Hits: 40
Winda Yanti Samosir
Pagi ini hujan turun begitu deras, semua terasa sunyi dan sendu. Seperti halnya yang dirasakan oleh Dela. Ia bangun terlambat tidak seperti biasanya. Dela, seorang anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayah dan ibu bahkan seluruh keluarganya.
Dela merupakan anak yang cerdas dan juara di sekolah. Seringkali ia memenangkan berbagai perlombaan. Ia tak memiliki kekurangan secara fisik. Namun, Dela masih bingung kenapa keluarganya tak menyayanginya. Suatu hari, Dela kembali memenangkan Olimpiade IPA tingkat sekolah.
Dela sangat senang. Saat itu guru memberitahu Dela bahwa saat pembagian hadiah nanti para juara harus didampingi oleh orang tua. Sepulang dari sekolah, ia bergegas menuju ke rumah untuk memberitahukan kabar gembira tersebut ke keluarganya. Sesampainya di rumah, ia mengetuk pintu rumahnya, tetapi tak kunjung ada yang membukakan pintu.
“Ibu, bukain pintu dong, bu,“ ucap Dela. Tak ada yang menyahutnya.
Dela baru saja ingat kalau ayah dan ibunya sedang pergi ke Bandung. Ayah dan ibunya tidak memperbolehkan Dela membawa kunci rumah sehingga ia tidak bisa masuk. Untungnya, ada bibi pembantu yang baik hati membukakan pintu untuk Dela.
“Non, maaf ya bibi agak telat buka pintu. Soalnya bibi tadi ke belakang, jadi suara Non Dela
tidak kedengaran,” kata Bibi.
“Gapapa kok, bi. Ini juga syukur bibi mau bukain pintu,” sahut Dela.
Saat masuk rumah Dela terlihat murung. Ia pergi ke kamar untuk mengganti seragam sekolahnya. Bibi menyaksikan Dela nampak sedih dan akhirnya berinisiatif untuk membuatkan Dela makan siang yang enak. Lalu, Dela pun datang ke dapur. Ia mencium wangi masakan Bibi. Dela selesai makan kemudian Bibi bertanya mengapa wajahnya terlihat murung.
“Non Dela kenapa mukanya begitu?” tanya bibi.
“Aku juara Olimpiade IPA bi, tapi aku sedih,” jawab Dela.
“Lho, kok sedih, Non? Kan juara bukan kalah,” jelas bibi.
“Soalnya pembagian hadiahnya harus bareng orang tua, bi,” Dela menitikkan air matanya saat mengatakan hal itu.
“Aku tahu nanti pasti ayah sama ibu ga mau datang, mereka pasti menolak,” Dela masih menangis tersedup-sedu.
Setelah berdiskusi dengan Bibi, Dela memberanikan diri untuk memberitahu orang tuanya nanti. Suara klakson mobil pun terdengar. Artinya, orang tua Dela sudah tiba di rumah. Dela bergegas ke depan untuk membukakan pintu. Namun, raut wajah orangtuanya tampak tidak menyenangkan. Orang tuanya tidak suka Dela yang membukakan pintu. Sesaat, kedua orang tuanya sudah duduk di ruang tamu. Dela pun mengajak mereka bicara.
“Ayah, ibu! Aku juara Olimpiade IPA jadi pembagian hadiahnya ayah ibu harus datang, bu!” ujar Dela antusias.
“Apa? Hari apa?” tanya ibunya.
“Hari Sabtu ini, bu,” jawab Dela.
“Hei! Ayah sama ibu ga bisa datang!” bentak Ayah.
“Jadi, siapa, nih yang nemenin aku ikut pembagian hadiah?” tanya Dela.
Tak ada yang menjawab Dela, semua hening. Dela pergi ke dapur. Sepertinya, ayah dan ibu tidak peduli. Hanya ada satu orang yang ia rasa akan menemaninya, yaitu bibi.
“Bibi!” seru Dela sambil mencari bibi.
“Ahh. Ternyata Bibi ada di sini. Bi, mau nggak, lihat aku ikut pembagian hadiah Sabtu ini?”
“Wahhh, non pasti tahu, dong jawabannya, bibi pasti mau ikut,” ujar bibi sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Yeeeyyy!!” tutur Dela.
Hari pembagian hadiah pun tiba. Dela datang bersama bibi. Bibi sangat senang bisa ikut menemani Dela. Dela meminta temannya untuk memotret mereka. Lalu, tiba saatnya nama Dela dipanggil ke depan. Semua orang bertepuk tangan. Namun, tepuk tangan itu seketika lenyap saat sang guru menanyakan Dela di mana orang tuanya.
“Ke mana kedua orang tuamu? Kamu sudah tau syaratnya kan Dela?” ujar Pak Guru.
“Mereka tidak bisa hadir, pak,” jawab Dela sendu. Sang guru pun mempermalukan Dela di depan umum.
Hal itu membuatnya semakin sedih. Ditambah, ia iri melihat orang lain didampingi oleh orang tua masing-masing sedangkan orangtuanya tidak bisa hadir. Karena merasa malu dan tidak ada yang memperdulikannya, Dela berlari keluar aula sambil menangis. Rasanya ia ingin cepat mati saja. Ia berlari sangat cepat bahkan bibi pun tidak sanggup mengejar. Dela berlari tanpa memperhatikan jalannya. Tanpa sengaja, ia pun ditabrak oleh mobil dan terpental jauh.
Darah bercucuran keluar dari kepalanya. Ia meringis kesakitan sambil menangis. Banyak orang menyaksikan kejadian itu dan penabrak pun melarikan diri. Bibi pun memberitahu orang tua Dela bahwa Dela kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit. Orang tua Dela bagaikan disambar petir mendengar kabar itu.
Di rumah sakit.
“Dela memanggil bibi. Dia sangat kritis,” ujar Dokter.
Bibi pun masuk ke ruangan lalu memegang tangan Dela erat.
“Bi, tolong berikan surat ini pada ayah dan ibu, sampaikan bahwa Dela sangat menyayangi mereka,” kata Dela.
Bibi menjawab “,baik, non. Kamu bertahan, ya. Kamu pasti kuat,” ujar bibi sambil menangis.
Namun, tak lama kemudian.
Tit tit tit………
Bunyi ventilator terdengar. Ternyata, Dela sudah kembali pada Sang Pencipta. Lalu, tepat saat Dela meninggal dunia, ayah dan ibunya baru saja tiba.
“Bi, di mana Dela?” ucap sang ayah.
“Dela baik-baik saja kan, bi?,” sang ibu gemetaran sekali.
“Dela sudah tiada, tuan, nyonya,” ujar bibi.
Ayah dan ibu Dela menangis meraung-raung karena kehilangan putri mereka, tetapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Penyesalan selalu datang di akhir. Dela yang tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya, akhirnya meninggal.