Hits: 56

Kezia Emmanuella / Annisa Van Rizky 

Pijar, Medan. Pandemi virus Corona tidak hanya mengancam kesehatan fisik sebagian orang, namun juga kesehatan mental. Ditambah lagi, adanya kebijakan yang mengharuskan kita untuk melakukan physical distancing, sedikit banyak justru menimbulkan jarak secara emosional antara sahabat, teman, dan bahkan keluarga.

Rasa kesepian yang muncul dikarenakan jauh dari keluarga, berada dalam tekanan, ketakutan dan kecemasan akan berbagai tuntutan hidup yang lain, tak jarang membuat seseorang terpikir untuk melukai dirinya sendiri (self harm) guna mengurangi beban dan stres yang dirasakan.

Dilansir dari intothelightid.org, self harm merupakan tindakan ketika seseorang menyakiti dirinya sendiri sebagai cara untuk mengatasi, mengungkapkan, atau bertahan dari tekanan yang mendalam dan luka emosional yang dirasakan, baik itu rasa marah, sedih, kecewa, atau bahkan stres. Pelaku self harm merasa bahwa tindakan tersebut dapat membantu mereka untuk mengekspresikan perasaan yang tidak dapat mereka ungkapkan atau sebagian lagi menganggap itu sebagai cara untuk menghukum diri sendiri.

Self harm tidak hanya dilakukan secara fisik seperti menyayat, mencakar, memukul, menggigit, membenturkan kepala ke dinding, ataupun menarik rambut. Tetapi juga dapat dilakukan secara non fisik, seperti suka menempatkan diri dalam situasi bahaya, tidak memerhatikan kondisi fisik, serta tidak memedulikan kebutuhan emosional.

Banyak tanda-tanda yang dapat dilihat ketika seseorang melakukan self harm, di antaranya seperti terdapat bekas luka dengan pola yang sama dan berulang, selalu muncul luka baru, goresan, memar, bekas luka bakar atau gigitan, sering merasa tidak berharga dan mengunggah posting-an mengenai keputusasaan, cemas, depresi, dan menunjukan ketidakstabilan emosional.

Sebenarnya, pelaku self harm merupakan insan yang sedang berjuang untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Tentunya mereka memerlukan bantuan. Menurut Into The Light Indonesia, suatu komunitas anak muda dengan fokus advokasi dan edukasi pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa di Indonesia, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu seseorang yang sedang menghadapi self harm.

Pertama, kamu bisa mendorong mereka untuk bercerita. Berikan ia ruang untuk menceritakan permasalahan yang sedang mereka hadapi dan menjadi pendengar yang aktif dan baik. Jangan memaksa dirinya untuk bercerita, tapi biarkan dia bercerita sendiri ketika mereka telah siap. Tempatkanlah diri kamu seolah-olah kamu berada di posisi yang sama denganya, agar kamu dapat lebih memahami akan permasalahan yang sedang dihadapinya.

Lalu, jangan memberikan komentar-komentar yang menghakimi atau yang dapat menyinggung perasaannya agar tidak memperkeruh suasana. Ia melakukan self harm dikarenakan tekanan yang ia rasakan dari lingkungannya. Oleh karena itu, jangan sampai kamu justru membuat ia semakin tertekan dengan komentar yang diberikan.

Selanjutnya, kamu dapat menawarkan bantuan kepada dia dengan mengatakan bahwa kita akan selalu ada dan siap untuk kapanpun dirinya membutuhkan bantuan. Tunjukkan bahwa kamu peduli dengan keadaannya, jangan justru memberikan ancaman, hukuman, ataupun komentar – komentar menjatuhkan yang tidak bermanfaat.

Dan yang terakhir, kamu bisa mengajak dan mendukung dia untuk melakukan terapi dan konseling dengan psikiater ataupun psikolog, agar ia dapat mendapat pertolongan dengan tindakan yang benar dari ahli. Penting bagi kamu untuk dapat membuat pelaku self harm merasa bahwa ia memiliki teman untuk dapat diajak bicara dan memberikan dukungan saat ia sedang membutuhkannya.

Masalah seperti ini tidak bisa dianggap remeh. Kita tidak bisa begitu saja menutup mata dan telinga. Dibandingkan dengan menilai buruk dan melabelkan pelaku self harm sebagai tukang cari perhatian, ada baiknya kita mulai merubah perspektif tentang mereka dan bersedia menjadi teman cerita yang siap untuk membantu.

Meskipun begitu, self harm merupakan sesuatu yang tidak dapat dibenarkan karena dapat menyakiti diri dengan sengaja.

(Editor: Diva Vania)

Leave a comment