Hits: 41
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ragam kekayaan sumber daya alam di dalamnya. Kekayaan tersebut tersebar di negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau dengan luas perairan mencapai 93.000 km dan panjang pantai mencapai 81 ribu km2 atau setara dengan 25% panjang pantai dunia. Berjuta kekayaan alam tersebut juga memiliki keindahan yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia. Banyak sumber daya potensial dengan kekayaan alam dan budaya Indonesia yang dapat diberdayakan, secara khusus di sektor pariwisata.
Pariwisata Indonesia merupakan sektor potensial yang berkontribusi banyak bagi devisa negara. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama, melalui paparannya dalam rapat kerja bersama DPR pada Januari lalu menyatakan bahwa sektor pariwisata Indonesia pada tahun 2019 lalu menyumbang sebesar Rp 280 Triliun atau setara dengan 5,5% dari PDB Nasional. Hal tersebut menunjukkan begitu besarnya potensi pariwisata bagi perekonomian Indonesia.
Guna menggenjot sektor pariwisata di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata pada tahun 2016 silam telah mencanangkan program peningkatan potensi kepariwisataan dengan memperkenalkan 10 lokasi wisata yang menjadi destinasi wisata unggulan di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah Danau Toba.
Danau Toba merupakan danau vulkanik hasil dari letusan Gunung Toba yang terletak di Provinsi Sumatra Utara. Danau Toba tercatat sebagai danau terbesar di Asia Tenggara karena wilayahnya yang mencakup tujuh kabupaten, yaitu Tapanuli Utara, Karo, Simalungun, Toba, Samosir, Dairi, dan Humbang Hasundutan.
Pemerintah pusat dan juga daerah telah banyak melakukan pengembangan destinasi Danau Toba melalui 9 langkah percepatan pengembangan kawasan wisata Danau Toba, baik dari segi infrastruktur, sarana dan prasarana, hingga sumber daya manusia. Namun, upaya untuk melakukan promosi baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri masih terbilang sangat minim. Maka dari itu perlu adanya sinergitas untuk memasarkan objek wisata Danau Toba secara luas, salah satunya dengan melibatkan peran serta generasi milenial di dalamnya.
Generasi Milenial merupakan sumber daya manusia yang sangat memiliki potensi besar untuk memasarkan objek wisata Danau Toba. Generasi yang terbilang cukup tanggap dan mampu beradaptasi perkembangan zaman dapat mengambil peran penting untuk meningkatkan popularitas dari objek wisata yang ada di sekitaran Danau Toba. Mereka dapat memanfaatkan media sosial yang terbilang murah, mudah, dan dapat dijangkau oleh khalayak luas untuk mengaksesnya. Selain itu, secara global, pengguna media sosial mayoritas didominasi oleh para generasi milenial. Alasan-alasan tersebut mengantarkan kami, para akademisi USU untuk melakukan terobosan baru, yakni membentuk Surat Naposo.
Surat Naposo dibentuk dengan target dapat menjadi sebuah wadah atau komunitas bagi para milenial secara khusus di Kabupaten Samosir. Komunitas ini diharapkan dapat meningkatkan pamor wisata Danau Toba dan Kabupaten Samosir di mata masyarakat luas.
Sebagai permulaan, kami melakukan pelatihan dan penjaringan kepada 30 pelajar di SMA Negeri 1 Pangururan. Selama masa pelatihan yang dilakukan, antusiasme dari para pelajar begitu terlihat sangat jelas. Tidak hanya sekadar dibekali dengan materi saja, para pelajar juga dibimbing untuk menulis langsung feature dalam bentuk caption Instagram dengan beberapa tema, di antaranya wisata, budaya, dan sejarah. Karya tulis feature yang diperoleh menjadi media untuk dapat mempromosikan Kabupaten Samosir dalam perspektif milenial Samosir.
Selama masa pendampingan, banyak sekali informasi-informasi yang kami dapatkan dari para pelajar. Ada begitu banyak wisata, budaya, bahkan sejarah yang sangat menarik, namun belum begitu dikenal oleh masyarakat secara luas. Misalnya saja, Danau Aek Natonang yang merupakan danau yang terletak di Desa Tanjungan, Kecamatan Palipi. Uniknya, danau ini berada di atas Danau Toba. Dari sisi tradisi atau budaya, ternyata Budaya Batak menyimpan begitu banyak menyimpan daya tarik tersendiri. Sebut saja Dappol Siburuk yang merupakan media pengobatan alternatif khas Batak Toba dalam penyembuhan patah tulang. Pengobatan ini menggunakan minyak yang berasal dari Burung Siburuk atau Burung But-But. Cara meraciknya juga terbilang sangat unik, yakni dengan cara mematahkan kaki dan sayap serta meremukkan badan burung tersebut. Tetapi, tidak membuat burung Siburuk tersebut mati.
Masih banyak lagi kisah menarik yang kami dengarkan dari para pelajar di sana yang nantinya akan disebarkan dalam bentuk kolom tulisan pada media Instagram. Ya, pemilihan Instagram kami pertimbangkan sebagai platform media sosial yang dipilih, mengingat karya yang ditampilkan akan lebih mudah terekspos secara luas dengan penggunaan hashtag dan fitur menyebarkan unggahan.
Sampai saat ini, pendampingan masih tetap dilakukan melalui fitur grup pada aplikasi WhatsApp. Walau kami tidak bertatap muka secara langsung dengan mereka, pendampingan serta komunikasi yang kami lakukan masih tetap terjaga sampai saat ini. Semoga harapan dan upaya kami untuk bersama-sama dengan para generasi milenial Samosir dalam memajukan pariwisata di Tanah Batak dapat terus terjaga.
–
Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP USU
1 Comment
Surya
Wah!! Saya sebagai putra asli Batak sangat bangga dengan dedikasi Ibu Dosen. Semoga pariwisata di tanah Batak bisa semakin dikenal hingga kancah internasional. Salam dari saya putra asli Toba.