Hits: 6
Dea Natalia / Margaretha Silaen
Pijar, Medan. Memperingati Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember, laman resmi World Health Organization (WHO) tahun ini mengangkat tema “Let Communities Lead”. Tema ini berarti memberikan kesempatan kepada komunitas terdampak HIV/AIDS untuk memimpin dan berperan penting dalam kemajuan opini positif publik terhadap HIV/AIDS.
Dilansir dari voaindonesia.com, Indonesia adalah salah satu negara dengan angka penularan HIV/AIDS tertinggi di Asia, tetapi sebagian besar anak muda di Indonesia tidak mengetahui sebabnya. Hal ini diakibatkan kurangnya edukasi yang diberikan oleh media terhadap masyarakat di Indonesia. Sebagian besar media bahkan pendidikan di Indonesia masih terpacu dengan bahaya HIV/AIDS sehingga dapat menimbulkan opini negatif terhadap HIV.
Pada kenyataannya, penyakit HIV/AIDS tidak se-menular yang dibayangkan oleh sebagian orang. Penyakit ini bisa tertular jika melakukan seks atau menerima donor darah dari suntikan bekas pengidap penyakit HIV/AIDS. Berjabat tangan dan berenang bersama tidak akan menularkan penyakit ini.
Nana selaku staf Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) mengatakan bahwa para jurnalis dan media saat ini memiliki peran yang sangat, yaitu sebagai jendela utama masyarakat terhadap satu isu maupun informasi. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh OPSI, diketahui bahwa tingkat pengetahuan para jurnalis maupun media terkait HIV/AIDS masih rendah.
“Menurut saya persentase jurnalis cukup kecil tentang pemahaman dan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Saat orang lapangan datang mengunjungi teman-teman media, tapi keluaran atau beritanya pada saat kunjungan terkait edukasi HIV, bukan isu HIV itu tersendiri yang diangkat, melainkan acara kunjungannya,” ucap Nana.
Nana juga menyebutkan bahwa jurnalis yang memiliki pemahaman tempat terhadap HIV/ AIDS terhitung sedikit.
“Tingkat pemahaman hanya 8:2 di mana hanya 2 dari 10 media yang perspektif atau tingkat pemahamannya terhadap HIV/AIDS cukup bagus. Menurut saya, mereka tidak fokus terhadap HIV-nya, tetapi lebih fokus di tingkat seksualitasnya,” lanjut Nana yang menyayangkan hal tersebut.
Besarnya dampak yang ditimbulkan oleh media akan sangat berguna jika digunakan dengan tepat. Besar harapan Nana bahwa media dan para jurnalis dapat memperluas pengetahuan tentang HIV/AIDS, agar dapat memberikan informasi yang tepat sehingga masyarakat tidak memiliki persepsi yang salah.
“Harapannya pada saat pertemuan dengan teman-teman media, teman-teman media harus paham dahulu tentang HIV/AIDS itu apa, kemudian penularannya bagaimana, cara mencegahnya, dan kemudian apakah HIV dapat disembuhkan atau tidak. Setelah paham, barulah teman-teman media dapat berkolaborasi untuk menaikkan berita tentang penyakit HIV/AIDS,” tutupnya.
(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)