Hits: 31

Zikri Auliana

Pijar, Medan. Weminac (Woman and Man Indonesia Center) dengan akun Instagram @weminac_ yang merupakan salah satu platform media sosial Instagram ini bergerak sebagai media seputar informasi, isu-isu, dan layanan edukatif. Pada Ju’mat (23/4) pukul 15.00-17.00 WIB, webinar ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Dr. Daniella Satyasari, Sp. KJ sebagai spesialis kedokteran jiwa FKUI dan Putri Khatulistiwa, S.H. bagian dari Community of Practice Officer siklus Indonesia yang dipandu oleh Dilma yang merupakan salah satu anggota dari Weminac.

Penyampaian materi awal mengenai toxic relationship oleh pemateri (Sumber foto : Dokumentasi Pribadi)

Toxic Relationship atau hubungan yang beracun sering sekali datang tanpa disadari oleh setiap orang. Dampak dari toxic relationship yang sangat beragam, membuat orang yang terjerumus di dalamnya susah untuk bangkit dari kegelapan. Tidak dapat dipungkiri dalam suatu hubungan pasti akan disapa oleh adanya permasalahan. Namun, jika suatu permasalahan terjadi secara berulang-ulang, kita juga akan merasa tertekan dan terancam.

Di samping mengenal toxic relationship kita juga perlu untuk mengenal Healthy Relationship. Di mana Healthy Relationship ini dimulai dengan adanya saling respect, percaya, sikap saling mendukung, bertanggung jawab, dan menjaga kesetaraan dalam suatu hubungan. Orang-orang yang berada di hubungan sehat pasti akan merasa didengarkan, dipahami, dan dihormati. Namun pada toxic relationship malah sebaliknya, bahkan akan berpotensi untuk mendapatkan kekerasan seksual. Mereka akan merasa orang lain tidak mengutamakan kepentingan terbaiknya dan mengabaikan kesehatan fisik dan jiwanya.

Kekerasan secara fisik, psikis, seksual, digital, dan kekerasan finansial sering terjadi dalam toxic relationship. kekerasan ini akan terjadi apabila didalam suatu hubungan telah ada dominasi, ancaman, intimidasi, sikap menyalahkan, mempermalukan, dan mengisolasi korban.

“Mengapa seseorang tetap bisa berada pada relasi yang toxic? Ini semua diawali dengan hubungan yang terlihat manis kemudian muncul suatu konflik dan menimbulkan argumentasi berupa rasa kesal. Sehingga mengeluarkan percakapan yang menyakitkan hati, kemudian korban akan merasa terisolasi, beranggapan dia tidak berharga dalam hubungan tersebut, dan timbul pikiran takut akan perpisahan karena sudah lama menjalin hubungan bersama dengan akhir cerita saling meminta maaf. Siklus ini akan terus berulang sehingga nanti akan masuk kepada toxic relationship yang lebih ekstrim,” ujar Dr. Daniella Satyasari yang merupakan spesialis kedokteran jiwa.

(Editor: Erizki Maulida Lubis) 

Leave a comment