Hits: 25

Pantai dikawasan Hotel Gaang. Foto : Nadya Vristissya.


Pijar, Medan
. Liburan merupakan hal yang paling ditunggu hampir semua orang, namun banyak juga yang tidak betah untuk berlibur terlampau lama karena hal tersebut dianggap dapat mengurangi produktifitas kerja dan khawatir hal tersebut mengganggu keuangan.

Masa liburan merupakan momentum yang sangat tepat untuk merehatkan diri dari segenap aktifitas. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga. Anda bisa mencoba alternatif lain dengan berkunjung ke objek wisata di luar kota atau bahkan luar negeri. Namun apalah arti slogan Indonesia sebagai “Negeri sejuta warna” jika kita lebih membidik luar negeri sebagai  lahan liburan kita?

Sebagai negara maritim yang terdiri dari 17.000 pulau dan  dikekelilingi oleh lautan, Indonesia memiliki  potensi alam yang kaya untuk dinikmati. 1001 pesona siap memanjakan mata anda dari Sabang sampai Merauke. Tentu tak kalah indah dengan apa yang ditawarkan di negara orang.

Pada rubrik jalan-jalan kali ini, saya akan mengajak anda liburan ala backpacker selama dua hari dengan menyeberangi samudera ke ujung pulau Sumatera untuk menikmati pesona laut  yang sangat menggoda dan jejeran bukit-bukit hijau terbentang pasrah yang siap menyejukkan suasana hati anda. Berpergian ala backpacker berarti membawa barang atau persediaan seadanya walau melakukan perjalanan jauh.

Untuk sampai ke pulau ini, anda harus menginjakkan kaki terlebih dahulu di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh dengan merogoh kocek sekitar Rp 125.000,- untuk biaya transportasi bus antar provinsi (Kurnia, CV.Pelangi, Anugerah, dan PMTOH).  Harga tersebut merupakan harga bus yang telah memiliki fasilitas AC dan toilet. Selain itu, anda juga  dapat menggunakan alternatif lain seperti kapal laut. Nah, bagi yang hobi mabuk diperjalanan tenang saja karena kini telah tersedia fasilitas penerbangan Medan-Banda Aceh.

Dibutuhkan waktu sekitar 12  jam perjalanan  dari Medan menuju Banda Aceh sehingga disarankan kepada anda yang menggunakan bus untuk melakukan perjalanan pada malam hari agar tiba di Terminal Bus Banda Aceh pada pagi hari. Stamina anda terjaga, semangat  anda pun tak terkuras lelah selama berada di dalam bus.

Petualangan  dimulai pada hari pertamam, saya berangkat dari Terminal Bus PMTOH di Jalan Ringroad pukul 19.00 WIB. Tidak ada pilihan lain untuk menikmati perjalanan malam hari kecuali tidur tetapi jangan lupa buka mata anda saat fajar mulai menyongsong, ya. Melihat tersembulnya fajar dibalik kaca bus merupakan moment indah yang harus anda nikmati apalagi bus yang melaju gagah menambah keyakinan anda untuk terus melanjutkan perjalanan panjang tersebut.

Tepat pada pukul 07.44 WIB saya tiba di Terminal Bus Banda Aceh dan harus bergegas menuju pelabuhan untuk membeli tiket penyeberangan ke Pulau Weh, Sabang. Begitu turun dari bus, para penumpang disambut oleh puluhan supir becak dan taksi yang biasa nge-tem di terminal tersebut untuk mencari penumpang. Anda harus berhati-hati dengan harga yang ditawarkan para supir saat menyambut anda karena untuk masalah harga memang cukup bervariasi seperti becak yang memasang tarif  Rp 25.000,- sampai Rp 50.000,- dan taksi serharga Rp 50.000 menuju pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.

Mendengar harga yang melambung tinggi dengan menaksir  jarak tempuh dari terminal menuju pelabuhan sedikit menggoyahkan iman. Padahal antara Terminal dengan pelabuhan hanya membutuhkan waktu 15-20 menit. Akhirnya taksi seharga Rp. 50.000,-  mengantarkan saya ke pelabuhan dan tiba pukul 07.57 WIB. Saya pun harus mengantri lagi demi mendapatkan tiket. Jika momentum liburan tiba, anda harus rela mengantri sangat panjang sebab banyak wisatawan baik lokal ataupun asing yang datang berkunjung.

