Hits: 35
Klinik Anti-Korupsi Kelompok 3 mengadakan serangkaian kegiatan, yang bertujuan membangun budaya anti korupsi di kalangan generasi muda Gereja HKBP Tanjung Sari. Dihadiri oleh 90 peserta, acara ini telah terlaksana pada Selasa (29/10/2024).
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Klinik Anti-Korupsi, yang digagas oleh mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Sumatera Utara (USU), dengan Aflah selaku dosen pembimbing. Hal ini merupakan upaya mendidik dan memberdayakan pemuda-pemuda Indonesia agar menjadi agen perubahan dalam melawan praktik korupsi.
Kegiatan dimulai dengan sesi pemaparan materi oleh mahasiswa FH USU, yakni Natalie Wood Gultom dan Ardhiana Nainggolan. Keduanya membahas berbagai jenis korupsi serta dampak buruknya bagi masyarakat dan negara. Pada pemaparannya, ditekankan bahwa korupsi bukan hanya masalah di kalangan pejabat tinggi atau instansi pemerintah, melainkan bisa terjadi di kehidupan sehari-hari, bahkan dalam skala kecil yang mungkin tidak disadari.
Gerald, salah seorang peserta, bertanya setelah sesi pemaparan materi, “Hakim memiliki hak imunitas, bukankah ini salah satu penyebab tindak pidana korupsi semakin marak? Karena hakim bebas mengeluarkan putusan yang mungkin bisa dianggap semena-mena.”
Natalie yang pertama kali menjawab menyatakan, bahwa seorang hakim memang diberikan hak imunitas, sehingga tidak bisa digugat secara hukum saat memutus sebuah perkara. Namun, hak imunitas ini tidak mutlak. Jika terbukti menerima suap atau melanggar hukum, hakim tetap dapat dijatuhi hukuman. Selain itu, masyarakat dapat menempuh upaya hukum jika putusan hakim dinilai tidak mencerminkan keadilan.
Ardhiana menambahkan, bahwa memang benar, integritas penegak hukum menjadi salah satu aspek kunci dalam pemberantasan korupsi. Para penegak hukum yang menyalahgunakan wewenang perlu dibenahi. Tujuannya agar di masa depan, putusan-putusan terkait tindak pidana korupsi benar-benar mencerminkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah sesi pemaparan, acara dilanjutkan dengan kegiatan fun learning. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang disebut chambers. Setiap chamber dipandu oleh satu assessor, yang berperan untuk memfasilitasi diskusi dan memberikan arahan kepada para peserta.
Pada sesi ini, setiap chamber membuat yel-yel anti-korupsi dan melakukan diskusi mengenai kasus-kasus korupsi, yang relevan dengan kondisi sosial-politik di Indonesia saat ini. Yel-yel dan hasil diskusi dari tiap chamber ditampilkan di akhir sesi.
“Kami ingin agar para peserta, terutama generasi muda, paham bahwa korupsi bisa terjadi di mana saja dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Melalui kegiatan ini, kami berharap mereka bisa membangun kesadaran bahwa anti-korupsi adalah sikap yang harus dimiliki setiap individu,” ungkap salah satu assessor kegiatan ini.
Klinik Anti-Korupsi Kelompok 3 berharap, kegiatan ini dapat mendorong peserta untuk menjadi generasi muda yang berintegritas tinggi dan memahami isu korupsi. Diharapkan pula, para peserta mampu menyebarkan nilai-nilai anti-korupsi yang telah dipelajari kepada teman-teman, keluarga, dan masyarakat sekitar, sehingga gerakan anti-korupsi dapat semakin meluas dan mengakar di tengah masyarakat.