukang bawahan.

Meskipun usahanya terbilang baru tetapi Anton telah berhasil meraup omset 10 -15 juta perbulan dengan penjualan 45 ribu untuk sepasang sepatu. Dirinya juga menambahkan bahwa dalam sehari kiosnya dapat menjual lima sampai sepuluh pasang sepatu dan sendal.

Melihat masa depan yang cerah dalam usahanya, ia berharap suatu saat nanti mendapatkan lokasi yang strategis untuk membuka cabang bagi kios pertamanya.  Cita-cita lain yang ingin diwujudkannya adalah membuka lapangan kerja bagi siapapun yang giat berusaha. Hal ini disadari Anton karena banyak orang yang datang padanya meminta pekerjaan apalagi diantara mereka adalah seorang sarjana yang tak kunjung mendapat pekerjaan. [nk]

Leave a comment