Hits: 25
Annisa Van Rizky
Adaptasi adalah salah satu upaya yang dilakukan manusia untuk bertahan hidup. Mungkin untuk sebagian orang beradaptasi bukanlah masalah besar. Tetapi, bisa jadi bencana untuk sebagian lainnya. Contohnya, lihat saja aku. Manusia dengan kemampuan beradaptasinya minus. Sampai detik ini aku masih berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, terutama dalam beradaptasi dan melakukan perbaikan terhadap kemampuan bersosialisasiku yang buruk.
Tidak hanya itu, tampaknya aku juga harus segera meninggalkan kediamaan damai di goa dan mulai mengikuti perkembangan teknologi dan informasi yang serba cepat dan tampak sulit untuk diikuti manusia purba layaknya diriku. Tentunya, itu hampir mustahil untuk dilakukan karena melihat gawai yang kugunakan adalah android keluaran lima tahun lalu dan laptop usang yang menjadi saksi perjalanan karirku.
Astaga! Siapa manusia modern sekarang yang menyebut handphone–nya ‘gawai’? Tidak hanya itu yang membuat orang-orang di sekitar menyebutku sebagai ‘manusia purba’, tetapi ‘loyalitas’ yang kumiliki menjadi poin utama. Aku adalah konsumen dengan loyalitas tinggi yang menggunakan produk atau brand tertentu saja, baik itu elektronik, pakaian, makanan, atau minuman. Sepanjang hidupku, aku tidak pernah sekali pun berganti brand gawai, maaf handphone maksudku, karena aku terlalu malas untuk beradaptasi dengan pengaturan handphone di brand lain.
Loyalitas yang kumiliki ini tampaknya ‘sangat’ diakui oleh kakek dari kakekku, sehingga mobil klasik yang diperebutkan oleh banyak orang di keluargaku akhirnya jatuh ke tanganku. Aku terpilih untuk mewariskan mobil klasik Chevrolet Impala keluaran tahun 1960-an yang kutahu harganya kini akan cukup menggiurkan untuk dijual. Keputusan yang sangat tepat memang untuk mewariskan mobil tua itu padaku, ketika melihat apa yang telah kulakukan pada mobil tersebut. Ya, dengan bodohnya aku telah menghabiskan banyak uang untuk memodifikasi dan merawat Impala tua itu daripada memilih menjualnya seperti yang akan dilakukan orang-orang di keluargaku jika mendapatkannya.
“Impala itu cocok untukmu.”
“Ya sedikit terlihat keren sih setelah dimodifikasi, tapi tetap saja kau tidak malu naik itu ke tempat kerja?”
“Jual itu sekarang dan beli mobil baru!”
Ya, aku mengerti sih mereka pasti kecewa karna aku yang terpilih dan itu artinya ‘permainan berakhir’. Jujur, aku cukup terkejut leluhurku punya Chevrolet Impala yang kutahu di masa itu tidak semua orang mampu membelinya. Mungkin saja, dulu leluhurku adalah orang penting atau bekerja dengan orang penting sehingga ia mampu untuk membelinya. Intinya, mobil tua itu adalah suatu kebanggaan yang harus kujaga dan dengan ‘loyalitas’ kurawat mobil itu dengan sepenuh hati.
Mungkin sudah cukup dengan penjelasan seberapa ‘purbanya’ aku, karena aku tidak ingin kalian berpikir aneh-aneh tentangku lagi. Mengenai loyalitas tadi, aku tidak yakin ingin menceritakan ini, tapi yasudahlah akan kuceritakan. Ada suatu ketika aku tersesat di sebuah hutan di Jepang. Karena pada saat itu, jalan yang kulewati cukup sepi dan tiba-tiba saja muncul seorang kakek-kakek yang mendekat kearahku dan berkata, “Kau.. kau prajurit yang setia! Apakah hidupmu baik di kehidupan ini?”
Sial. Sampai sekarang aku sangat menyesal telah menceritakannya kepada orang-orang di kantor, karena itu hanya jadi bahan untuk olok-olokan saja. “Pantes aja, nih orang loyal amat hidupnya, wong di kehidupannya sebelumnya dia prajurit perang yang rela berkorban, setia banget gitu sama perintah komandannya hahaha.”
