Hits: 22
Adinda Mustika Sari
Kisah ini menceritakan tentang Lili dan Roy, sepasang anak manusia yang saling mencintai. Lili merupakan gadis muslim yang tumbuh dari sebuah keluarga yang bahagia, keluarga merupakan kalangan yang kental dengan ajaran Islam.
Roy dan Lili adalah teman sekelas di masa SMA. Bermula dari Lili meminjam catatan milik Roy hingga seiring berjalannya waktu mereka semakin dekat. Dengan itu Lili juga semakin mengenal sosok Roy, begitu pun sebaliknya. Hubungan mereka berjalan hanya sebatas teman, sebab Lili selalu menolak saat Roy memintanya untuk menjadi seorang kekasih. Lili menolak, karena ada dinding tinggi yang membatasi hubungan mereka, yaitu perbedaan keyakinan.
Lili merupakan gadis muslim yang taat, sedangkan Roy merupakan laki-laki beragama Kristen. Sampai pada akhirnya, setelah mereka lulus SMA Lili meminta Roy untuk menjauh. Lili yang mulai paham hubungan yang mereka jalani selama ini tidaklah benar, meskipun tanpa status pacaran dan bersembunyi di balik kata teman. Namun, tetap saja kedekatan mereka selama ini merupakan perbuatan yang salah.
“Roy, mari akhiri semuanya.” lirih Lili menatap lurus kearah danau di depannya.
Ucapan Lili tersebut sontak saja membuat Roy bingung.
“Maksud kamu?” tanyanya.
“Tentang apapun jenis hubungan kita saat ini, mari akhiri” jawabnya menatap ke arah Roy.
“Aku gak paham.” jawab Roy. Mencoba mengenyahkan pikiran negatif yang ada.
“Mari kita lupakan semua perasaan yang kita miliki saat ini, mulai hari ini mari saling menjauh.”
Ucapan Lili sontak membuat Roy tercekat, pada akhirnya apa yang ia takutkan selama ini terjadi. Lili, yang ia anggap sebagai gadis miliknya selama 3 tahun belakangan mengucapkan kalimat keramat yang paling ia takutkan.
“Li, kita udah berjalan sejauh ini. Aku gabisa kalau harus menjauh dari kamu.” ujar Roy sendu.
“Sejauh apapun kita berjalan, ini gak bakal ada ujungnya Roy. Kita beda, dinding di antara kita terlalu tinggi untuk kita lalui.” ucap Lili.
“Masalah agama? Kan udah aku bilang LI, ini bukan masalah besar buat kita. Aku yang akan ngalah Li, aku yang akan ninggalin agamaku. Kenapa kam-,”
“Kamu kira agama itu suatu hal yang bisa kamu permainkan Roy?? Ha?” ujar Lili yang mulai terpancing emosi.
“Aku gak segila itu mencintai manusia sampai mengambilnya dari Tuhan-nya! Kalau kamu masuk agamaku dengan alasan cinta kamu sama aku, kamu gila. Bukan cuma kamu yang berdosa, aku juga Roy!” ujar Lili menggebu.
“Kamu sanggup menggadaikan agamamu demi cintamu pada seorang manusia? Tuhan-mu aja kamu khianati, apalagi aku nanti?” ucap Lili lirih yang membuat Roy terdiam.
“Kamu tau Li gimana aku selama ini, agamaku hanya sekedar status. Aku gak tau apa arti Tuhan-ku selama ini. Jadi buat mutusin pindah ke agamamu bukanlah hal yang sulit untukku seharusnya kan, Li?” ujarnya menatap dalam ke arah Lili.
“Itu karena kamu tidak mencoba memahami keberadaan Tuhan-mu selama ini Roy. Kamu udah terlalu jauh melangkah dari Tuhan-mu. Mari saling memperbaiki diri, biar kita mengerti arti Tuhan yang sebenarnya. Inget Roy, manusia mungkin akan mengecewakanmu, tapi Tuhan …” ucap Lili menatap ke arah Roy. “Tuhan gak pernah ingkar atas apa yang sudah ia janjikan” lanjutnya.
Sejak saat itu Roy menghilang, bahkan Roy tidak kembali ke rumah kedua orang tuanya. Kedua orang tua Roy mendatangi Lili, menuduh Lili telah menyembunyikannya. Ibu Roy terus saja menyalahkan Lili karena kepergian anaknya yang sudah lama tidak pulang tanpa kabar dan beranggapan Lili dengan teganya merebut seorang anak dari ibunya, bahkan dari Tuhan-nya.
Lili membantah semua tuduhan ibu Roy dan berusaha untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi, tetapi hal tersebut tidak merubah pemikiran ibu Roy sedikit pun tentang Lili. Lili pun berusaha mencari keberadaan Roy, dari siang hingga malam Lili belum juga menemukan titik terang keberadaan Roy. Di tengah perjalanan mencari Roy, Lili mengalami kecelakaan dan tidak dapat diselamatkan.
Roy yang mendengar kabar tersebut pun merasa hancur dan memilih mengasingkan diri tanpa memberi kabar orang-orang sekitarnya, termasuk kedua orang tuanya.
…..
Setelah delapan tahun lamanya, Roy akhirnya memantapkan hatinya untuk mengunjungi rumah gadis yang menjadi cintanya. Ia berjalan dengan langkah pasti sembari mebawa rangkaian besar bunga lili putih yang merupakan bunga kesukaan gadisnya.
“Hai, apa kabar?” ucap Roy sembari tersenyum manis.
“Bolehkah saya rindu?” ucapnya lirih
Tulisan Alisyah Az-zahra Binti Hj Yusuf terukir indah diatas pusara batu nisan. Seraya mengusap lembut nisan Lili, Roy tak kuasa membendung cairan bening di matanya.
“Lili, jika tidak bersamamu, maka tidak dengan siapa pun” ujarnya lirih, seraya menghapus jejak air matanya.
“Li, cinta saya terhadap manusia sudah habis di kamu. Yang tersisah sekarang hanya cinta saya kepada Tuhan.”
“Kamu tau? Tepat seminggu yang lalu saya resmi ditahbiskan menjadi imam gereja,” ujarnya
“Aku sudah menemukan arah hidupku lagi,”
“Terima kasih, sudah membuka mata hati saya kalau Tuhan luar biasa hebatnya,”
“Sekarang saya paham, kenapa dulu kamu begitu mencintai Tuhan-mu dan memilih meninggalkan saya sebagai cintamu di dunia,”
“Tenang di sisi pemilikmu Lili,” ujarnya tersenyum dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“I love you.”