Hits: 34

Patrycia Gloryanne Pasaribu / Dwi Garini Oktavianti

Pijar, Medan. Jeritan mahasiswa kembali diperjuangkan, Aliansi Cipayung Plus Universitas Sumatera Utara (USU) akhirnya melancarkan seruan aksi atas ketidakterimaan penaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Aksi ini dilakukan di Biro Rektorat pada Senin (20/05/2024).

Setelah seruan aksi yang dilakukan oleh BEM USU pada waktu belakangan, seruan ini terus-menerus dilaksanakan agar pihak rektorat dapat mendengar keluh kesah mahasiswa atas UKT yang melejit. Pasalnya, seruan aksi yang dilakukan pada hari Rabu, 8 Mei 2024 tidak kunjung mendapatkan titik terang.

Aliansi Cipayung Plus USU Muncul ke Permukaan, Rektor Turun Menyapa - www.mediapijar.com
Spanduk Aliansi Cipayung Plus USU
(Fotografer: Dwi Garini Oktavianti)

Aliansi Cipayung Plus adalah gabungan tujuh organisasi kemahasiswaan. Ketujuh organisasi tersebut terdiri dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Terdapat lima mosi tuntutan yang dilayangkan pada seruan aksi tersebut. Mulai dari pencabutan SK Rektor tentang Penetapan Tarif UKT dan Iuran Pengembangan Institusi, merevisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penetapan Besaran UKT pada perguruan tinggi negeri, transparansi anggaran USU kepada seluruh mahasiswa, pemerataan pembangunan fasilitas kampus, dan penolakan politisasi dan intervensi pihak rektorat terhadap BEM fakultas maupun universitas.

Pihak rektorat kembali menegaskan bahwa kenaikan UKT bukan semerta-merta keputusan universitas, tetapi didasarkan pada Permendikbud. Mengenai ketidaksesuaian UKT dengan keadaan ekonomi calon mahasiswa, Rektor USU, Muryanto Amin, menyampaikan bahwa pihak universitas sedang melakukan verifikasi ulang agar para calon mahasiswa mendapat UKT sesuai dengan keadaan finansial mereka.

“Saya tegaskan, prinsipnya tidak boleh ada yang tidak kuliah di USU hanya karena dia tidak bisa bayar UKT,” tegas Muryanto.

Muryanto juga menjelaskan tentang adanya kegiatan tukar pendapat antara DPR dan Kemendikbudristek. Hal ini dilakukan demi mencapai solusi kesenjangan UKT yang terjadi di berbagai universitas di Indonesia.

Mengenai fasilitas USU yang dinilai belum merata, pihak rektorat menjelaskan adanya keterbatasan biaya. Dana yang tersedia untuk memaksimalkan infrastruktur adalah 200 miliar per tahunnya, sedangkan dana untuk perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur menghabiskan 100 miliar per tahunnya.

Adapun jawaban pihak rektorat dinilai belum memenuhi tuntutan utama mahasiswa. Hal ini seperti yang disampaikan Diga Pinem selaku Koordinator Pimpinan Aksi.

“Kami rasa jawaban bapak rektor tadi sedikit politis. Kembali lagi ketika kami mempertanyakan terkait apa yang dikritisi, beliau menjawab catat nomor saya, laporkan kepada saya, sedangkan yang kami inginkan adalah perketat tim verifikasi, perketat tim biro rektorat dan laksanakan apa yang sudah ditugaskan,” ujar Diga.

Ia menambahkan, jika penetapan tarif UKT yang melonjak ini tidak kunjung menemukan titik terang, tentunya aksi dan gerakan penolakan oleh mahasiswa tidak dapat terhindarkan.

“Kami tetap tidak terima dengan kenaikan UKT, gerakan akan tetap berjalan, dan gerakan ini kami pastikan akan seperti gelinding es yang akan semakin besar sampai kemenangan kita dapatkan.”

(Redaktur Tulisan: Hana Anggie)

Leave a comment