Hits: 46
Yosephin Christ Walderin / Muhammad Farhan
Pijar, Medan. Dewasa ini, banyak pelaku kriminal yang ujung-ujungnya ditetapkan dan digelari sebagai seorang “duta”. Padahal, makna dan tugas dari gelar tersebut sangatlah sakral. Seorang duta pada dasarnya adalah seseorang yang memiliki keahlian di bidang tertentu yang kemudian menjadi perwakilan atas bidang tersebut.
Namun, jika merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata duta secara jelas dinyatakan adalah seseorang yang diutus oleh pemerintah untuk melakukan tugas khusus. Jika begitu, kenapa bisa-bisanya pemerintah menujuk atau mengutus seorang pelaku kejahatan untuk melakukan sebuah tugas mulia?
Mundur sedikit beberapa waktu lalu, ada wacana dari pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatra Utara (BNNP Sumut) yang akan menganugerahi 20 mahasiswa USU menjadi Duta Antinarkoba. Isu itu disampaikan beberapa hari setelah penangkapan kegiatan penyalahgunaan narkoba di lingkungan USU.
Fenomena tersebut kian menjadi fokus masyarakat. Ditambah lagi, alasan berbakat musik yang diberikan pihak berwenang juga bisa dibilang sedikit kurang masuk di akal dan terkesan dipaksakan.
Hal tersebut juga menarik perhatian salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, Mickhael Rajaguguk. Menurutnya, kekurangan transparansi dan alasan serta metode pemilihan duta tersebut menjadi salah satu pertanyaan terbesar.
“Mungkin itu menjadi perhatian karena kurangnya transparansi penanganan dan tindakan yang telah dilakukan. Selain itu, tidak jelasnya alasan dan dasar metode pemilihan duta itu juga menimbulkan kebingungan di masyarakat,” kata Mickhael.
Namun, ada juga hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan menjadikan beberapa dari pelaku kejahatan tersebut menjadi Duta Antinarkoba. Menurut Mickhael, ada kecenderungan juga orang-orang untuk lebih percaya kepada mereka yang telah berpengalaman dibanding yang hanya paham teori saja.
“Kalau dilihat, mungkin ada baiknya juga Duta Antinarkoba dari mereka yang sudah pernah terjerumus. Itu bisa memberitahu apa-apa saja dampak buruk dari hal tersebut. Namun, kembali lagi, seharusnya penunjukkan duta itu harus juga diiringi dengan transparansi penerapan hukum dari pihak berwenang. Gunanya, agar tidak ada kecurigaan serta opini-opini tidak bertanggung jawab,” ujar Mickhael.
Menilik lagi, sebenarnya bukan hanya sekali atau dua kali hal tersebut dilakukan (menganugerahi gelar duta kepada pihak yang melakukan kesalahan). Sejak beberapa tahun lalu, pihak pemerintah sendiri kerap terkesan melakukan blunder dan sesuka hati saja dalam memberikan gelar duta. Salah satu contoh ketika seorang pedangdut kondang yang telah menghina lambang negara malah dijadikan Duta Pancasila.
Kurangnya keterbukaan serta transparansi apa-apa saja yang dilakukan pihak berwenang kepada masyarakat luas menjadi salah satu faktor terbesar munculnya rasa aneh dan kecurigaan. Meski begitu, sudah sepatutnya tindakan penyematan gelar duta kepada pelaku kejahatan ini ditinjau kembali oleh pihak-pihak berwenang. Terlebih, masih sangat banyak pendapat pro dan kontra dari berbagai pihak dan masyarakat.
(Redaktur Tulisan: Rassya Priyandira)