Kapal penyeberangan ke Sabang hanya beroperasi dua kali yaitu pagi dengan menggunakan Kapal Cepat dan siang dengan menggunakan Kapal Lambat. Perbedaannya, jika kapal cepat membutuhkan waktu penyeberangan selama 1 jam, kapal lambat membutuhkan waktu selama 2 jam. Saya memilih menggunakan kapal cepat dengan harga Rp.60.000,- karena ingin segera tiba di Sabang namun jika anda memilih untuk menggunakan kapal lambat, anda cukup membayar ongkos sebesar Rp 25.000,- dengan waktu tempuh 2 jam.

Kapal-kapal yang bertanggar di pelabuhan sabang menuju jalan pulang. Foto : Nadya Vristissya.

Pada pukul 10.37 WIB akhirnya kapal bersandar di Pelabuhan Sabang, Pulau Weh. Begitu mengeluarkan langkah dari pintu kapal, mata saya langsung berkeliaran melihat sekeliling pelabuhan. Luar biasa indahnya! Bukit-bukit yang mengelilingi dermaga, air yang biru, dan antrian penumpang yang sangat ramai membuat saya tidak sabar untuk segera menikmati keindahan surga di ujung Sumatera. Dari pelabuhan dilanjutkan  naik angkutan umum L300 dengan ongkos Rp. 15.000,-  menuju kota Sabang.

Eits, sebelum melangkah lebih jauh tentukan dahulu lokasi penginapan anda. Deretan hotel berjejer di pusat kota Sabang dengan tawaran harga Rp 300.000- Rp 500.000,- permalam. Jika anda merasa terlalu mahal dan menginginkan suasana pantai didepan hotel, anda bisa memilih penginapan di (desa)  Iboih atau Gapang dengan tarif Rp 100.000 – Rp 300.000,-per-malam. Untuk menuju kesana memerlukan waktu 1 jam karena letaknya lumayan jauh, sekitar 12 km dari kota dan tentu suasananya tak seramai di pusat kota maka sebaiknya anda menyewa sepeda motor. Sepeda motor membantu anda untuk menjelajahi pulau kecil nan eksotis sekelas Sabang dengan harga sewa Rp 120.000,- perhari. Anda pun tidak perlu khawatir untuk memikirkan masalah bensin, disana banyak dijual bensin botolan seharga Rp 5000,- perliter.

Akhirnya saya tiba di Gapang pukul 12.00 WIB. Bergayakan rumah panggung, telah tersedia pula televisi dan sofa diruang tamu, AC, lemari dan tempat tidur tertata rapi di ruang kamar serta sajian kamar mandi berkeramik dan bersih rasanya wajar jika saya membayar penginapan tersebut dengan harga Rp 200.000,- ribu permalam. Suasana layaknya ditengah hutan adalah suasana yang tidak mungkin anda dapatkan di kota-kota besar yang telah didominasi oleh gedung-gedung pencakar langit. Jika malam tiba, anda dapat menikmati nyaringnya suara jangkrik, deru ombak dan anda bisa saja bergabung dengan warga setempat untuk memancing di malam hari namun begitu kawasan ini terbilang sunyi.

Tugu KM-0

Usai beristirahat dan beribadah, saya memilih untuk tidak berdiam diri di penginapan. Saya pun bergegas menarik gas sepeda motor menuju suatu tempat yang merupakan titik kebanggaan bangsa Indonesia. Saya pun harus menempuh perjalanan selama 1 jam dari lokasi penginapan. Sejauh mata memandang ke kiri dan kanan, hanyalah pepohonan yang hijau berdiri gagah dan sesekali terlihat bentangan samudera yang biru dan berkilau akibat biasan terik matahari. Dan untuk menuju ke lokasi tujuan, saya harus melewati hutan lindung. Sering terlihat monyet-monyet turun ke jalan mencari makanan, biasanya pada saat siang jelang sore hari. Di kawasan hutan lindung ini anda dituntut untuk berhati-hati karena karakter hewan yang masih liar dan tidak segan-segan mengejar pengunjung.

Akhirnya, saya tiba di lokasi dimana mata saya langsung dihadapkan dengan Samudera lepas, sangat indah. Ketika saya memalingkan wajah kebelakang ternyata sebuah bangunan yang menjulang tinggi dan ada replika garuda diatasnya sambil menggenggam angka nol dan didampingi empat buah bendera merah putih disisi-sisinya yang berkibar menantang langit biru.

