Hits: 5
Husna Nabila Pulungan
Narida sudah hampir sepuluh tahun menjadi dayang ibu suri di Istana Panabari dan suaminya Gesando adalah pengawal istana. Raja Panabari bernama Raja Pranata yang sangat disayangi rakyatnya. Walaupun usianya sudah mendekati 40 tahun, sang ratu baru saja akan melahirkan. Ratu Karatisa sangat mengharapkan kelahiran anaknya dengan kondisi yang baik.
Suatu sore di belakang istana, terdengar suara, “Rida…, ratu sudah melahirkan,” kata Gesando kepada istrinya.
“Oh ya, Kanda? Syukurlah, akhirnya penantian panjang dapat mencapai harapan yang indah,” Narida tersenyum atas berita suka cita itu.
“Aku yakin sang Baginda sangat senang, Kanda!”
“Tentu saja Rida, putrinya sangat cantik dan menawan,” mereka juga sangat senang dan berbincang di tempat tinggal mereka, sebuah gubuk kecil di belakang tembok Istana Panabari.
Raja Pranata bergembira menyambut kelahiran putrinya dan mengundang rakyatnya untuk berpesta ke istana selama seminggu, dengan jamuan dan hiburan yang sangat meriah.
“Ini adalah pesta yang paling berkesan, Tejo!” Marsel memulai percakapannya dengan temannya sesama pengawal istana, yang tugasnya pada saat itu sudah selesai dan mereka bergabung di keramaian pesta. Setelah pesta berakhir, para keluarga istana bertemu untuk menentukan siapakah yang akan mengasuh sang putri yang diberi nama Putri Mekarsi.
Akhirnya, keputusan yang diambil memberikan tugas kepada Dayang Narida sebagai pengasuh sang putri, atas usulan ibu suri yang sangat mengenal kerajinan dan kesabaran Narida. Dayang Narida sendiri mempunyai seorang putra yang berusia dua tahun bernama Pratama. Dia selalu membawa anak lelakinya itu saat mengasuh Mekarsi, sehingga Mekarsi dan Pratama tumbuh dan bermain bersama dalam asuhan yang sama.
***
Panabari adalah negeri yang berada di dunia tengah, yang menghubungkan dunia nyata dan dunia maya yang serba magis. Raja Pranata memimpin negeri itu sudah hampir 20 tahun. Dia dan rakyatnya adalah golongan ksatria eksati, yaitu para keturunan dewa dan manusia pilihan.
Negeri maya tetangganya bernama Begeret, adalah keturunan dewa yang sangat pemarah dan pendendam, yang selalu berharap dapat menguasai negeri perbatasan ini. Sementara itu, perbatasan negeri Panabari dengan dunia nyata ada di sekitar Danau Angpala yang sangat misterius.
Pratama adalah keturunan dewa bumi dari pihak ibunya dan ayahnya adalah manusia pilihan, yang sangat dicintai ibunya, berasal dari Negeri Brasiolia yang sudah musnah saat perang antar manusia dan monster Begeret 500 tahun yang lalu. Pratama tumbuh menjadi pemuda yang tangguh dengan kekuatan naturalian yang murni, yang belum dimengertinya.
Mekarsi adalah putri raja yang memiliki kekuatan pelindung baja. Bila digunakannya, tak akan ada mahluk yang berpikiran jahat yang bisa melukai yang dilindunginya, tetapi kekuatan itu baru akan dimengerti bila mereka punya pasangan abadi. Bila tidak, mungkin hanya terserap kurang dari setengahnya saja.
Ada seorang saudara tiri raja yang bernama Loma, yang ternyata masih keturunan Negeri Begeret, dengan sangat rahasia ingin menguasai Panabari. Pelan-pelan, dia menyelidiki kelemahan istana dan para pengawal raja, hingga akhirnya dia sudah mengumpulkan sekitar 150 orang yang berpihak kepadanya, tetapi gerakan ini belum diketahui sang raja.
“Ada sesuatu yang membuat aku sangat khawatir saat ini, Tama, sesuatu yang sangat menakutkan sepertinya sedang mengintai kita, tapi aku tidak tahu apa itu. Hanya ada gejolak dan getaran aneh yang membuatku terus merasa takut, apa menurutmu aku sedang bermimpi?” tanya sang putri.
“Begini tuan putri,” kata Pratama dengan suara agak berbisik. “Hamba baru saja mendengar suara-suara aneh dari ruang bawah tanah, seperti suara seorang wanita yang agak serak tapi lantang, wanita itu sudah mengumpulkan orang-orang agar bisa merebut kekuasaan raja.”
“Apa begitu, Tama? Berarti apa yang kurasakan ternyata maksudnya seperti ini, menurutmu apa yang harus kita lakukan?” tanya Mekarsi dengan muka yang tegang.
“Sebaiknya Tuan Putri mengatakan ini kepada Baginda, dan mulai berhati-hati, karena sekarang di istana sudah banyak serigala berbulu domba. Kata suara yang hamba dengar, sudah hampir setengahnya telah menjadi anggota wanita itu, tetapi ayahku, Pak Marsel, dan Pak Tejo sekarang dalam bahaya. Mereka akan dihilangkan bila tidak mau kerja sama.”
“Kita harus bertindak sebelum terlambat, Tama!”
***
“Ayahanda, bolehkah Nanda bicara?”
“Ada apa, Anandaku? Apa ada yang ingin dibeli atau apa ada rencana berekreasi?”
“Tidak, Ayah, Nanda tidak membutuhkan itu lagi, Nanda sudah besar. Sekarang Nanda lagi risau dengan kerajaan kita ini.”
“Aduh…, putri kecilku sudah besar rupanya, apa yang ingin Ananda bicarakan?”
