Hits: 57
Syah Hendra Mahadi
Pijar, Medan. Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw., yang biasanya diperingati dengan penuh semangat oleh masyarakat muslim di Indonesia, kini mulai jarang digelar di kalangan mahasiswa. Fenomena ini menimbulkan beragam pandangan.
Sejumlah mahasiswa berpendapat bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. memiliki nilai sejarah dan religi yang penting untuk terus dilestarikan. Menurut mereka, acara ini bukan hanya momen memperingati kelahiran Rasulullah, tetapi juga menjadi ajang mempererat tali silaturahmi serta meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam.
“Menurut saya, perayaan Maulid itu penting karena biasanya ada ceramah yang mengingatkan kita tentang sifat-sifat Rasul sebagai teladan hidup. Apalagi melihat banyak remaja yang mulai melenceng dari nilai-nilai agama, seperti pacaran, hamil di luar nikah, judi, dan mabuk,” ujar Nana, mahasiswa Jurusan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Ia juga menambahkan, “Dengan adanya kajian di kampus, mahasiswa bisa memahami pentingnya menyeimbangkan kehidupan perkuliahan dengan kehidupan pribadi, termasuk beragama, agar tidak hanya sebatas salat saja.”
Namun, di sisi lain, ada mahasiswa yang beranggapan bahwa perayaan ini kini dianggap kurang relevan di tengah kesibukan akademis dan padatnya jadwal kuliah. Beberapa di antaranya lebih memilih merayakan secara pribadi daripada mengikuti acara besar yang sering diadakan oleh organisasi mahasiswa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Elsa, mahasiswa Jurusan Sosiologi.
“Saya mendukung perayaan Maulid Nabi, namun saya berharap acara-acara tersebut dapat disesuaikan agar lebih efisien dalam memanfaatkan waktu, sehingga kita tetap bisa memenuhi tanggung jawab akademis dengan baik.”.
Selain itu, perkembangan teknologi dan perubahan cara mahasiswa mengakses informasi tentang agama juga disebut sebagai salah satu alasan mengapa acara peringatan Maulid Nabi di kampus semakin jarang digelar. Banyak mahasiswa merasa bahwa mereka bisa mempelajari ajaran Nabi Muhammad saw. melalui platform digital tanpa harus mengikuti acara fisik.
Meskipun begitu, baik Elsa maupun Nana tetap menegaskan bahwa kegiatan perayaan Maulid Nabi tidak boleh hilang begitu saja. Menurut mereka, penting untuk mencari keseimbangan antara kegiatan spiritual dan tanggung jawab akademis. Pihak kampus diharapkan dapat memfasilitasi perayaan ini agar tetap relevan dengan kebutuhan mahasiswa saat ini.
Perdebatan ini mencerminkan adanya perbedaan pandangan di kalangan mahasiswa terhadap cara merayakan nilai-nilai religius di era modern. Namun, yang pasti, semangat untuk mengenang dan meneladani Nabi Muhammad saw. tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan mahasiswa muslim di Indonesia.
(Redaktur Tulisan: Hana Anggie)