Ternyata saya telah menginjakkan kaki di paling ujung Pulau Sumatera dan menjadi titik Nol wilayah Indonesia. Rasa tak percaya, haru dan bangga menjadi satu saat menatap angka Nol di atas sebuah tugu maka tersadarlah bahwa jalan-jalan saya kali ini membangunkan rasa Nasionalisme yang sempat tertidur. Bentangan alam yang dimiliki Indonesia serta kekayaannya berhasil menggetarkan hati saya ternyata banyak wisatawan yang datang ke titik nol. Para wisatawan ini didominasi oleh pendatang domestik seperti dari Medan dan Jakarta.

Tugu KM-0 indonesia berada di Sabang, Pulau Weh dengan posisi geografis 05° 54′ 21.42″ Lintang Utara dan 95° 13′ 00.50″ Bujur Timur dengan ketinggian 43.6 Meter (MSL). Tugu ini diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia yang keenam H. Try Sutrisno pada 9 September 1997. Namun sangat disayangkan, tugu yang seharusnya menjadi situs kebanggaan bangsa ini tidak terawat seperti lantai yang kotor dan tampak coretan disana-sini.


Senja Pantai Kasih dan Kuliner Mi Sedap

Setelah puas memanjakan diri di tugu KM- 0, saya memutar arah perjalanan menuju kota Sabang untuk menikmati sunset ditepi Pantai Kasih. Sesampainya disana, puluhan warga telah memadati pantai tersebut untuk menghabiskan sore, bersantai dengan teman, kekasih dan keluarga. Duduk di tepi pantai dengan angin berhembus membelai rambut terasa sangat mendamaikan. Ketika sang senja mengintip dari balik bebukitkan memanjakan mata yang haus akan keindahan, tatkala senja biaskan cahayanya sontak air dipantai pun berubah warna mengikuti irama sang senja. Alangkah bebasnya Tuhan melukis di alam milikNya.

Tak terasa langit pun telah gelap, perut merasa cemburu pada mata yang telah terpuaskan, segera saya pacu kembali sepeda motor berkeliling mencari makanan khas di Pulau tersebut. Menurut warga sekitar, tak sah rasanya telah jauh ke Sabang tak mencicipi Mi Sedap maka tibalah saya di warung sederhana di Jalan Perdagangan, Kota Sabang, Provinsi Aceh, Indonesia. Setelah mencicipi Mi Sedap ternyata rasanya tidak jauh berbeda dengan Mi Kocok atau Mi Rebus (di Medan). Untuk menambah cita rasa yang lebih lezat tambahkan kecap manis atau kecap asin yang telah disediakan, tetapi anda baru akan benar-benar merasakan sedapnya makanan khas Sabang ini dengan membubuhkan cabe kemudian anda akan merasa tertantang untuk melawan rasa pedas Mi yang disajikan dengan taburan potongan semur, bakso ikan yang dipotong kecil-kecil. Ada dua varian Mi Sedap yaitu Kering dan Basah dengan harga Rp 10.000,- serta jangan lupa menikmati secangkir kopi Aceh dengan harga Rp 3.000,-

Wisata Bahari di Pulau Rubiah dan Pantai Sumur Tiga

Keesokan harinya yang sekaligus menjadi hari terakhir jalan-jalan saya di kota Sabang, saya pun harus benar-benar memanfaatkan waktu liburan tersebut. Pulau ini sangat terkenal dengan keindahan pantainya dan pulau-pulau kecil yang ada disekelilingnya sehingga saya memutuskan untuk menyatu bersama alam dengan ber-snorkeling ria di Pulau Rubiah.

Pulau Rubiah merupakan taman laut yang berada di Barat-Laut Pulau Weh. Butuh waktu 45 menit dari Sabang menuju Pulau ini dengan menggunakan kapal boat yang disewa seharga Rp 150.000,-. Jangan pernah lewatkan kesempatan melihat kehidupan bawah laut di Pulau Rubiah karena klimaks dari jalan-jalan kali ini adalah wisata baharinya.

Para wisatawan sedang melakukan snorkeling di Pulau Rubiah. Foto : Nadya Vristissya.

