Hits: 8
Star Munthe
Mata Nyonya September tidak seperti matahari atau mata orang lainnya. Matanya kelam redam dan seperti hari-hari sebelumnya—di penghujung malam akan menurunkan badai. Tentu Nyonya September merasa dia tak baik-baik saja. Dan ini tentu tak baik-baik saja.
Nyonya September adalah seorang penulis. Cintanya mati dilindas ban pesawat tempur. Yang pergi dini tanpa aba-aba dan hinggap di landasan lain. Lagipula, seperti Virginia Wolf, ia tak terlalu tertarik dengan imperialisme laki-laki di kehidupannya. Maka dari itu Nyonya September hidup sendiri dan akrab berteman dengan bayangannya. Hari-hari indahnya tentang romansa sudah berlalu 7 tahun yang lalu.
***
Alarm berdering pukul 4.20, Nyonya September bangkit dan langsung menuju dapur. Dengan jiwa setengah sadar, ia yakin ia butuh secangkir kopi untuk melunasi setengah jiwanya yang tertinggal.
Secangkir espresso dan sebuah mesin tik—tangan Nyonya September berdansa mengikuti irama Allegro From Eine Kleine Nachtmusik. Ia melanjutkan imajinasi pada lembar ke 583. Ia yakin, kesedihan paling dalam didapatkan dari kesepian yang membunuh. Ruang di mana tak akan ada yang mendengarmu berteriak atau berkata, “Sepertinya kau tidak baik-baik saja.”
Kesepian bagi Nyonya September tidak seburuk yang dikira tikus-tikus lapar atau anjing-anjing haus perhatian. Kesepian adalah komoditas. Abad ke-19 adalah dimensi yang aneh, begitulah ia menanggapinya setelah 3 bukunya menjadi best seller di negeri yang senang berperang.
Nyonya September lebih tertarik membeli emas dibanding cinta. Karena emas akan menyuburkan kesombongan dan tak akan ada yang mau berteman dengannya. Sedangkan cinta hanya akan membuatnya nyaman, hangat, dan berteman. Seperti semua orang, tentu cinta itu basi.
Cinta adalah kebohongan—semua orang ingin dan akan bercinta. Tapi itu hanyalah kata. Sebuah proyeksi dari keinginan tanpa pembuktian. Di abad ke-19 cinta tak dianggap sebagai bagian dari seni lagi. Ia terlalu kotor untuk diwarnai di atas kanvas.
Sudah berapa kali Nyonya September didatangi pemimpin partai untuk ditawari menjadi seorang politisi—karena manusia tanpa cinta, yang menguasai dirinya dalam sepi, dia akan menjadi pilihan paling tepat. Lagi pula, semua orang menyukai Nyonya September, ia adalah Hitler di dimensi yang berbeda. Setidaknya itu adalah kemungkinan yang akan terjadi apabila ia mengiyakan.
“Lebih baik aku melayani calon penggali kuburku selama empat tahun daripada melakukan apa yang orang-orang ingin aku lakukan. Menjadi politisi adalah menjadi sampah plastik dan panggung politik adalah sungai kotor. Kau tak akan bisa melawan apa yang arus inginkan. Kau hanya mengalir sampai berakhir. Kau yakin aku inginkan itu?”
Nyonya September yang malang. Perempuan hebat yang melampaui batas setara dengan kedua sayapnya sendiri. Sangat disayangkan dia hidup di abad di mana cinta tak lagi memiliki eksistensi.
Suatu hari ia dengan hujan di mata duduk di meja kerja dan menuliskan surat untuk masa depan.
Kepada Cinta yang telah bangkit,
Aku percaya aku adalah reinkarnasi dari manusia yang pernah hidup di abad di mana cinta masih berwarna merah muda. Di mana akan ada malam pertunjukan puisi cinta. Di mana negara-negara lebih suka bernyanyi daripada memperebutkan wilayah. Di mana seorang perempuan akan menulis surat balasan dari pasangannya di akhir pekan.
Barangkali hidup di abad ini adalah sebuah kutukan, maksudku: hey, tak pernah ada matahari di sini. Bukan matahari yang bersinar di atas atap rumah. Maksudku matahari yang menghangatkan hati mereka yang kesepian.
Kau mungkin bertanya bagaimana dunia ini bisa begitu absurd sampa-sampai bisa melupakan cinta. Ya—aku juga tak tahu, tapi begitulah keadaannya. Hidup dengan mempercayai cinta, kau akan keracunan, diasingkan, atau dicap orang gila.
Lalu aku tak akan merasa sakit di dunia ini. Mungkin bagimu itu menarik. Tapi kau perlu tahu, bahwa lebih baik merasa sakit tapi kau juga merasa dicintai. Daripada tak merasakan sakit tapi kau hanya menangis.
Akhir kata aku katakan bahwa aku ingin hidup lagi di dunia di mana cinta yang sudah bangkit dan tidak berwarna abu-abu lagi.
Allegoria, 22 Januari 1815
Penulis terbaik yang tak merasa baik,
Nyonya September,