Hits: 13

Josephine / Ghina Raudhatul Jannah

Pijar, Medan. Nadia Virdhani Hia atau yang biasa dipanggil Dea merupakan seorang mahasiswi S-2 Bahasa Inggris di Universitas Sumatera Utara (USU). Terpilih sebagai Duta Bahasa Sumatera Utara 2019, wanita asli Nias ini sudah menunjukkan ketertarikan sejak dini dan ikut aktif berpartisipasi dalam gerakan bahasa dan literasi bersama Duta Bahasa Sumatera Utara dan Balai Bahasa Sumatera Utara.

Di masa sekolah, Nadia sebelumnya sempat menghabiskan waktu satu tahun di Jepang, yaitu di Konko Gakuen High School dalam rangka program American Field Service (AFS) 2016/2017. Faktanya, Dea menjadi murid pertama yang menyelesaikan program dengan baik dan lulus sesuai target bersama Angkatan XXI. Bukan hanya itu, Dea juga terpilih menjadi delegasi pada Indonesia-Korea Youth Exhange Program (IKYEP) 2022.

Mengenal Nadia Virdhani Hia, Duta Bahasa yang Peduli terhadap Minat Literasi Anak - www.mediapijar.com
Nadia menjadi delegasi Indonesia-Korea Youth Exchange Program (IKYEP) tahun 2022.
(Sumber Foto: Instagram @nadiavirdhani)

Sekarang ini, Dea tengah aktif menjadi guru, pengajar bahasa Inggris, pengajar bahasa Indonesia (BIPA), dan kegiatan sosial lainnya. Beliau senang bertemu orang-orang baru, berbagi dan melakukan proyek sosial dengan komunitas lokal, nasional, dan internasional. Bagi Dea, setiap orang memiliki cerita yang layak untuk dibagikan dan didengar.

Namun, tidak hanya dalam bidang bahasa, Dea juga berperan secara aktif dalam menulis di berbagai media, seperti buku, majalah, situs online, dan sebagainya. Dea bersama dengan temannya pernah menginisiasi majalah berbasis remaja bernama Rubana (Rupa Bahasa Anak Muda), yang fokus berbagi informasi tentang Sumatera Utara, bahasa, dan literasi. Dalam hal ini, Dea menulis tentang pengaruh literasi terhadap pariwisata.

Buku Di Mana Kerang Berada? juga merupakan salah satu buku cerita anak karya Dea yang baru sukses diterbitkan pada Agustus lalu. Bagi Dea, proses membuat buku yang berkualitas adalah salah satu upaya untuk meningkatkan minat baca anak-anak di Indonesia. Dalam prosesnya, Dea mengungkapkan lika-liku yang harus dilewati dalam membangun cerita anak.

“Membangun cerita anak ternyata bukan sekadar menangkap ide. Proses nulis, revisi, nulis, revisi, gara-gara hal-hal kecil yang nggak boleh terlewat, Lalu, harus punya khayalan set cerita yang dinarasikan supaya abang-abang ilustratornya bisa menyatakan imaji yang lebih luas daripada tulisan, karena katanya, anak-anak nggak butuh tulisan panjang, tapi biarkan mereka dibentuk oleh gambar dan warna sesuai pemahaman mereka,” jelas Nadia.

Dengan sikapnya yang penuh antusias serta optimis, Dea kembali mengekspresikan bahwa terdapat banyak hal yang bisa dipelajari dan dinikmati dari menjadi penulis cerita anak. Beliau beranggapan bahwa proses pembuatan suatu buku cerita anak yang pada akhirnya menjadi kebanggaan tersendiri mendorong pembuatan karya selanjutnya dengan lebih baik.

“Tahun ini, dalam rangka melanjutkan hal-hal yang baik, menulis cerita anak jadi sesuatu yang diseriusin, setelah prioritas yang lain-lain,” tuturnya.

(Redaktur Tulisan: Alya Amanda)

Leave a comment