Agar dapat melihat keindahan bawah laut, anda cukup merogoh kocek Rp 40.000,- untuk menyewa perlengkapan snorkeling seperti Snorkel yaitu selang berbentuk huruf J sebagai alat bantu pernapasan dalam air, baju pelampung, kaki katak, masker. Snorkeling adalah kegiatan rekreasi air yang populer. Anda bisa mengamati beraneka ragam flora dan fauna bawah laut, seperti: terumbu karang, ikan, bintang laut dan lain-lain.

Beraneka macam flora dan fauna di dasar laut sangat menggemaskan apalagi jika melihat ikan berwarna-warni berenang kesana- kemari hidup akur dengan spesies ikan lainnya, melakukan snorkeling di sekitar Pulau Rubiah merupakan pengalaman yang tidak terlupakan dan hal itu yang harus disyukuri karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Namun, pemandangan di bawah laut tidak selalu indah karena terdapat sampah dari para pengunjung yang tidak bertanggung jawab sehingga sampah-sampah itu turut meramaikan dasar laut. Selain  Pulau Rubiah, anda juga dapat menikmati wisata bahari lainnya dengan berpindah ke Pantai Sumur Tiga, pantai berpasir putih dengan menempuh perjalanan selama 20 menit.

Sumur Tiga adalah salah satu pantai yang menjadi tujuan wisata turis mancanegara di Sabang karena keindahannya. Suara ombak serta kicauan burung yang bersahutan akan menggelitik anda untuk segera menceburkan tubuh ke pantai dan langsung bercumbu dengan deburan ombak. Birunya laut terbentang luas dihadapan mata dan berkilau biaskan pancaran sinar matahari serta awan putih yang turut memeriahkan langit biru nan cerah apalagi ditemani hembusan angin menggoyang lembut nyiur yang tumbuh tak beraturan di kaki bukit menghiasi sisi pantai.

Ternyata waktu juga yang membatasi langkah saya untuk mengakhiri perjalanan di Pulau Weh, Sabang. Ini merupakan perjalanan yang panjang sekaligus liburan tak terlupakan di akhir tahun 2012. Jika pada saat saya pergi menggunakan Kapal Cepat maka Kapal Lambat seharga Rp 25.000,- menghantarkan saya kembali ke Pelabuhan Ule Lheue, Banda Aceh dan jangan lupa mampir sebentar untuk mencicipi makanan khas Aceh yaitu Sate Matang. Sate matang adalah sate kambing yang disajikan dengan kuah kacang (khas) Aceh dan dinikmati bersama nasi putih, kuah ikan kuning dan ditemani teh manis panas. Satu Paket Sate Matang bisa anda nikmati dengan harga Rp 33.000,-.

Tips bagi anda yang ingin berlibur ala backpacker jangan khawatir soal biaya, sebelum berangkat rencanakan terlebih dahulu lokasi liburan anda sejak jauh hari serta mendaftar perkiraan harga selama berlibur. Pergunakan biaya yang anda miliki untuk menikmati sesuatu yang menjadi ciri khas di lokasi liburan anda kalau untuk buah tangan, seorang backpacker tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut karena buah tangan bukanlah tujuan utama liburannya melainkan rasa puas karena bisa menikmati sebuah perjalanan istimewa.

Apakah anda masih ragu untuk merencanakan liburan? Permasalahan kebanyakan orang untuk melakukan sebuah perjalanan jauh untuk berlibur adalah rasa khawatir, khawatir menghabiskan biaya dalam jumlah besar. Namun pada kenyataannya, liburan adalah sebuah kebutuhan agar diri kembali fresh untuk beraktifitas serta berguna menciptakan kualitas waktu dan hubungan bersama rekan-rekan atau keluarga . Menciptakan rencana liburan juga bukan merupakan suatu beban karena dapat disesuaikan dengan biaya yang anda miliki.

Sungguh satu kebanggaan masih bisa merasakan keindahan alam yang sangat indah dan menawan, ada baiknya kita sama-sama menjaga kekayaan bangsa ini jangan sampai diklaim oleh negara lain dan jangan pula merusak habitat makhluk hidup lainnya. Keseimbangan ekosistem merupakan tugas bersama agar alam dan manusia dapat saling bersahabat untuk kenyamanan generasi berikutnya. [nk]

Leave a comment