Hits: 4
Novita Arum
Pijar, Medan. Manusia dan bumi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta. Bumi merupakan tempat hidup dari komunitas kehidupan yang unik. Bumi juga memberikan kondisi yang penting untuk evolusi kehidupan. Ketahanan masyarakat dan lingkungan tergantung pada kelestarian biosfer yang sehat dengan semua sistem ekologi, beragam tanaman dan hewan, tanah yang subur dan air. Lingkungan global dengan sumber daya yang terbatas menjadi perhatian bagi manusia.
Pertumbuhan hutan yang berusia tua di Sumatera menyusut sekitar 40% dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, sementara secara keseluruhan hutan di Indonesia sudah musnah sekitar 36%, hal ini terungkap dalam kajian komprehensif berdasarkan citra satelit yang baru saja dipublikasikan dalam Environmental Research Letters.
Tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi tanah. Faktor-faktor yang menekan kerusakan hutan Indonesia, diantaranya konversi hutan untuk pengembangan perkebunan. Cara yang paling sering ditempuh oleh pengusaha untuk memenuhi kebutuhan lahan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan konversi kawasan hutan, karena mekanisme untuk mendapatkannya relatif mudah dan memperoleh keuntungan dari hasil tebangan kayu. Hampir semua pertanaman kelapa sawit yang ada sekarang adalah areal pertanaman baru dari areal hutan produksi yang dapat dikonversi.
Secara umum, Sumatera telah kehilangan 7,5 juta hektar hutan antara tahun 1990 hingga 2010, dan sekitar 2.6 juta hektar diantaranya adalah hutan primer. Sebagian besar hutan yang hilang adalah hutan sekunder yang habis akibat penebangan liar. Hanya 8% hutan perawan yang tersisa di Sumatera.
Kendati demikian, tak semata berita buruk yang datang dari Hutan Sumatera. Data kajian juga menunjukkan bahwa level degradasi hutan di Sumatera turun sekitar 61% antara tahun 1990 hingga tahun 2000, turun dari angka 542.000 ke angka 211.000 hektar per tahun. Luasan hutan yang musnah akibat penebangan liar juga menurun dari angka 192.000 hektar per tahun menjadi 40.000 hektar per tahun. Sementara degradasi hutan primer antara tahun 2000 hingga 2010 menurun drastis dari angka 218.000 hektar per tahun menjadi 42.000 hektar per tahun.
Selain itu, kajian ini juga menunjukkan bahwa wilayah konservasi juga berkontribusi dalam menurunnya angka kerusakan hutan. Hutan yang sudah dilakukan sistem zonasi untuk konservasi dan perlindungan hanya kehilangan 1.3 dan 4% tutupan hutan antara tahun 2000 hingga 2010. Sebagai perbandingan wilayah hutan yang dizonasi untuk penebangan dan konversi menjadi hutan tanaman industri hilang antara 19 hingga 39% dalam periode tersebut.
Selain membahas seputar angka kehilangan hutan, kajian ini juga meneliti seputar faktor pendorong hilangnya hutan dan degradasi hutan. Setelah era 90-an, perkebunan sawit dan pulp and paper menjadi ancaman utama deforestasi, sementara penebangan liar menjadi penyebab utama degradasi hutan.
Sumatera adalah satu-satunya pulau di bumi ini dimana gajah, harimau, badak dan orangutan bisa ditemukan bersamaan. Sayang, keempatnya kini berada di ambang bahaya akibat deforestasi.
Dari fakta dan masalah di atas, ada beberapa tawaran solusi baik dari program pemerintah, praktisi, civitas akademika maupun masyarakat sendiri. Untuk mempertahankan hutan Indonesia, ada baiknya jika pemerintah terus melakukan perbaikan tata kelola hutan, perbaikan izin kehutanan dan pengawasan ketat. Adanya sikap tegas dari pemerintah dalam menegakkan hukum untuk melindungi hutan Indonesia juga sangat diharapkan. Sebab, masalah kehutanan bukan hanya menyangkut manusia tetapi juga produk hutan itu sendiri seperti flora dan fauna. Pemerintah dan aparatur hukum memiliki peran paling besar dalam upaya pelestarian hutan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Bukan hanya peranan pemerintah, masyarakat juga diperlukan untuk memiliki kesadaran akan rasa memilikinya terhadap alam ataupun hutan tersebut. Semua pihak harus terlibat dan sadar akan manfaat dari hutan
Sudah banyak pergerakan dari komunitas ataupun lembaga yang ada di Medan untuk memperbaiki hutan supaya tidak mengalami lebih banyak kerusakan, untuk di lingkungan USU sendiri ada komunitas Biologi Pecinta Alam dan Study Lingkungan (Biopalas) USU. Selain komunitas itu tentunya masih banyak komuitas lainnya yang memiliki tingkat kepedulian tinggi terhadap kelestarian hutan.
Perlu diingat dan selalu ditanamkan dalam diri bahwa hutan adalah sumber kehidupan manusia. Hutan memberikan banyak manfaat bagi manusia dan tidak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Harapannya kita sebagai manusia yang akan selalu membutuhkan hutan, agar sadar dan mulai melindungi hutan. Jangan hanya menghabisi manfaat dari hutan sehabis itu lupa dan tidak mengurusnya lagi. Bukan menghancurkan ataupun merusak hutan tapi berusahalah untuk melindungi hutan. Hutan dengan berbagai manfaat adalah aset yang perlu dijaga dan dilindungi.