Hits: 71

Estetia Alma Tarigan

Monster. Kiasan yang sering dilontarkan ibu dan ayah untuk menakutiku. Lalu bagaimana jika monster adalah diriku sendiri? Apakah aku memakan orang-orang di sekitarku? Kesayanganku?

Evlyn, perempuan berusia 17 tahun yang tinggal di keluarga yang sederhana, memiliki kulit sawo matang dengan punggung yang lebih lebar dari wanita pada umumnya. Evlyn adalah anak satu-satunya di keluarganya. Ia merupakan wanita anggun saat kecil namun entah mengapa memasuki masa SMP ia mulai  senang berkelahi, senang menyimpan pisau-pisau kecil dan menjadi perokok sejak usia 15 tahun saat duduk di kelas 3 SMP. Ia belajar merokok dari teman lelakinya yang tidak sengaja ia temui saat izin ke toilet sewaktu pelajaran Matematika.

Evlyn menjadi wanita paling problematic di sekolahnya sejak SMP. Ia menjadi salah satu wanita yang paling di segani. Bukan! Bukan karena pintar! Itu karena semua orang tau kalau Evlyn selalu menyimpan pisau kecil di saku kanan rok sekolahnya.

Keluarganya? Orangtuanya? Mereka bahkan tidak tahu kalau evlyn memiliki perilaku menyimpang seperti itu. Evlyn menampilkan perilaku yang sempurna layaknya anak perempuan pada umumnya.

Ayahnya adalah seseorang yang lemah lembut, ibunya adalah perempuan yang sabar dan selalu tersenyum. Sekilas keluarganya adalah keluarga paling bahagia meskipun hidup di lingkungan sederhana. Hingga pada suatu hari kepala sekolah memanggil ayahnya ke sekolah tanpa sepengetahuan Evlyn.

“Permisi Pak, saya ayahnya Evlyn,” ucap ayah Evlyn dari bibir pintu ruang kepala sekolah dengan menampilkan senyum kotak kebanggaannya sambil berjalan menuju ke dalam.

Kepala sekolah menyambut senyum ayahnya sambil mempersilahkan untuk duduk di depan mejanya.

“Begini Pak, saya akan menjelaskan permasalahannya dengan cepat agar tidak membuang waktu kita. Wali kelas Evlyn menemukan bahwa Evlyn sering membawa pisau kecil dan rokok ke sekolah. Evlyn juga tak jarang kedapatan merokok sendirian di kamar mandi bahkan beberapa kali ia berkelahi dengan anak laki-laki. Inilah alasannya kami ingin mendiskusikan kasus ini, karena sekolah kami tidak bisa menerima perilaku menyimpang seperti ini. Kami sudah berdiskusi untuk mengeluarkan Evlyn dari sekolah,” ujar kepala sekolah dengan nada yang sedikit merendah.

Bagai petir di siang bolong! Ayah Evlyn terdiam tak sanggup membuka mulutnya lagi. Anaknya tak seperti ini, anaknya adalah perempuan manis sejak kecil, anak manis yang selalu berbagi coklat natalnya untuk tetangga, anak manis yang selalu mencium pipinya  ketika berangkat sekolah.

Keputusan dari para guru tidak bisa diganggu gugat. Akhirnya ayah Evlyn dengan berat hati harus mengiyakan bahwa ini hari terakhir Evlyn bersekolah di SMA ini.

Keluar dari ruang kepala sekolah, ayah Evlyn berjalan menyeret kakinya. Tubuh tegapnya seakan melemah mendengar kekasih kecilnya itu bertindak sangat di luar dugaan.

Tak terasa ia sampai di rumah, ia duduk di luar tepat di depan pintu sambil mengingat masa kecil Evlyn yang begitu indah dan manis. Ini bukan anaknya! Anaknya tidak akan berubah jadi MONSTER!

Evlyn memang selalu pulang malam hari. Selama ini Evlyn mengarang bahwa ia belajar bersama teman-temannya mempersiapkan diri untuk ujian perguruan tinggi. Evlyn tahu ayahnya dipanggil ke sekolah dari temannya. Temannya melihat Ayah Evlyn berjalan ke ruang kepala sekolah. Evlyn pasrah layaknya pepatah “sepandai-pandainya tupai melompat  akan jatuh juga”.

“Dari mana saja?” tanya ayahnya dengan suara yang ditahan. Ibunya berdiri di dekat ayahnya dengan sorot mata penuh kesedihan karena tingkah laku anak perempuan satu-satunya itu.

“Ayah sudah pasti tahu dari kepala sekolah bukan?” jawab Evlyn dengan senyum yang sinis.

Ayahnya melangkahkan kakinya

Menampar! Ingat, menampar Evlyn! “Kenapa kau seperti ini? Kau seperti anak tak tahu aturan! Kau seperti tidak memiliki ayah untuk mendidikmu!” suara ayahnya memenuhi rumah sederhana ini.

Evlyn memegang pipinya dengan mata yang sudah berair. “Kau dan kau!” tunjukknya pada ayah dan ibunya. “Kalian yang yang membuatku seperti ini, aku muak hidup di kemunafikan ini!” teriak Evlyn.

“Apa maksudmu Evlyn?” tanya ibunya dengan marah.

“Heh..” senyum sinis Evlyn. “Ibu, sudahlah jangan berpura-pura lagi. Kau tersenyum padaku, kau tersenyum pada suamimu ini, tapi kau berselingkuh! Dasar!” teriak Evlyn .

“Tutup mulutmu, Evlyn!” teriak ibunya.

Ayahnya merasa dunianya runtuh LAGI, dua kekasihnya mengkhianatinya.

“Aku muak dengan senyuman yang kau berikan pada kami. Aku melampiaskannya dengan melakukan hal-hal yang aku sukai. Aku pikir aku akan lupa bahwa ibuku mengkhianati ayahku, tapi yang ada aku bahkan lebih sering melihatmu berganti-ganti pasangan,” tangis Evlyn.

Ibu yang ia anggap mentari dan sahaya dalam hidupnya, ibu yang ia banggakan dan ia ceritakan kepada teman-temannya karena menjadi wanita yang bekerja keras bagi keluarganya.

Hingga suatu hari, saat ia berjalan bersama teman SMP-nya ia melihat bahwa ibunya bersama lelaki yang dapat ia pastikan ketika ia melihat punggungnya itu bukan ayahnya! Ayahnya tak memiliki mobil, ayahnya hanya memiliki sepeda motor tua kesayangan mereka.

Evlyn pulang dengan perasaan campur aduk. Ketika melihat ayahnya pulang dengan peluh sepulang bekerja, membuatnya benci dengan hidup dan keluarganya. Ayahnya bodoh! Ia benci ayahnya yang tidak tau atau pura-pura tidak tau. Ia mulai melampiaskan kemarahannya dengan melakukan kenakalan-kenakalan layaknya anak laki-laki di sekolahnya.

Cinta yang selama ini diberikan ibunya untuk ia dan ayahnya hanya kepalsuan. Ibunya membangkitkan monster dalam dirinya, ibunya membuat monster yang biasanya ia simpan mengamuk.

“Kau membangkitkan monster dalam diriku, IBU!”

Leave a comment