Hits: 56

Nathasya Sianipar

Pijar, Medan. Saat ini penggunaan istilah psikologi burnout syndrome di kalangan masyarakat modern semakin banyak dipergunakan untuk menggambarkan keadaan seseorang ketika mengalami kelelahan secara fisik dan mental yang berlebihan dalam pekerjaannya. Dilansir dari Fontiersin.org, burnout dapat diartikan sebagai kombinasi dari kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian pribadi yang disebabkan oleh stres kerja akut yang berlebihan.

Untuk menghindari diagnosa dini terhadap burnout syndrome, perlu diketahui bahwa tingkat toleransi stres setiap orang berbeda-beda. Adapun gejala dari burnout syndrome yaitu, kelelahan yang luar biasa dan kehilangan motivasi, pandangan sinis terhadap pekerjaan seseorang, dan perasaan tidak efektif atau gagal.

Sementara itu, ciri-ciri dari orang yang terkena burnout syndrome antara lain, kelelahan parah yang berkepanjangan, hilangnya konsentrasi, gangguan ingatan, rendahnya fokus, hilang keteraturan atau menjadi urakan, rendahnya kemampuan untuk penguasaan diri, mood swing, demotivasi, dan gejala-gejala penyakit psikosomatis.

Burnout syndrome terjadi dalam suatu proses ketika seseorang memiliki aktivitas yang terlalu sehingga menyebabkan kelelahan akut yang berkepanjangan. Dalam menekan tingkat kelelahan yang berlebihan, seseorang tersebut akan berusaha mengurangi sumber kelehannya yaitu jumlah aktivitas yang ia lakukan. Pengurangan aktivitas secara drastis tersebut berdampak pada perasaan ketidakpuasan pada pencapaian atau hal yang dilakukan seseorang sehingga menciptakan kehilangan motivasi atau demotivasi dan rasa putus asa.

Proses ini juga nantinya akan berpengaruh pada kesehatan yang disebabkan oleh pikiran atau disebut juga psikosomatis seperti, gangguan tidur, gangguan gastro-intestinal, kerentanan terhadap infeksi, gangguan seksual, konsumsi alkohol dan obat-obatan, dan lainnya.

Burnout syndrome ini tentu saja memiliki banyak sekali dampak negatif yang dapat mempengaruhi fisik, mental, dan sosial seseorang. Secara fisik sindrom ini dapat menciptakan penyakit psikosomatis seperti, maag, tekanan darah tinggi, eksim, penyakit jantung dan sebagainya. Kemudian, secara mental dapat membuat seseorang merasa rendah diri, putus asa, dan disfungsi mental. Selain itu dapat juga berpengaruh pada kemampuan bersosial seseorang karena memengaruhi suasana hati, sikap menarik diri dari lingkungan, perilaku sinis dan agresif terhadap pencapaian orang lain.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk untuk mencegah burnout syndrome? Secara psikologi, kita dapat mengembangkan cara yang sesuai dengan diri kita sendiri untuk mengatasi stress. Kamu bisa mulai dengan mencoba teknik relaksasi diri, keberanian untuk mengatakan tidak ketika dirasa sudah tidak mampu menerima tanggung jawab atau tugas baru, menjaga relasi dengan orang di sekitar, dan mengurangi ekspektasi berlebihan yang tidak realistis dan justru malah menambah beban pikiran.

Secara strategis, kita juga dapat mencegah burnout syndrome dengan cara mengatur manajemen waktu yang baik, mengenali dan mengomunikasikan kemampuan diri sendiri dalam mengerjakan sesuatu, memberikan apresiasi kepada diri sendiri baik dalam bentuk afirmasi positif ataupun self reward, memiliki seseorang yang dirasa mampu untuk menjadi teman cerita, dan akan lebih baik lagi jika menemui profesional ketika dirasa mulai mengalami gejala-gejala burnout syndrome.

(Redaktur Tulisan: Tasya Azzahra)

Leave a comment