Hits: 60

Dicky Wahyudi / Anggi Yessika Situmorang

Pijar, Medan. Manusia terkadang beralasan untuk tidak berprestasi dibalik keterbatasan yang mereka miliki. Namun, berbeda dengan Sofyan, atlet paralimpik tenis meja National Paralympic Committee (NPC). Sebuah sosok yang mengajarkan bahwa dibalik semua itu, ada banyak hal yang dapat memotivasi diri agar tetap mengukir prestasi.

Tahun ini, Sofyan turut melambungkan nama Indonesia di pentas ASEAN Para Games 2022 dengan menyumbangkan medali emas di nomor beregu putra. Bukan instan, atlet yang berasal dari Deli Serdang, Sumatera Utara ini sudah mempersiapkannya sejak tahun 2021. Alhasil, ia juga menyabet perunggu dalam kategori ganda putra.

Di balik pencapaiannya saat ini, ada banyak perjuangan dan usaha yang besar ia lalui dalam kehidupannya. Sofyan terkena polio pada usia satu tahun dan mengalami panas tinggi. Ia lalu dibawa ke bidan dan disuntik. Sejak saat itu, ia merasakan kelemahan dalam tubuhnya yang berdampak ke kaki hingga membuatnya tidak bisa berjalan kembali.

Kenyataan pahit itu tentu tidak meruntuhkan semangat Sofyan untuk berprestasi dan mengharumkan nama bangsa melalui bidang olahraga. Sofyan berhasil mencatatkan prestasi pertama sebagai atlet tenis meja disabilitas saat pertama kali bermain di Kejuaraan Nasional Solo pada tahun 2015. Ia membawa pulang dua medali perunggu.

Tidak hanya itu, di Pekan Paralimpiade Nasional Bandung yang setara dengan PON (Pekan Olahraga Nasional), Sofyan berhasil mendapatkan satu medali perak dan dua medali perunggu. Pada tahun 2017, ia mengantongi dua medali emas di Kejuaraan Nasional Bandung dan masih banyak lagi prestasi yang telah dicetaknya.

Saat Sofyan menyabet medali Emas dan Perunggu di ASEAN Para Games 2022
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi (Sofyan)

Ketika ditanya mengapa memilih tenis meja sebagai olahraga yang digelutinya, Sofyan mengaku awalnya ia bingung, seperti apa olahraga untuk anak disabilitas itu? Akhirnya, atlet yang berumur 35 tahun ini iseng bermain tenis meja dan ternyata bisa karena terbiasa.

“Tenis meja itu olahraga perasaan, olahraga hati karena tenis bukan olahraga kaya bulu tangkis yang dipukul sekuat apapun dia sama saja. Kalo tenis meja dipukul kuat dia jauh, dipukul pelan dia nyangkut. Jadi harus ada kontrol diri makanya bisa dibilang olahraga perasaan. Harus nemu feel-nya sama diri kita sendiri,” ujar Sofyan.

Saat ini, selain latihan, Sofyan tengah sibuk dengan perannya sebagai penanggung jawab orang-orang disabilitas di Kabupaten Deli Serdang di bagian olahraga. Ketika berada di rumah, ia juga menyempatkan waktu untuk membuat sandal dan sepatu yang kemudian dijual ke toko-toko di sekitar Kota Medan. Namun, hal itu tidak dilanjutkannya lagi karena ia sedang berfokus pada program-program yang ingin dikembangkannya bersama Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Lubuk Pakam.

Sofyan juga mengajak anak-anak disabilitas di sekitar tempat tinggalnya untuk bergabung dalam programnya bersama Dispora tersebut. Ia berkomunikasi dan membangun kepercayaan anak-anak di sana bahwasanya biarpun dengan keterbatasan fisik, mereka tetap mampu menjadi seseorang yang besar.

“Tantangannya, ingin membuktikan sama orang non-disabilitas bahwa kami mampu untuk bisa menjadi besar. Kami ingin membuktikan sama semua orang bahwa fisik saja yang tidak sama, tetapi rezeki Allah yang atur. Jadi motivasinya untuk membuktikan orang-orang agar jangan menganggap orang disabilitas itu kecil,” tutupnya.

Sofyan merupakan satu dari banyak sosok anak bangsa yang lahir dengan keterbatasan fisik. Akan tetapi, mereka bisa menjadi bukti bahwa hal itu bukanlah penghalang untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Semoga kisah Sofyan dapat menginspirasi banyak orang di sana yang sedang berjuang. Semangat!

(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)

Leave a comment