Hits: 311

Theodora Stephanie Laowo / Yulia Kezia Maharani

“Kalau dunia terlalu berisik, kita tutup telinga sebentar saja, lalu dengarkan detak jantung kita. Berterima kasihlah untuk hari ini.”

Pijar, Medan. Dewasa ini media sosial sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kita. Lewat perkembangan digitalisasi, berbagai konten dengan mudahnya diakses oleh seluruh kalangan masyarakat. Sama halnya dengan isu yang dikemas oleh film Budi Pekerti ini, film garapan sutradara Wregas Bhanuteraja berhasil mengemas cerita kompleks bermedia sosial.

Film yang rilis sejak 2 November 2023 ini berkisah tentang seorang guru BK bernama Bu Prani yang dituduh mengumpat saat mengantre membeli kue putu. Rekaman di tempat penjual putu yang berdurasi 20 detik tersebut viral kemudian menggelinding menjadi masalah yang lebih besar.

Satu per satu orang di sekitar Bu Prani terkena imbas dari viralnya video tersebut. Mulai dari keluarganya, sekolahnya, murid-muridnya, hingga grup senam di kampungnya. Konflik semakin kompleks setelah upaya Bu Prani yang mengunggah video klarifikasi ke media sosial. Bukannya meredakan masalah, tetapi malah menimbulkan masalah-masalah yang lebih rumit lagi.

Bagai pepatah gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga, begitu pula yang dirasakan oleh Bu Prani. Citra yang selama ini ia bangun untuk mendidik murid menjadi lebih baik hingga dirinya dicalonkan sebagai Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) di sekolahnya menjadi pupus seketika. Belum lagi, ia harus berjuang merawat suaminya yang menderita depresi.

Film ini menunjukkan bagaimana kesalahan seseorang di media sosial harus membuat orang-orang di sekitarnya ikut menanggung dosanya. Lewat film ini juga, kita menyadari betapa kejamnya praktik cyber bullying di media sosial. Wregas pun mengatakan latar belakang dirinya membuat film tersebut ialah berdasarkan hasil pengamatannya terhadap berbagai kasus cyber bullying dalam dunia maya.

Sadar tidak sadar, kita kerap mengalami atau bahkan menjadi pelaku cyber bullying di media sosial. Sering kali kita sebagai netizen secara gamblang mem-posting atau membeberkan sesuatu tanpa melakukan riset terlebih dahulu.

Film ini cukup menarik perhatian masyarakat Indonesia, sebab mengupas realitas kehidupan bermedia sosial saat ini. Betapa kita harus menerima kenyataan bahwa masalah benar dan salah sering kali ditentukan oleh banyak dan tidaknya suara netizen.

Selain itu, film Budi Pekerti menunjukkan orang-orang di media sosial yang terjebak sebagai budak-budak engangement serta dengan mudahnya menihilkan etika, menyebarkan sesuatu tidak secara menyeluruh atau bahkan menjadikan masalah seseorang sebagai bahan konten persuasif lewat asumsi ataupun konspirasi yang mereka cetuskan.

Film Budi Pekerti memberi banyak pesan moral kepada masyarakat masa kini tentang betapa pentingnya menggunakan media sosial dengan bijak dan berbudi pekerti. Kita juga diajarkan untuk tidak gegabah dalam bertindak karena besarnya dampak yang akan dihasilkan oleh jejak digital pada media sosial tersebut.

Selain itu, hal yang tak kalah menarik dari film tersebut ialah kualitas akting dari para aktor juga berhasil menggugah hati para penonton. Film Budi Pekerti dibintangi oleh sebaris artis ternama di Indonesia, seperti Sha Ine Febriyanti, Angga Aldi Yunanda, Prilly Latuconsina, Dwi Sasono, Omara Esteghlal, dan Ari Lesmana.

Terhitung sejak waktu rilis, film bergenre drama dengan durasi 1 jam 51 menit ini sudah ditonton sebanyak 247.236 kali. Film Budi Pekerti juga terpilih sebagai film dengan nominasi terbanyak sebab menggandeng 17 nominasi pada Piala Citra Festival Film Indonesia 2023. Film yang diproduksi oleh Rekata Studio dan Kaninga Pictures ini juga telah tayang pada Festival Film Internasional Toronto pada 9 September 2023 dan menjadi film pembuka dalam Festival SXSW Sydney 2023 pada Oktober lalu.

 

(Redaktur Tulisan: Alya Amanda)

Leave a comment