Padahal niatku bercerita hanyalah untuk menjadi lucu-lucuan saja, ternyata itu hanyalah bumerang untuk diriku sendiri. Tentu saja aku tidak percaya dengan ucapan seorang kakek yang tiba-tiba muncul dihadapanku dan mengaku peramal. Tetapi entah mengapa, tiba-tiba saja aku merindukan itu, bukan olok-olakan mereka, maksudku suasana kantor dan suasana riuh setiap harinya.
Ohiya, aku sudah bercerita sepanjang ini tapi belum perkenalan diri. Baiklah, ehem… namaku Mia. Nama panjangku MIAAAAA. Maaf teman-teman, abaikan seleraku yang bapak-bapak jokes. Oke, lanjut. Jadi, sampai mana tadi? Ah, intinya aku manusia biasa berumur dua puluh tujuh tahun yang gemar menulis dan profesiku hmmm apakah kalian bisa menebaknya dengan mengetahui kepribadianku yang sudah kuceritakan sebelumnya? Oke, akan memberikan clue-nya. MBTI ku adalah INTJ alias kepribadian Arsitek yang katanya hanya ada dua persen dari populasi manusia dan disebutkan juga bahwa wanita dengan kepribadian ini sangat jarang. Apakah itu artinya aku harus dimuseumkan beserta mobil Impala yang telah diwariskan padaku?
Baik, apakah kalian sudah bisa menebaknya? Aku rasa belum. Jadi, kusebut saja ya profesiku adalah produser film. Kenapa tadi aku menyebutkan INTJ, karena orang terkenal dengan MBTI yang sama denganku adalah sutradara Christopher Nolan. Orang-orang kantor sering menyebutkan kalau aku Nolan versi wanita karena film yang kuproduseri selalu film dengan alur rumit ala Nolan.
“Kenapa kau harus memilih film horor dengan alur rumit seperti ini, Mia? Kau tidak kasihan apa dengan penonton yang sudah ditakut-takutin dan disuruh mikir lagi dengan alurnya!” ucap asistenku yang selalu mengeluhkan project film-film pilihanku.
“Yang terhormat asistenku Ve, aku punya penilaian dan standar sendiri jadi percaya sajalah! Berhenti mengatakan aku Nolan versi wanita, karena aku bahkan belum pernah menonton karya-karyanya,” balasku kesal, sedetik kemudian aku menyadari kalau Ve adalah penggemar Nolan dan ia pun mulai dengan heboh meracuniku karya-karya Nolan.
Sebagai manusia introvert, pada awalnya aku memang senang bekerja dari rumah. Aku bisa mengisi energiku dan menikmati istirahat panjang. Tetapi kurasa saat ini sudah terlalu berlebihan energiku di ‘charge’. Kalian tau kan, baterai gawai akan mengembung kalau kelebihan daya? Ya, seperti itulah kondisiku sekarang, maksudku bukan literally tubuhku ‘mengembung’ ya.
Intinya, aku sangat berharap keadaan segera berubah menjadi lebih baik. Aku bisa kembali ke kantor, menghirup pengharum ruangan kantor, bercengkerama dengan teman-teman, mengeluh kelelahan karena lembur. Aku merindukan semuanya. Manusia dengan kemampuan minus dalam beradaptasi ini belum sepenuhnya menerima adanya ‘normal yang baru’. AKU INGIN NORMAL YANG LAMA!.
TING!
Seperti bisa membaca isi kepalaku, sebuah pemberitahuan artikel muncul di layar notifikasi gawai milikku dengan tidak berdosa. Sebuah artikel dari CNBC Indonesia yang berjudul, “WHO: Kita Tak Akan Bisa Kembali ke Hidup Normal Lama”.
“Oke, terima kasih atas pencerahannya,” ucapku sembari membaca artikel itu dengan kegetiran.
Tahun ini begitu menyedihkan, banyak hal yang menjadi terbengkalai. Proyek filmku harus terpaksa ditunda karena masalah anggaran produksi yang membuatku ingin menangis. Aku yakin bukan hanya aku yang merasakan kesedihan ini, tapi semua orang. Semua orang mengalami normal baru ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus melewati ini bersama-sama. Dengan harapan yang besar, aku mendoakan keadaan akan semakin membaik setiap harinya sehingga kita dapat menikmati waktu bersama, bercengkerama bersama tanpa harus merasa khawatir. Demikian curhatan ini aku sudahi. Salam hangat untuk kalian semua dari Mia si Manusia Purba.