“Sesuatu yang kurang baik sedang terjadi di istana, Ayahanda. Nanda mohon agar Yanda berhati-hati!”
“Apa maksud Ananda itu? Negara kita aman-aman saja, sayang.”
“Tapi Ayah, perasaan Nanda sangat takut akhir-akhir ini!”
“Sudahlah, Nanda, Ayah akan berhati-hati. Lebih baik Aananda bergembira, biarkan Ayah yang menangani urusan kerajaan, jangan khawatir, Anakku!”
“Tapi Ayah…”
“Iya, Ayah akan menjagamu. Tersenyumlah Nak, saatnya bergembira, pergilah bermain!”
Mekarsi melangkah keluar kamar ayahnya dan hatinya merasa ada yang belum selesai dengan pembicaraannya dengan ayahnya. Akan tetapi, dia tidak mungkin membicarakannya secara tuntas, apalagi melibatkan nama Pratama.
***
“Ayah, Nanda mohon tolong dengarkanlah apa yang sudah Nanda katakan itu…”
“Jangan khawatir Tama, Ayah akan siaga dan dua pamanmu itu juga akan Ayah kasih tahu segera.”
“Terima kasih, Ayah!”
***
“Tama, tolong terimalah kalung suciku ini, agar aku merasa terlindungi bila apa yang kita pikirkan terjadi!”
“Putri ini pertanda bahwa hamba seperti…”
“Tama jangan pikirkan itu, yang seharusnya kamu pikirkan itu bahwa aku bisa menggunakan kekuatanku nantinya secara penuh…”
“Rasanya tidak pantas Tuan Putri, hamba ini hanya pelayanmu saja…”
“Tama apa yang kusuruh harus kamu laksanakan, mengerti tidak?”
“Terserah Putri saja, hamba menurut saja dan ini tuan putri simpanlah agar diriku ini juga berguna untuk Tuan Putri,” Tama memberikan kalung sucinya yang terbuat dari perak halus.
“Kamu tahu, kan, dengan memakai ini kita bukan lagi antara tuan dan hamba, tetapi kekasih. Bila ada sesuatu yang terjadi ingatlah itu, hidup kita akan tetap bertaut. Aku hanya percaya padamu saat ini, Tama. Jadi, berjanjilah untuk setia padaku walaupun seluruh dunia tidak tahu akan ikrar kita ini, yang jelas aku lebih baik melangkah duluan dari pada kita dikubur diam-diam.”
***
Keraguan ternyata berbuah penyesalan bagi penghuni istana, Loma berhasil memperdaya Raja Pranata dan menamatkan riwayat hidup sang raja. Hari berkabung yang dilakukan serentak, hanya ritual palsu untuk menutupi keadaan yang sedang gawat. Kelompok Loma sudah menguasai istana dan yang tidak patuh sudah menjadi penghuni penjara bawah tanah.
“Di mana Putri sialan itu berada, kenapa dia bisa lolos? Cari dia sampai dapat!” suara penguasa baru membahana di ruang tengah istana. Ratu Loma menjadi nama yang sangat menakutkan di telinga Negeri Panabari, tak ada lagi kegembiraan di sana, hanya rasa mencekam dan ketakutan yang tersisa.
***
“Tama, lebih baik kita turun ke bumi dulu untuk sementara, sebelum kita merencanakan yang lainnya, tapi kita harus mengubah penampilan kita. Aku akan berubah menjadi merpati putih dengan jambul kuning.”
“Hamba… akan berubah menjadi kijang putih dengan tanduk perak.”
“Baiklah saatnya kita turun, hati-hati di perbatasan ada angin jahat yang bisa melempar kita!”
Saat mereka tiba di perbatasan dunia nyata, satu badai besar menerbangkan mereka sehingga mereka terpisah saat sampai di bumi. Sang merpati tersadar berada di satu hutan belukar di Negeri Nymphasy, sedangkan sang kijang berada di Pulau Jarlimkat.
Mekarsi sangat sedih karena dia terpisah dari kekasihnya entah di mana, dia sangat merindukan kehadiran Pratama. Sayang, dia belum tahu bagaimana caranya bisa menghubunginya. Sang Putri rindu saat-saat mereka bersama, saling mengerti dan saling melindungi, hanya suara merpatilah yang bisa terdengar di lebatnya Hutan Nymphasy yang sunyi.
Pratama tidak tahu harus bagaimana. Dia sudah mengaktifkan pendengarannya agar bisa mendengar suara merpati atau suara Sang Putri, tetapi yang dapat didengarnya adalah suara ombak menghempaskan diri ke pantai. Dia mencari tempat yang tinggi agar getaran suara Sang Putri dapat ditangkapnya, tetapi hasilnya belum ada.
Mekarsi berdiri di tepi tebing Hutan Nymphasy, memandangi lembah berkabut dengan harapan mendengar kabar dari Pratama. Dalam wujud merpati putih, ia telah menempuh perjalanan panjang, tetapi hanya keheningan yang menyambut.
Di tempat lain, Pratama, dalam wujud kijang bertanduk perak, berdiri di atas karang Pulau Jarlimkat, berusaha menangkap getaran suara hati Sang Putri. Keduanya merasakan panggilan aneh—seberkas cahaya kecil di langit yang seolah membawa pesan tentang takdir mereka.
Namun, badai besar tiba-tiba menggulung langit, memisahkan harapan yang sempat berkobar. Mekarsi terbang menembus angin, bersumpah untuk tidak menyerah, sementara Pratama melompat dengan kekuatan penuh, yakin bahwa cintanya akan menuntun mereka bertemu. Dalam bayangan badai, dua sosok bercahaya bergerak menuju arah yang sama. Apakah mereka akan bersatu kembali atau takdir tetap memisahkan mereka, hanya semesta Panabari yang tahu.