Hits: 59
Aqillah Syahza Non / Aisha Tania Sinantan Sikoko
Pijar, Medan. Di masa pandemi seperti ini, untuk menghilangkan rasa bosan pasti kita tidak jauh-jauh dari kegiatan menonton film. Dengan ditutupnya bioskop, terpaksa kita harus beralih ke platform streaming agar tetap bisa menonton di rumah yang menyebabkan minat menonton orang-orang meningkat. Sejak pandemi virus corona operator seluler 3 Indonesia mencatat lalu lintas data untuk kegiatan streaming naik 193 persen. Apalagi banyaknya pilihan film seri dan mudahnya mengakses platform streaming membuat kita sulit untuk berhenti menonton. Akan tetapi, ada hal yang mesti kita waspadai dari kegiatan ini, yaitu binge-watching.
Menurut Oxford Dictionary tahun 2018, binge–watching adalah menonton beberapa episode serial TV terus-menerus secara berurutan, umumnya dengan menggunakan DVD atau streaming online. Biasanya pelaku binge–watching akan menghabiskan banyak waktu untuk menonton film seri secara sekaligus. Asal usul kata binge sendiri dimulai pada abad ke-19, binge diartikan sebagai merendam tong atau kapal kayu lainnya agar tidak bocor, yang akhirnya menjadi sebuah metafora untuk ‘basah kuyup’ atau minum berlebihan (Zimmer, 2013).
Pada abad ke-20, istilah binge sering digunakan untuk menunjukkan perilaku yang merugikan diri sendiri, seperti; binge–eating (Bulimia) atau binge-drinking (Alkoholisme) dan zaman sekarang kata binge lebih banyak digunakan sebagai binge-viewers atau binge-watchers (Dickinson, 2015).
Tersedianya banyak pilihan jenis film dan banyaknya platform streaming yang mudah diakses, menjadi salah satu faktor penyebab binge–watching. Apalagi platform streaming sekarang lebih nyaman tanpa diganggu iklan. Tidak seperti televisi yang sering diselingi iklan dan juga harus menunggu berminggu-minggu untuk menyelesaikan satu film seri, serta tidak bisa diulang.
Orang-orang yang memilih binge–watching mengaku bahwa aktivitas tersebut merupakan bentuk dari mengisi waktu luang, relaksasi, penghiburan, bahkan menambah pengetahuan. Mereka juga mengaku bahwa menonton secara terus-menerus merupakan bentuk dari tidak mau ketinggalan, serta rasa penasaran terhadap film yang mereka tonton.
Danesh A. Alam, MD. seorang psikiater di Northwestern Medicine Behavioral Health Services mengatakan bahwa kecanduan ‘maraton film’ disebabkan oleh produksi dopamin atau hormon kebahagiaan. Pelepasan dopamin tersebut membantu seseorang merasa senang serta memiliki efek mirip dengan yang diinduksi oleh zat adiktif. Semakin seseorang melakukan binge–watching, semakin banyak dopamin yang dihasilkan sehingga semakin kuat pula keinginan untuk terus menonton film tersebut.
Walaupun menimbulkan efek menyenangkan bagi penonton, binge–watching dapat dikatakan sebagai kecanduan ataupun gangguan dalam mengontrol pikiran manusia. Binge–watching juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan, baik segi fisik maupun psikis.
“Gangguan fisik jelas ada, bila begadang terus, mata lelah, pusing, tekanan darah drop, gangguan irama jantung, asam lambung juga bisa meningkat. Kalau psikis, bisa gangguan kelola emosi karena bisa memengaruhi seseorang jadi tidak bisa menerima realita bila tdk seperti drama atau film yang ditonton,” ungkap Dr. Anneke Holly M.Kes (MARS).
Dilansir dari halodoc.com, binge–watching berpengaruh terhadap meningkatnya risiko penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Hal ini terjadi karena pada saat menonton, pelaku binge–watching akan sangat minim melakukan pergerakan dalam waktu yang lama. Belum lagi jika menonton sambil mengonsumsi camilan yang tidak sehat, seperti makanan yang berlemak atau makanan manis. Maka hal ini, dapat meningkatkan risiko pelaku binge–watching mengalami sindrom metabolik yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit jantung, diabetes, dan stroke. Selain mengalami sindrom metabolik, mengonsumsi camilan dan makanan yang berkalori tinggi pada saat binge-watching juga dapat meningkatkan berat badan dan risiko obesitas.
Sulit tidur dan meningkatnya risiko insomnia juga dapat terjadi pada pelaku binge–watching. Umumnya, pelaku binge–watching akan merelakan waktu tidur mereka agar bisa menonton lebih lama. Akibatnya, pola tidur akan terganggu dan menyebabkan sulit tidur ataupun kurang tidur. Itulah mengapa pelaku binge–watching juga berisiko tinggi mengalami insomnia. Insomnia sendiri juga banyak dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan, mulai dari depresi, menurunnya daya ingat, kurang konsentrasi, masalah jantung, dan lain-lain.
Selain kesehatan fisik, dampak buruk binge–watching juga dapat terjadi kepada kondisi psikis. Contohnya seperti depresi dan kegelisahan. Sebuah penelitian menemukan orang yang menonton televisi lebih sering akan mengalami depresi dan kegelisahan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh isolasi diri ketika menonton.
Isolasi diri ketika menonton juga dapat menyebabkan terganggunya hubungan sosial. Biasanya bila sudah ketagihan, pelaku berusaha untuk membatasi waktu untuk berinteraksi dengan orang lain dan menambah waktu menonton. Orang tersebut juga bisa tidak peduli pada orang-orang di sekitarnya, baik keluarga maupun teman-teman.
Apabila sobat Pijar sudah mengalami kecanduan menonton film, lebih baik segera dihentikan karena akan banyak efek samping yang dirasakan nantinya. Untuk mengatasi binge–watching ini, kita bisa mengatur jadwal dan membatasi diri untuk menonton beberapa episode saja dalam sekali duduk. Hentikan menonton jika sudah mencapai batasan episode yang kita tentukan. Kita harus menyeimbangkan diri dengan aktivitas lain, misalnya dengan olahraga, berbicara dengan keluarga atau teman, membaca buku, atau melakukan hobi lainnya.
(Editor: Diva Vania)
1 Comment
daffa
wah begitu yaa ternyata