Hits: 21
Raymond Putra Pratama Silalahi
Turut berduka cita
Atas surga yang akan hilang
Cuma-cuma diberikan
Tapi enggan bijak hati untuk menjaga
Payung hijau teduh tak terlihat
Di kota-kota yang ramai manusia
Mengeluh akan terik sang cahaya
Tetapi dengan senang tak menjaga rumah
Tak heran, langit menangis menghirup asap
Dia menangis tak tentu kapan
Dengan cepat berganti perasaan
Dari hujan lalu terik kembali sampai menggosongkan kulit
Mengeluh sang manusia
Seakan dia tidak bersalah
Padahal semalam dia yang membakar
Menimbulkan asap mengepul rumah
Panas semakin garang
Air semakin naik
Langit kian tidak bersahabat
Mulai memberontak akan musim yang harusnya sama
Terbenak untuk memperbaiki
Tetapi mengapa di daratan lain?
Apakah ibu bumi tidak cukup untukmu?
Mengapa dengan mudah pergi menghiraukannya?