Hits: 24
Ghina Raudhatul Jannah / Nur Agustilahmi Nasution
Pijar, Medan. Kekerasan (violent) terhadap perempuan merupakan isu yang penting dibahas pada saat ini. Tindakan kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Mulai dari kekerasan secara fisik, psikis, seksual, eksploitasi, penelantaran, perdagangan (trafficking) sampai pada sanksi sosial.
Saat ini, kekerasan banyak terjadi di dalam keluarga dan dari status sosial yang beragam. Hal yang paling miris adalah orang yang melakukan tindak kekerasan tersebut merupakan orang terdekat dari para korban. Bahkan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia cenderung meningkat di setiap tahunnya.
Menurut data dari Komnas Perempuan, selama tahun 2023 jumlah pengaduan kasus menurun dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 457.895 dari 459.094. Dari jumlah tersebut, kasus pelecehan seksual menjadi yang paling banyak dilaporkan.
Setiap tahunnya di tanggal 25 November, dunia memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional dengan melakukan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang diselenggarakan oleh UN Women. Tindakan ini bertujuan untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia, serta berperan untuk memfasilitasi upaya terkait pencegahannya.
“UNITE! Invest to Prevent Against Women and Girls” adalah tema yang diusung oleh UN Women untuk peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Tema ini berfokus pada pentingnya melakukan berbagai strategi pencegahan untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati juga menjelaskan bahwa peringatan 16 HAKTP menjadi refleksi terkait solusi yang belum dilakukan dan berkaitan dengan penanganan terhadap perempuan.
“Hal ini setiap tahun akan menjadi momentum, 16 HAKTP akan menunjukkan sebuah refleksi solusi yang belum dilakukan agar menjadi sebuah kemajuan yang akan diusahakan,” jelasnya.
Partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sangat penting untuk membangun dukungan yang lebih luas terhadap usaha-usaha untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Hal ini juga disampaikan oleh Bahrul Fuad selaku Komisioner Komnas Perempuan.
“Ayo, kita dorong semua pihak untuk menemani korban kekerasan dengan tidak menjustifikasi dan tidak menyalahkannya,” ujarnya dalam diskusi mengenai kekerasan terhadap perempuan yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (24/11/2023)
Sangat penting untuk menciptakan pemahaman bersama bahwa perdamaian bukan hanya tentang absennya kekerasan fisik, tetapi juga mencakup penghapusan ketidaksetaraan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Melalui Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, diharapkan masyarakat dapat bersama-sama bekerja menuju dunia yang lebih adil dan damai.
(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)