Hits: 73
Rizha Ananda
Pijar, Medan. Apakah kamu pernah bertemu dengan seseorang yang menurutmu memiliki hidup yang sangat beruntung? Seperti mendapatkan nilai yang bagus, masuk ke universitas ternama, hingga dapat lulus dengan cepat.
Kita tidak akan pernah tahu bagaimana kehidupan yang ia jalani sebenarnya. Mungkin saja ia tampil bahagia dan tampak menikmati hidupnya di media sosial. Namun, nyatanya begitu banyak beban yang harus ia bawa di pundaknya. Kondisi ini disebut dengan duck syndrome atau sindrom bebek.
Lalu, mengapa keadaan ini disebut dengan duck syndrome? Secara analogi, keadaan ini ialah di mana seseorang dapat menjalani hidup dengan tenang walau sebenarnya ia sedang berjuang keras. Kondisi yang sangat mirip dengan bagaimana cara seekor bebek berenang di atas air. Bebek berenang seolah-olah ia hanya sedang mengapung dengan tenang padahal kakinya terus bergerak tanpa henti agar tubuhnya tetap berada di atas permukaan air.
Hal ini serupa dengan seseorang yang selalu mendapatkan nilai yang bagus dan masuk ke universitas ternama, tetapi faktanya ia melakukan hal tersebut agar dapat memenuhi ekspetasi dan tekanan dari orang tuanya. Tentu saja untuk mencapai hal itu, ia harus bergelut dengan emosi dan perasaannya sendiri setiap hari.
Saat ini, duck syndrome belum resmi diakui sebagai gangguan mental. Biasanya fenomena ini dialami oleh mereka yang masih duduk di bangku sekolah, mahasiswa, dan para pekerja yang masih berusia muda. Mengapa demikian? Karena mereka sedang merasakan berbagai pengalaman hidup baru untuk pertama kalinya.
Lantas, apa saja ciri-ciri dari duck syndrome itu? Yang pertama adalah selalu memaksakan diri untuk terlihat baik-baik saja, tetapi panik diam-diam. Ini sama saja dengan memendam sesuatu terlalu lama di dalam diri sehingga dapat menyebabkan terganggunya psikologis.
Kedua, merasa diamati oleh orang lain. Keadaan ini membuat seseorang selalu mencoba menutupi segala kekurangan dan kesulitannya agar tidak dipandang rendah. Ketiga, merasa susah tidur, pusing, dan sulit konsentrasi. Ini disebabkan oleh pikiran dari diri sendiri yang akan mengganggu aktivitas.
Jika kamu merasa ciri-ciri yang telah dituliskan sesuai dengan kesulitanmu saat ini, kamu dapat berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan penilaian medis secara menyeluruh. Apabila diabaikan, sindrom ini akan menyebabkan sang penderita mengalami depresi berat. Namun, perlu diingat kembali, sebaiknya jangan menjadi dokter bagi diri sendiri dengan melakukan self diagnosis.
Hal kecil yang dapat kita lakukan untuk menghindari duck syndrome adalah dengan meningkatkan self-esteem kita. Self-esteem sendiri adalah sebuah pikiran, perasaan, dan pandangan dari seseorang untuk dirinya sendiri. Orang yang mengalami duck syndrome cenderung lebih memilih memanipulasi dirinya berdasarkan pandangan orang lain sehingga ia tidak lagi memahami dirinya sendiri.
Semua orang pasti pernah memiliki masalah, tetapi tidak semua orang dapat terbuka akan masalahnya. Mungkin saja kamu pernah merasa iri dengan kehidupan orang lain. Namun, bagaimana jika sebenarnya orang yang kamu kagumi tidak menikmati apa yang ia jalani? Bagaimana jika ternyata hidupnya jauh lebih berat dari masalah yang kamu hadapi?
Untuk itu, mari mulai mengatakan, “pasti ia melewati banyak hal untuk dapat berada di titik itu.” Dibandingkan dengan, “aku iri dengannya, hidupnya sungguh sempurna.” Tidak ada manusia yang sempurna dan semua orang pasti memiliki perjuangan dan ceritanya masing-masing.
Oleh karena itu, mari kita mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Semua kemauan pasti akan terwujud jika ada usahanya. Yuk, semangat!
(Redaktur Tulisan: Rani Sakraloi)