Hits: 189

Dwi Harizki

Pijar, Medan. Sobat Pijar pasti pernah secara tidak sengaja merusak barang mau itu berupa gelas, piring, mangkuk, ataupun lainnya. Meskipun barang tersebut sudah pecah, jangan terburu-buru untuk membuangnya. Melalui kerajinan yang berasal dari Negeri Sakura ini, barang yang sudah terpecah belah tadi bisa diperbaiki, loh! Namanya yaitu, Kintsugi.

Kintsugi merupakan kerajinan yang menggunakan barang-barang yang sudah terpecah belah atau retak, yang kemudian diperbaiki kembali menggunakan tinta emas. Dikutip dari laman merdeka.com, Penggunaan dengan warna mencolok seperti ini bertujuan untuk menjadikan kerusakan tersebut sebagai bagian dari sejarah benda itu sendiri.

Pada umumnya Kintsugi menggunakan benang ataupun perekat yang berasal dari getah pohon (Toxicodendron vernicifluum) atau yang biasa dikenal dengan urushi kemudian dicampur dengan tinta emas. Tetapi bisa juga menggunakan emas putih, perak, tembaga, dan perunggu.

Teknik penggunaan urushi dan emas ini pun diperkirakan berasal dari tahun 1573 hingga 1615, yaitu pada zaman Azuchi-Momoyama hingga ke zaman Edo. Perekat ini juga bersifat furnis serta mengilapkan benda seperti piring atau mangkuk dari Jepang. Jadi perekat yang digunakan bukan hanya sebagai perekat saja.

Melalui Kintsugi ini barang yang tadi retak atau terpecah belah, akan terlihat cantik kembali meskipun tidak sempurna seperti sebelumnya.

Sejarah Kintsugi dapat ditelusuri hingga pada abad ke-15. Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, seorang Shogun (Jendaral) bernama Ashikaga Yoshimasa memecahkan mangkuk teh favoritnya, yang kemudian mangkuk tersebut dikirimkan kembali ke tempat asalnya, yaitu China untuk diperbaiki.

Pengrajin yang membuat mangkuk tersebut, kemudian menambalkan kerusakannya dengan logam biasa. Namun shogun terlihat kecewa dengan hasil yang sudah dibuat, sehingga dirinya memerintahkan seorang pengrajin lokal untuk mencari cara memperbaiki mangkuk tanpa mengurangi keindahannya. Sejak saat itulah Kintsugi mulai dikenal.

Kintsugi juga biasa dikaitkan dengan sebuah konsep estetika tradisional yaitu wabi sabi. Wabi sabi adalah sebuah seni dimana kita harus mencari keindahan berdasarkan ketidaksempurnaan dan menikmatinya. Filosofi ini juga dapat menjadi sebuah teladan bagi kita yaitu untuk belajar menghargai, dan menikmati keindahan dari ketidaksempuraan yang kita miliki.

Ada dua macam teknik yang berbeda dalam Kintsugi ini yaitu:

  1. Teknik retakan tradisional di mana debu emas atau resin digunakan untuk melampirkan pecahannya. Jadi benang tipis emas berlari sepanjang pot yang hampir seperti vena.
  2. Teknik potongan, di mana sepotong besar pot mungkin hilang tapi segmen yang hilang penuh seluruhnya dengan pernis emas atau emas, teknik ini disebut Makienaoshi. Sebagai alternatif, sebuah kendi adalah tempat piring dapat terdiri dari potongan yang sama sekali berbeda dan digabungkan dengan Kintsugi.

Kintsugi sendiri di zaman modern seperti saat ini, mengalami banyak perubahan yang tidak hanya diterapkan pada mangkuk, gelas, dan lainnya. Namun seniman kontemporer banyak mengkombinasikannya dengan benda di sekitar lainnya, seperti sebuah guci, bahkan jalan yang sudah rusak.

Buat sobat Pijar yang mempunyai barang yang sudah terpecah belah, Kintsugi sangat membantu kalian dalam memperbaiki barang tersebut. Selain memperbaiki juga menambah wawasan kreativitas kalian. Selamat mencoba!

(Redaktur Tulisan : Hidayat Sikumbang)

Leave a comment