Hits: 43
Star Munthe / Ronaldo Hafizh
Pijar, Medan. Dalam rangka memperingati hari HAM Internasional dan 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan, Aliansi Sumut Bersatu (ASB) berkolaborasi dengan Komunitas Bela Indonesia (KBI) sukses menggelar kegiatan Nonton Bareng Film Senyap di sekretariat ASB jalan Jamin Ginting pasar 7 pada Senin (10/12).
Film senyap dipilih melalui filterisasi beberapa film menarik lainnya yang bersangkut-paut dengan Hak Asasi Manusia, sebagai momen untuk mengingatkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan apa yang menjadi hak dasar warga negara. Acara ini terbuka untuk umum dan juga dihadiri oleh beberapa aliansi lain seperti Hapsari dan komunitas keagamaan.
Film ini merupakan film dengan aliran semi dokumenter yang sering disebut-sebut sebagai dokumentasi kebenaran sejarah tahun 1946 tentang Hak Asasi Manusia dari perspektif korban. Setelah menonton film senyap, para penonton diajak diskusi-diskusi kritis dan tajam dalam membahas HAM, penegakan hukum, dan konflik-konflik di Indonesia saat ini.
Menurut Delfi selaku koordinator presidium KBI Sumut, kita harus membuka wawasan dan berpikir lebih luas lagi mengenai tindak kekerasan. “Film senyap ini mengajarkan kita bahwa kekerasan itu sudah peradaban lama, peradaban yang harus ditinggalkan. Jadi, sebagai generasi sekarang kita harus menghindari kekerasan dan lebih menghargai sesama manusia. Tidak lagi segala sesuatunya diselesaikan dengan kekerasan,” ucap Delfi dengan nada antusias.

(Fotografer: Star Munthe)
“Kita sebagai anak muda harus tahu dan paham tentang kebenaran, agar tidak menjadi korban atas penipuan sejarah, juga berkontribusi melakukan sesuatu,” kata Ira, Deputi Direktur Aliansi Sumut Bersatu (ASB) saat ditanyai tentang sikap sebagai warga negara terkait pelanggaran HAM.
Beliau juga berharap agar negara ikut serta apabila ada warga negaranya yang terabaikan haknya. Negara bisa merangkul dan mengajak anak muda untuk bergerak dan melakukannya bersama-sama.
Indonesia adalah negara hukum, sudah sepatutnya setiap masyarakat Indonesia berhak mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum. “Hanya karena pelaku tersebut merupakan mayoritas, bukan berarti negara bisa mengabaikan kesalahannya. Juga sebaliknya, hanya karena dia adalah minoritas, bukan berarti kesalahan bisa dibebankan ke dia. Semua harus sama dihadapan hukum,” tambah Ira.
(Redaktur Tulisan : Annisa Rahmi)