Hits: 26
Sulisintia Harahap / Intan Sari
Pijar, Medan. Ranah 3 Warna merupakan buku kedua dari trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Buku setebal 469 halaman ini menceritakan kisah lanjutan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Alif yang telah lulus dari Pondok Pesantren Madani Gontor, Jawa Timur.
Alif sebagai tokoh utama buku ini digambarkan sebagai sosok pekerja keras, tidak mudah putus asa, selalu bersyukur, dan selalu sabar serta bertawakal. Alif sangat mengagumi B.J Habibie sampai ia memiliki impian tinggi yang bagi orang lain mustahil untuk dapat terwujud.
Alif ingin kuliah di jurusan Penerbangan ITB dan merantau ke Amerika. Namun Alif harus menerima kenyataan bahwa ia harus mengubur keinginannya kuliah di jurusan Penerbangan dan menggantinya dengan jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjajaran Bandung karena keadaan yang tidak mendukung impiannya itu.
Selama kuliah di Bandung, begitu banyak rintangan dan cobaan yang harus ia lalui. Bahkan setelah kematian Ayahnya yang membuat Alif hampir putus asa. Karena selain harus bertahan menempuh hidup di perantauan dan harus melanjutkan kuliah, Alif juga harus mampu menjadi tulang punggung keluarganya.
Hingga akhirnya, angin harapan berhembus ke dalam ingatannya tentang mantra kedua yang diajarkan Kiai Rais saat di Pondok Madani, yaitu Man Shabara Zhafira, siapa yang bersabar, dia akan beruntung.
Alif pun sadar dan menyimpulkan bahwa mantra Man Jadda Wajada saja tidak cukup kuat untuk meraih apa yang ia inginkan. Sebesar apa pun kesungguhan usaha yang dilakukan, jika Allah tidak menghendakinya, maka yang paling tepat dilakukan adalah mengikhlaskannya dan bersabar. Bersabar dan terus bersungguh-sungguh, maka keberuntungan yang akan menjadi hadiah terbaik dari-Nya. Karena Allah bersama orang-orang yang bersabar.
Dari situ lah Alif bangkit dari keterpurukannya dan selalu dapat menyelesaikan masalahnya yang terus datang silih berganti. Kedua mantra itu yang menjadi kekuatannya menjalani setiap detik waktu. Hingga akhirnya, satu impian tinggi yang mustahil itu dapat terwujud.
Alif berkesempatan mewakili Indonesia dalam program pertukaran pelajar ke daerah Quebec, Kanada. Negara yang berada di benua Amerika itu menjadi bukti tapak kakinya yang menghancurkan keremehan orang lain terhadap mimpi tingginya itu.
Tidak ada yang mustahil bagi kita jika kita dapat berusaha keras dan bersungguh-sungguh dengan apa yang ingin kita capai. Namun begitu, kita sebagai makhluk hanya dapat merencanakannya dan berusaha bersungguh-sungguh karena hasil mutlak ditentukan oleh sang Khaliq.
Maka jika kita menemukan kegagalan, ingatlah bahwa kita harus mengikhlaskannya dan bersabar. Jangan berputus asa dan jangan pernah menyerah pada keadaan. Bersabarlah. Kembalilah berjuang dan berpegang teguh pada prinsip serta tekad yang kokoh. Berdoa dan berserah diri lah kepada Allah. Maka, keberhasilan adalah milik kita.
Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Sesuatu yang indah akan menghampiri dan hasil terbaik akan kita dapatkan dari-Nya sebagai buah kesabaran yang selama ini diperjuangkan. Nothing is Impossible. Badai pasti berlalu dan akan digantikan oleh pelangi nan indah. Karena semua akan indah pada waktunya.
Buku fiksi yang menggunakan alur campuran ini dikemas dengan sampul yang menarik. Terlihat gambar background buku ini berupa sepasang sepatu kulit hitam lusuh di padang pasir ketika dedaunan maple berguguran akibat musim semi yang telah berlalu.
Kertas jenis book paper menjadi pilihan yang tepat untuk digunakan agar tidak mudah sobek dan berwarna kuning hangat membuat kita lebih nyaman membacanya. Terdapat berbagai bahasa yang dipakai dalam isi buku ini seperti bahasa Minang, Sunda, Inggris, Arab dan juga Prancis yang sudah dilengkapi dengan terjemahannya sehingga pembaca lebih mudah mengerti. Uniknya, novel ini juga memiliki pembatas halaman buku yang berbentuk daun maple.
Namun di samping kelebihannya, masih terdapat kata-kata yang salah ketik menyelinap di beberapa bangunan paragraf. Ada juga beberapa dramatisir cerita yang hiperbola dan lambat sehingga pembaca sedikit merasa jenuh. Selain itu, kertas jenis book paper memang memiliki kualitas yang bagus, tetapi harganya lebih mahal dan membuat harga novel ini pun menjadi lebih mahal.
Terlepas dari harganya yang mahal, keuntungan buku ini menutupi kekurangannya itu. Banyak pelajaran hidup yang diajarkan dalam buku ini. Baik dari nilai religiusnya, nilai sosial, nilai moral, hingga nilai budaya dan nilai pendidikan juga bisa didapatkan.
(Redaktur Tulisan: Widya Tri Utami)